Masih berasa di tempat yang sama , Abel kembali duduk tepat di atas closet dengan diiringi air yang masih ia biarkan keluar dari Shower dengan buliran airmatanya yang enggan keluar dengan mudah. Dia ingat betul bukankah tadi ia sedang makan malam bersama ayahnya? Kenapa di saat kedua bola mata terbangun, ia bersama seorang pria.
"Ayah biadab!" gumamnya dengan kesal.
Di sela-sela pintu yang tak di kunci rapat memberi peluang pria di baliknya, sepasang bola mata dengan gagah mengintip dengan menggigit bibir bawahnya, Bian kembali merasa jika libido nya memang kurang ajar, ia mengepalkan telapak tangannya dan menghentakkan ke tembok di sampingnya rasa napsu lelakinya kembali hadir di kala lekuk tubuh wanita itu menghipnotis birahinya, dengan pelan Bian mendorong pintu itu semakin melebar, bagaimana rambut panjang yang basah menjuntai bebas di sertai tetesan air di seluruh tubuhnya, Bian menahan alur napasnya sejenak, lalu memejamkan mata. Ia kembali terpana di kala kedua piramida yang sebelumnya telah ia nikmati kembali melambai-lambai untuk di nikmati ulang, Bian menaikkan tubuhnya yang sedari tadi membungkuk dan ia berulang kali mengumpat, hanya melihat wanita itu memakai dress yang dengan menampilkan paha mulusnya, sudah berhasil membuat hasrat lelakinya menaik, Bian merasa seperti lelaki murahan.
Abel tak sadar bahwa sedari tadi pria yang bernama Bian itu kembali mencuri pandang untuk melihatnya tanpa sadar.
"Ahhhhh," Abel terkejut hebat, ia menghentikan proses kaca mengacanya.
"Kenapa disitu sih?" Sergah Abel tak habis pikir, kenapa pria itu kembali melihatnya dengan penuh minat.
Tak ada jawaban ataupun reaksi untuk menjawab, Bian hanya merasa begitu terpana pada pandangan pertama, meski pertemuan mereka murni ketidak sengajaan yang menghasilkan kenikmatan-kenikmatan duniawi, Bian tak mampu begitu saja mengabaikan satu makhluk aneh di hadapannya, apa ini nama nya jatuh cinta pada pandangan pertama?
Bian kembali menggeleng, membuyarkan ucapan aneh dalam dirinya, tidak! Ia tidak boleh kembali jatuh cinta setelah ia tahu rasa sakit atas ketidak setiaan pasangan, membuat Bian menjadi pria yang tak berperasaan berujung meniduri sembarang wanita.
"Orang tanya itu di jawab? Kamu ngapain di situ? Sopan santunnya di mana?" Abel kembali berkacak pinggang, benar-benar menguras emosi jiwa dan raganya setiap kali harus menghadapi satu pria di hadapannya.
Bian enggan menjawab cepat, pria itu justru menarik perlahan tubuh wanita itu untuk luruh dalam pelukannya, Abel menundukkan semakin dalam seluruh wajahnya. Ia tak ingin menatap wajah pria yang dengan sangat kurang ajar memeluknya, berbeda dengan Bian ia ingin menikmati seluruh tubuh beserta wajah wanitanya, siapapun itu ia tetap melakukan hal yang sama, rupanya rasa tak terima dikecewakan itu semakin menampar kesadarannya.
Bian menaikkan tangan kanannya, lalu menyentuh dagu Abel dan menaikkan wajahnya ke atas untuk saling berpapasan, sampai saat kedua bola mata indah wanita itu ia mampu melihatnya dengan jelas dari jarak dekat, Abel terdiam dengan tatapan malu, ia berusaha untuk mengalihkan pandangannya.
"Biarkan seperti ini, aku ingin menikmati aroma tubuhmu," tutur Bian pelan, ia menarik pandangannya untuk semakin mendekati wajah Abel.
Degup jantung terasa semakin cepat, Abel terdiam kaku. Ia merasa canggung kali ini, bukankah pria di hadapannya memang pria asing yang sangat tidak memiliki rasa malu?. Tapi kenapa ia masih ingin menikmati aroma tubuhnya, Sial! Kenapa raut wajah pria di depannya semakin menghampiri, mendekat.
Bian menatap dengan penuh hasrat, kedua matanya merasa terpana akan sosok wanita di depannya, lain hal nya dengan Abel ia merasa canggung bahkan lebih tepatnya ia malu, meski Bian memiliki paras tampan dengan tubuh yang sangat menarik, ia begitu sempurna untuk gadis sepertinya. Tapi tetap saja ia tak akan mampu melepaskan diri di kala tubuhnya sudah terkunci rapat oleh pria di hadapannya, Abel kembali pasrah.
"Kamu ingin membunuhku secara halus ya?" Abel kembali dengan protesnya.
Bian sontak terkejut, bayangan mantan kekasih yang membuatnya ambyar kembali hilang, Bian menoleh ke arah sumber suara, kenapa ia kembali melakukan hal yang memalukan.
"Maaf." Dengan segera pria itu melepaskan diri.
Abel mendorong kasar tubuh Bian dan berlalu begitu saja, sepertinya pria itu membawa kesialan baginya.
"Sekarang aku sudah mandi dan memakai pakaian yang kamu berikan, nanti aku akan mengembalikannya setelah kembali pulang." Abel kembali beranjak bangun dari posisi duduknya namun dengan segera Bian meraih pergelangan tangannya.
"Ini bawa pulang." Bian menaruh selembar kertas itu tepat di atas telapak tangan Abel.
"Jangan menolak, aku bukan menganggapmu sebagai wanita seks komersial, karena itu tidak mungkin."
"Mana ada tamu yang memberikan kepuasan." Bian kembali dengan sikap menjengkelkan nya.
Merasa kembali direndahkan, Abel menaikkan kedua tangannya dengam selembar kertas bernama cek itu berada di tengah, pria itu pikir dengan uang semua selesai? Tidak untuk kali ini ia tak mungkin berdiam diri setelah mendapati pelecehan-pelecehan yang membuatnya mengalami kerugiaan begitu banyak.
Sekali tarik, selembar kertas itu ia robek menjadi kepingan kecil dan membuangnya tepat di atas puncak kepala Bian.
"Jangan kamu pikir karena kamu orangkaya dan membiasakan menyelesaikan masalah dengan uang, kamu bisa melalukan hal yang sama atas apa yang telah kamu perbuat! Tidak, meski aku orang yang terlahir dari keluarga sederhana, tidak bisa kamu rendahkan seenaknya."
"Satu lagi tuan Bian yang terhormat, meski aku tidak tahu kamu itu siapa, yang jelas aku ingin kamu bertanggung jawab sebagai pria dewasa."
Abel kali ini menegaskan akan hqrga dirinya, ia tak mungkin menukarkan kesucian nya dengan nominal uang.
Bian masih bergeming di tempat, baru kali ini pria itu merasa mendapatkan banyak tamparan kenyataan bahwa apa yang ia lakukan tidak sepenuhnya benar, ia memang selalu menyelesaikan setiap masah dengan menggunakan kekuasaan beserta harta yang ia punya dan melupakan perasaan kemanusiaannya yang telah lama hilang, Bian merasa semakin buruk rupa meski wajahnya begitu sempurna, banyak dambaan para wanita yang berbondong-bondong berniat untuk menjadi pemuasnya di atas ranjang namun lihatlah kali ini wanita itu meminta pertanggung jawaban yang berbeda, Bian merasa semakin tertarik kepawa wanita bernama Abelia Rowsen ini, wajah polosnya terasa begitu berbeda dan setiap melihat kedua maniknya ada perasaan teduh tak terhingga.
"Apa dia berbeda dengan Vivian?" Bian kembali teringat akan mantan kekasih pengkhianat, dengan sangat kurang ajar memberikannya luka dalam disaat seluruh hatinya telah ia berikan.
"Apa yang kamu pikirkan Bian? Di sini kamu tidak rugi." Bian kembali menyemangati diri, jika wanita itu memang cukup pintar tidak membawa uangnya yang ia berikan dalam jumlah besar.

KAMU SEDANG MEMBACA
WRONG PREGNANCY
Romansa''Pertama dia merobek baju, lalu mengambil paksa keperawananku" ABELIA ROWSEN Gadis periang yang hidup sederhana, memiliki kepribadian yang baik. Tak pernah menyangka bahwa kehidupannya akan naik drastis dengan seperkian detik. sebuah insiden harus...