(B)rother's Caring

192 38 4
                                    

Brother and sister relationships are like Tom and Jerry. They tease and irritate each other,knock each other down, but can't live without each other

 --LUVZE--

.

.

.

"What do you want?" Jovian menanyai Stella menu yang diinginkannya saat mereka masuk ke salah satu gerai makanan cepat saji dan memilih untuk drive thru.

"kayak biasa" Stella menjawab cuek.

Jovian menyebutkan beberapa pesanan mereka dengan diiringi senyuman manis yang berhasil membuat mbak-mbak pegawai dibalik layar cctv bersemu dan tersenyum malu-malu. Selalu seperti itu. Bukan karena Jovian memiliki visual yang bisa dibilang jauh di atas rata-rata lalu dengan mudahnya bersikap genit terhadap wanita, tapi karena dia memang seperti itu, terlalu baik kepada semua orang yang sering disalah artikan oleh Tian—teman sejawatnya—sebagai modus untuk menarik perhatian cewek-cewek remaja.

Jovian memalingkan wajah menatap seseorang di sampingnya,"Dear, what's wrong with that face?"

"Kenapa emangnya?" yang ditanya justru mengerutkan dahi.

" You always become happier and more talkative when I come back home, now, it seems not like you before"

Stella menatap pantulan wajahnya di spion mobil dan mendapati bayangan di sana ada wanita yang menatapnya balik dengan tatapan kesal.

"Is there something happens? Or have a bad day at school?"

"Nggak kak, Cuma aku masih sebel aja sama temenku di sekolah tadi yang bikin tangan aku melepuh gini" Stella menyodorkan tangan kirinya yang sudah terolesi salep.

"Oh my God! What happened to you?! Kita harus ke rumah sakit setelah ini! Luka kamu harus diobati secepatnya. Kenapa kamu nggak bilang dari tadi?" Seperti yang diduganya, kakaknya selalu bereaksi berlebihan setiap kali ia terluka.

"Nggak, nggak usah, we just have to go home now" Stella mengelak sambil berusaha melepaskan genggaman kakaknya yang panik tiba-tiba.

"Tapi tangan kamu harus--" ucapannya terpotong ketika pegawai gerai telah menyodorkan pesanan mereka.

"—Harus diobati. Nanti kalau—"

"No! This isn't that big deal, Kak. Udah ayo pulang aja" Stella menyela dengan cepat.

Dan pada akhirnya, Jovian menyerah untuk menghadapi adiknya yang keras kepala itu.

*

Makan siang mereka ditemani tontonan drama kisah cinta ala-ala remaja zaman now  yang lebih suka disebut generasi millenial. Sebenarnya Stella juga tak begitu tertarik untuk memiliki kisah cinta yang dramatis seperti itu, tapi seperti yang Jovian katakan, tidak ada masalah jika untuk sekali waktu mereka menonton drama cinta lovey dovey seperti itu.

"Kak, do you mind if I have a relationship?"

Pertanyaan Stella yang tiba-tiba membuat Jovian menegakkan kepalanya dan membuat kepala gadis yang menyandar pada bahunya sedikit bergeser, "Wow, my lovely sist is grown up so well. Kenapa? Kamu lagi suka sama cowok? Atau bahkan lagi deket sama cowok?"

"Hng.... Nggak. Nggak gitu, Kak" mendengar jawaban ragu-ragu adiknya, Jovian menyunggingkan senyum miring dan mendapat ide jahil untuk menggodanya.

"Kok ngomongnya nggak yakin gitu? Kamu beneran lagi suka ya sama cowok? Ayo ngaku!"

"Ish Kak Jo apaan sih, nggak kok!" Stella mengelak sambil cemberut.

"Loh kok pipi kamu merah gitu? Hayo.. cerita dong. Tell me that lucky boy!" Jovian masih mencecar adiknya yang berusaha mengelak.

"Ah tau ah. Kak Jo nyebelin, aku naik aja deh" Stella memutuskan untuk menuju kamarnya di lantai dua dan meninggalkan kakaknya yang masih tertawa-tawa karena berhasil mengerjainnya.

*

Stella langsung membantingkan diri di tempat tidur begitu sampai di kamar. Setelah seharian melakukan kegiatan ini itu di sekolah, menghibur diri dengan bermanja-manja dengan tempat tidur rasanya surga. Gadis itu mengguling-gulingkan badan mencari posisi yang nyaman ketika tanpa sengaja tangannya menyenggol sesuatu di atas nakas. Ia bangkit dan mengambil barang itu.

Itu adalah pigura foto. Didalamnya terdapat foto beranggotakan empat orang yang tersenyum bahagia menghadap ke kamera. Disana, terdapat potret dirinya yang dikuncir dua tersenyum menampilkan gigi kelincinya sambil menggenggam erat lengan seseorang. Seseorang yang sudah lama ia rindukan.

Lalu ingatannya kembali terbang ke kejadian siang tadi, saat ia berdebat dengan Alfa dan menyinggung soal ibunya yang berakhir dengan kemarahan cowok itu sampai membuatnya melayangkan tamparan yang nyaris mendarat di pipinya. Mengingatnya membuat ia begidik dan menggelengkan kepala. Entah kenapa, ada sensasi tercubit di hatinya ketika megingat kenangan tentang peristiwa yang telah terjadi sekian tahun ini sejak foto itu diambil.

Sebuah ide muncul dikepalanya dan membuatnya merogoh tas dengan tergesa-gesa dan membuka room chat dengan seseorang. Awalnya ia berniat untuk menelpon, namun mengingat perbedaan waktu yang cukup mencolok dan kemungkinan si penerima sedang tertidur, jadi ia memutuskan untuk mengetikkan pesan.

'Mom, I miss you. Can you call me asap*?'

*

Jovian memutuskan untuk menuju kamar adiknya seusai membereskan bekas-bekas makan siang mereka dan bosan menonton televisi.

Tok tok tok

Mendapati tak ada jawaban dari dalam, Jovian membuka pintu, ia berjalan mendekati tempat tidur dan mendapati adiknya tertidur dengan pulas. Mata Jovian memindai wajah adiknya yang sangat menarik dan cukup terkejut mendapati lelehan air mata di sudut mata gadis kesayangannya itu. Hal itu membuatnya bertanya-tanya.

"Sist, What are you thinking about till you're crying while sleeping?"

*

*ASAP : As Soon As Possible (secepat mungkin)

My notes:

Sebenernya, gue ngetik gini sambil mikir gaes,"punya kakak sebaik Jo bakal sebahagia apa hidup gue? Ah tapi balik lagi ke kata-kata Stella di chapter kemaren,'everything is not as perfect as it seems'"

So, yhaaaa gitu gaes, kita tunggu saja kelanjutannya ya.

Vote dan comment will please and support me to continue this work so much :)

apalah bayaran author wp selain vote komen dan follow :( 

See u later!

Ai.

27.11.18

ConSTELLAtionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang