(N)yctophilia

113 18 4
                                    

Everything you see does not as real as you see, till you open that scars, and listen.
--ConStellation--

.
.
.
.

Rasanya, hari itu salah satu hari yang berat. Jovian masih mematung di tempat ketika telepon pintarnya bergetar kembali. Itu panggilan chat dari akun tidak dikenal, Jovian refleks menggeser layar mengira yang menelponnya masih seorang Princessa Celestiala.
"Jo?"
Itu... suara Mama.
"Jovian" Ah, suara itu, rasanya sudah sangat lama waktu berlalu sejak suara itu masuk ke gendang telinganya. Mama adalah sosok lama yang menjadi bagian dari masa kecilnya, terkabur dengan ingatan-ingatan baru hingga eksistensi wanita itu tak lebih dari seseorang yang melahirkannya. Yah, sebenarnya hubungan mereka tidak separah itu, hanya saja, jarak terlampau mampu membuat mereka jarang bertanya kabar, terlebih lagi bertemu.
Mama dan papa memutuskan bercerai bertahun-tahun lalu. Pekerjaan Mama sebagai Hollywood entertainer menuntutnya untuk banyak berkegiatan di Negeri Paman Sam sehingga ia memutuskan untuk menetap di sana, sedangkan Papa memutuskan untuk menetap di Indonesia bersama Stella dan Jovian setelah mendapatkan hak asuk keduanya.
"Jo, apa kamu bersama Astrella sekarang?" suara Mama kembali menyentak lamunannya.
"...Nggak. Mama nggak telpon orang rumah? Aku lagi kerja"
Ketika Jovian membicarakan pekerjaan, itu berarti ia sedang berada di belahan dunia lain, untuk memenuhi tuntutan pekerjaan.
Wanita itu menghela napas "Ah, jadi kamu nggak di rumah"
"Memangnya ada apa?"
"Stella menelpon Mama sejak kemarin lusa dan dia bilang akan datang berkunjung, tapi sampai sekarang-"
Wanita itu menghela napas kasar sebelum melanjutkan, "Stella belum datang kemari dan Asih bilang Stella tidak di rumah sejak kemarin lusa"
"HAH KOK BISA?" Jovian mulai dibuat penasaran.
Mama menjelaskan bahwa adiknya itu berpamitan pada Bi Asih, pembantu rumahnya untuk acara sekolah sejak kemarin tapi pagi ini Bibi menerima telepon dari sekolah bahwa sudah beberapa hari Stella absen sekolah. Itu cukup mengejutkan karena sepanjang yang Jovian tahu, Stella bukan jenis orang yang menyepelekan urusan sekolah. kalaupun di hari tertentu dia malas bersekolah, ia akan meminta Papa atau Jovian untuk mengizinkannya ke pihak sekolah, tapi hal itu tidak berlaku sejak kemarin.
"Lalu, Papa mana?"
Mama menyahut cepat, "Papamu ada rapat penting di Jepang selama beberapa hari ke depan jadi dia meminta Mama untuk menyelesaikan ini, dia akan pulang segera setelah urusan bisnisnya selesai"
Jovian membuang nafas kasar, papanya selalu saja begitu. Sejak dulu, papa merupakan pebisnis yang selalu sibuk dan hal itu pula yang membuatnya jarang berada di rumah.
"Yaudah, ini flight Mama sepuluh menit lagi, call you later"

*

Kopernya baru sampai teras rumah ketika Bi Asih tergopoh-gopoh menghampirinya, "Bu? Untung Ibu datang"
Kat menatap heran kepada asisten rumah tangganya, "Ada apa Asih? Kamu sudah tahu keberadaan Stella dimana?"
"Nah, itu dia Bu. Saya dapat kabar dari Rumah Sakit katanya Non Stella-"
Perempuan itu refleks berbalik menuju mobilnya hingga ia ingat akan sesuatu, "Rumah sakit mana Asih?"
Kat lantas meminta sopirnya untuk menyetir dengan cepat. Pikirannya mulai kalut. Memikirkan setiap kemungkinan yang membuat putrinya pergi dari rumah.
Kamu ada masalah apa sih, Stella?

*

Setelah bertanya kepada bagian administrasi, langkah kakinya bergegas menuju ruangan yang dimaksud. Setelah pintu dikuak, Kat mendapati wajah pucat putrinya sedang tertidur. Wajah cantik itu terlihat sangat menyedihkan. Dahi yang tertutup perban, bibir yang pucat, kantung mata yang menghitam, dan garis rahang yang terlihat jelas. Setelah dilihat lagi, Stella terlihat jauh lebih tirus dari saat terakhir kali mereka melakukan video call beberapa minggu lalu. Kat bisa menebak gadis itu sering melewatkan jam makan sehingga membuat tubuhnya jauh terlihat kurus dan ringkih. Kat masih belum paham, apa yang terjadi pada putrinya sampai ia harus berakhir di brangkar rumah sakit seperti ini.
Kat meraih jemari Stella yang ditusuk jarum infus, lalu meremasnya pelan, "Darling, Mom is here, wake up"
Seolah perkataan itu sihir, tidak lama kemudian mata Stella mengerjap pelan lalu terbuka dan menatapnya dengan pandangan yang sulit Kat artikan. Ada rindu dan beribu beban yang membayang disana.
"Mom.."
Sedetik kemudian, tangis Stella pecah dengan diiringi isakan yang membuat Kat Refleks bangkit dari kursi dan memeluk Stella erat. "Shhh... Mom is here...."
Stella menangis sampai ia merasa puas dan lelah. Ia menyibakkan rambut ibunya ke belakang telinga dan menatap dengan penuh rindu. "Mom..."
"Mom is here, Sweety. Mom is here... Now tell me what happened"
Stella tersenyum tipis dan merasa sedikit mengantuk karena efek obatnya yang masih bekerja. Stella masih ingin menangis sejadi-jadinya dan menumpahkan segala perasaannya tapi tubuhnya terasa sangat lelah, sehingga yang keluar dari bibirnya hanya... "Iam totally fine"
"Liar. Your eyes have said it all"
Stella kembali tersenyum. Ia merebahkan kepalanya yang terasa melayang dan tubuhnya terasa sangat ringan. "Move me from that school, Mom"
Kalimat itu yang terakhir kali terucap dari bibir Stella sebelum kesadaran membawanya pergi.

ConSTELLAtionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang