18 April 1999 pukul 21.00 WIB
Malam itu seorang pemuda dari Purwokerto, Jawa Tengah baru turun dari sebuah bus malam. Namanya Jacki Pratama Putra, biasa dipanggil Jack atau Jacki. Ia baru setahun telah tamat dari sekolah kejuruan teknik. Ia membawa setumpuk surat-surat lamaran kerja serta ijazahnya itu. Siang maupun malam, kota Jakarta ini tetap ramai orang-orang yang berlalu lalang. Sebelum mencari penginapan untuk dirinya, Jacki mengisi perutnya disebuah warteg. Ternyata ibu pemilik warteg sangat ramah kepada pengunjung apalagi sama-sama orang Jawa. Begitulah kira-kiranya sifat ibu Inem yang diperlihatkannya.
“Bu, jam segini masakannya tinggal apa saja?” Tanya si Jacki sambil melihat-lihat kearah tempat makanan dibalik kaca.
“Anda mau beli apa? Jam segini masih banyak pilihan menu kok. Jam sebelas kurang lima menit saja masih ada” Jawab bu Inem sambil menunjukan lauk-pauk yang tersedia.
“Kalau begitu, saya pesen telur bebek asin, ikan presto, sama teh manis hangat” Pinta Jacki.
“Baik den, tunggu sebentar silahkan duduk dulu sambil membaca majalah yang tersedia” Kata bu Inem.
15 menit 50 detik kemudian
“Ini yang aden pesan tadi” ucap bu Inem sambil menaruh makanan di mejanya si Jacki.
“Terima kasih bu”
“Ngomong-omong aden darimana?, seperti habis perjalanan jauh” tanya bu Inem.
“Iya bu, saya baru datang dari Purwokerto” terang Jacki.
“Aku ini asli Tegal, padha kayak sampeyan” Jelas bu Inem dengan bahasa Jawanya. “Ora perlu mbayar ora papa ini gratis” sambungnya.
Ternyata bu Inem memberikan konpensasi kepada orang yang sama-sama dari Jawa. Oleh karena itu, Jacki tidak perlu membayar makanan di warteg bu Inem. Jacki sangat berterima kasih kepada bu Inem dan melanjutnya perjalanan dengan berjalan kaki mencari penginapan.
Satu jam sebelumnya tepat pukul 20.00 WIB
Baru saja telah mendarat penerbangan pesawat dari Bali di Bandara Soekarno-Hatta, Banten. Salah seorang pemuda penumpang pesawat itu berasal dari Buleleng, Bali. Namanya Yudhistira Aryadipura biasa dipanggil Yudis. Ia ingin melanjutkan perjalanan ke Jakarta bukan untuk mencari pekerjaan seperti Jacki. Tetapi Yudis datang kemari untuk melanjutkan kuliahnya ke Universitas Indonesia (UI). Beberapa menit kemudian, Yudis sudah mendapatkan salah satu taksi yang sudah mangkal didepan bandara. Pak Heru merupakan salah satu supir taksi. Supir ini tidak segan untuk berbincang-bincang dengan penumpangnya seperti orang yang sudah dikenalnya.
“Ke Jakarta ya pak, kalau bisa berhenti didepan salah satu hotel” pinta si Yudis.
“Baik den” jawab pak Heru. “Ngomong-omong aden nih darimana?” lanjutnya.
“Oh ini pak, saya dari Buleleng” jawab Yudis.
“Jauh juga ya den, pasti capek naik pesawat” ucap pak Heru.
“Iya nih pak, pengen cepat-cepat bersitirahat di hotel” keluhnya Yudis.
“Oh begitu ya, tuh den sebentar lagi kita akan sampai didepan hotel” ucap pak Heru.
2 jam 10 menit 36 detik kemudian
Pak Heru menurunkan Yudis ditempat yang diinginkannya didepan sebuah hotel. Yudis sangat berterima kasih atas tumpangannya itu, ia memberikan uang lebih kepada pak Heru. Jarak antara turunnya Yudis dari taksi dengan hotel hanya sekitar 300 meter. Kemudian, Yudis melanjutkan perjalanan singkatnya menuju hotel dengan berjalan kaki.
19 April 1999 pukul 02.30 WIB
Seorang pemuda muda yang berasal dari Bandar Lampung, Lampung pergi menuju Jakarta ingin menemui ayahnya yang bekerja disana. Pemuda ini menaiki kapal penumpang dari pelabuhan Panjang, Lampung ke pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Ia baru saja lulus dari sekolah menengah pertama. Ia memberanikan diri ke Jakarta karena ibunya sedang sakit. Ia harus meminta uang kepada ayahnya untuk menyembuhkan ibunya. Untungnya pemuda ini mempunyai seorang adik perempuan, namanya Ratih Manggalih. Ia mempercayakan ibunya kepadanya. Ets, nama pemuda ini adalah Rizki Mohammad Hasan biasa dipanggil Rizki. Didalam kapal, Rizki duduk bersebelahan dengan seorang guru yang diberi tugas untuk mengajar di Jakarta. Namanya adalah pak Umar. Guru ini membuka perbincangan dengan Rizki yang terlihat sendiri tidak didampingi oleh orang dewasa.
“Selamat pagi anak muda” sapa sang guru.
“Selamat pagi juga pak, ada yang bisa saya bantu?” Tanya si Rizki.
“Kamu baik sekali rupanya, tidak kok, bapak hanya ingin berbincang dengan kamu” jelas pak Umar.
“Oh begitu ya pak, ngomong-omong apa pekerjaan bapak ini?”
“Bapak ini seorang guru, guru sejarah tepatnya”
“Oo…. Wah nggak nyangka bisa bertemu dengan bapak guru di kapal ini”
“Biasa saja kok, memang kamu tidak bersama siapa-siapa di kapal ini?” Tanya pak Umar penasaran.
“Iya pak, saya sendirian ingin menemui ayah saya di Jakarta”
“Wah berani sekali dirimu, bapak kasih dua jempol untuk keberanianmu ini” pujian pak Umar untuk Rizki.
2 jam 35 menit 07 detik kemudian
Rizki sangat berterima kasih dengan pujian yang diberikan oleh pak Umar. Tidak terasa perbincangan antara pak Umar dengan Rizki telah sampai di pelabuhan Tanjung Priok. Rizki langsung turun dari kapal dan segera mencari tempat untuk beristirahat sejenak karena sebentar lagi matahari akan terbangun dari tidurnya. Ia mencari tempat penginapan tersebut disekitar kampung nelayan. Rizki menelusuri setiap rumah dengan berjalan kaki dengan rangsel yang dibawa dipunggungnya.
19 April 1999 pukul 16.40 WIB
Ketiga pemuda yang berasal dari daerah yang berbeda telah dipertemukan dengan tindak kejahatan. Tidak pernah diduga sebelumnya bahwa nantinya Jacki, Yudis, dan Rizki akan saling bertemu dan menjadi teman seperjuangan. Mereka bertiga telah ditakdirkan untuk menjadi kelompok brandal jalanan yang mempunyai misi menegakan kebenaran.
Tindak kriminalitas di Jakarta akan menjadi pertempuran oleh kelompok ini. Kelompok ini nantinya akan terbentuk dengan nama geng 3B. Kejadian unik, tegang, haru, konflik, bahagia, dan sebagainya akan hadir disetiap kisah-kisahnya.
Makannya jangan sampai ada yang terlewat untuk membacanya. Jika ada kisah yang terlewat maka sangat disayangkan untuk para pembaca. Oleh karena itu ikuti terus petualangan kisah-kisahnya yang semakin seru.
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
TIGA BRANDAL
حركة (أكشن)Tiga orang pemuda dipertemukan dalam suatu kasus kriminalitas yang sama. Sebab itulah yang membuat mereka bertiga bersatu karena merasa senasib untuk membalas dendam. Mereka menyatu dalam perbedaan asal daerah, ras, dan karakteristik masing-masing y...