"Baiklah jika kamu keberatan urusan nominal, uang satu milyar ini cukup?"Pria itu angkat bicara setelah si wanita keluar dari dalam kamar mandi.
Bian beranjak bangun dari dudukya, ia meraih secarik kertas yang sebelumnya sudah ia tuliskan seberapa banyak nominal uang yang bisa wanita itu bawa pergi, kekayaannya tidak akan berkurang hanya karena satu milyar, Bian kembali mengamati secarik kertas itu dengan seksama.
"Uang untuk apa?" sergahnya.
Jelas wanita itu semakin merasa tak habis pikir, kenapa ia harus menerima uang atas apa yang telah pria itu perbuat? Seharusnya hanya sebuah pernikahan yang menjadi jalan penebus dosa.
"Untuk mengembalikan keperawananmu, dan menutup mulutmu cerewetmu itu!"
Bian mulai ambil langkah, "Nona Abel."
"Kamu tahu namaku?" Sang empunya nama sontak untuk mundur, melihat gerak-gerik pria di depannya cukup mencurigakan.
"Harusnya kamu menikahiku!" umpat Abel kesal.
Entahlah kenapa spontanitas mulutnya berucap seperti itu. Yang jelas di sini dia yang jauh banyak mengalami kerugian, dan pria so kaya di depannya sudah bisa ia tebak sudah sangat sering gonta-ganti pasangan.
Bian justru terkekeh yang seharusnya masalah ini selesai dengan wanita itu menerima bayaran, memang wanita aneh. "Kamu sedang bernegosiasi denganku?"
"Aku hanya bilang kamu harus menikahiku! siapa pria yang mau menerimaku ketika keperawananku telah hilang?" Abel mulai berisak cukup histers, berpura-pura agar pria yang ada di hadapannya mulai merasa iba.
"Itu permintaan konyol, mana mungkin aku menikahimu. Kenal juga baru sekarang," umpat Bian sebari berulang kali mengsugar setiap helai rambutnya.
"Kalau kamu gak mau bertanggung jawab, aku akan lompat sekarang juga. Lalu menjadi hantu yang akan selalu mengganggumu setiap bercinta dengan wanita lain," ancam Abel dengan tatapan menyeramkan, ia yakin bahwa ancaman kali ini akan membuat pria itu menyerah juga.
"Silahkan saja lompat, mansionku cuma berlantai tiga, dan tempat kamu saat ini di lantai paling atas."
Bian menjawabnya dengan begitu santai sebari bercermin ria, di iringi dengan senyuman tipisnya ia berlalu meninggalkan wanita yang mematung tak habis pikir, meratapi nasibnya yang sungguh malang.
"Apa benar kamarnya tidak setinggi itu?" Abel mulai memberanikan diri untuk mendekat ke arah jendela yang terbuka lebar karena ia membukanya.
Kedua bolamata nya terbelalak, kalau lompat juga pria itu tetap tidak akan merasa rugi, jikalau langsung mati kalau cuma malah jadi cacat seumur hidup? Ia juga yang semakin rugi, manik milik Abel mendelik, ketika menoleh ke arah bawah jarak permukaannya memang cukup jauh namun tak memungkinkan untuk bisa langsung tewas.
"Bagaimana jadi untuk melompat? atau butuh bantuan untuk menaiki besi penjaga itu?" Ucap Bian pelan, membuat Abel menoleh seketika ke arah sumber suara yang menyebalkan itu berada.
"Tinggi juga," jawabnya lirih nyaris tak terdengar di akhir kalimatnya.
"Dari pada kaya orang linglung, sebaiknya kamu sekarang Mandi dan pakailah baju ini, aku tunggu disini." Bian melempar sebuah bingkisan itu lalu melenggangkan kedua kakinya menuju sofa.
"Saya mau pulang bukan numpang mandi disini!" Abel mendesis geram, sungguh rasanya ia ingin menjambak dan mencakar pria itu dengan ganas. Untuk kali ini hanya kesabaran yang harus ia terima.
Sekali lagi Bian dibuat geram, pria itu meletakkan gawai dan segera bersidekap, kenapa ada wanita sejenis Abelia Rowsen ini, biasanya habis nganu bayar cash atau tunai, udah kelar. Tapi kali ini keribetan itu nampak semakin menggerogoti setiap detik waktunya, Bian memonolog dalam batin, harus ia hadapi dari sisi mana dari dirinya? Sisi gelap atau sisi halusnya?
"Kamu mau pulang anak manis?" Suara khasnya kini nampak berubah, meski Abel tak tahu suara berat itu sebuah hal yang harus ia takuti atau justru di kagumi.
"Kalau mau pulang makanya nurut, oke!."
Karena sempat terhipnotis Abel tak sadar jika keberadaan Bian sudah berdiri tepat dihadapannya, dan menyisakan jarak hanya beberapa centi meter dari batang hidungnya, merasa terlalu dekat dengan cepat Abel mendorong dada Bian sekuat tenaga.
"Kamu jangan kurang ajar ya!"
Bian justru terkekeh, "Ayolah, sekarang aku cuma nyuruh kamu mandi dan kenakan baju ini dan setelah itu kamu boleh pulang, jadi perempuan kenapa ribet?"
"Kamu mau ngajak berantem? Sini, siapa takut?" Abel jelas tak terima, kenapa hidupnya jadi diatur seperti ini.
Bian meremas wajahnya, kenapa ada perempuan aneh seperti ini? Apa jangan-jangan dia salah planet. "Kalau berantem diatas ranjang seperti malam tadi, Ayo."
Bian membalikkan tubuhnya dan menarik satu tali bathrobe yang ia kenakan, dan meluruhkan nya di atas lantai. Dengan wajah tanpa dosa Bian kembali membalikkan tubuh telanjangannya tepat di hadapan Abel, "Mau berapa ronde sekarang?"
Melihat pemandangan penuh dosa, Abel segera menutupi kedua manik miliknya, memang pria itu sudah kehilangan urat malunya. "Kamu ngapain sih? Dasar gak punya malu!"
"Kenapa harus malu? Bukankah kamu sudah merasakan milikku ini? Come on baby, mau berantem di kamar mandi sepertinya seru juga."
Derap langkah mulai terdengar pelan, namun Abel merasa jika itu bukan hal baik. Abel memundurkan langkah sebari satu tangannya meraba-raba sekitar, "Oke, oke aku mandi dan kamu pakai kembali jubah mandimu itu, dasar pria sinting!" Abel segera berlari masuk kembali ke dalam kamar mandi.
Bian tertawa bukan main, ia bahkan harus memegangi perutnya saking konyolnya wanita itu, di goda sedikit saja wajahnya sudah merona, memang bukan wanita biasa yang sering ia temui, Bian memunguti bathrobe miliknya dan mulai memilah beberapa pakaian untuk ia kenakan dan segera membersihkan tubuhnya, merapikan kembali penampilannya meski saat ini ketampanannya masih tidak berkurang.
Di dalam, jelas Abel mengumpat sumpah serapahnya sebari berulang kali memergakan bagaimana pria menyebalkan itu memerintahnya, "Pria sinting, seumur-umur ogah berurusan dengan dia, cukup untuk hari ini saja Tuhan, tidak boleh ada hari sial yang lain."
Abel membuang sisa kumuran air dalam mulutnya, ia telah selesai membersihkan diri. Di patutnya pantulan cermin, ia melihat wajahnya dan menepuk kedua pipinya untuk berhenti memikirkan hal-hal kotor semalam, memang energi negativ pria itu sudah mulai merusak otak polosnya, Abel bergidig ngeri kenapa ada pria tampan namun urat malunya sudah putus, "Kebanyakan nyelup sana-sini jadi begitu jadinya. Semoga hanya hari ini saja Tuhan."
Abel menelungkupkan kedua telapak tangannya untuk berdoa agar setelah ini hanya akan ada hari-hari keberuntungannya yaitu di jauhkan dari pria yang sudah sangat kurang ajar sudah merengut virginnya, namun menyesalpun tiada arti. "Semangat Abel, setelah ini hanya boleh keberuntungan-keberuntungan yang akan hadir di dalam hidupmu."
Abel menyemangati dirinya sendiri, meski kehilangan sesuatu yang berharga bukan berarti akhir dari segalanya.
Novel ini alurnya benar-benar saya rubah akan sangat berbeda dengan versi cetaknya yang lama 🤲😁❤

KAMU SEDANG MEMBACA
WRONG PREGNANCY
Romansa''Pertama dia merobek baju, lalu mengambil paksa keperawananku" ABELIA ROWSEN Gadis periang yang hidup sederhana, memiliki kepribadian yang baik. Tak pernah menyangka bahwa kehidupannya akan naik drastis dengan seperkian detik. sebuah insiden harus...