1

111 15 4
                                    

Hari ini, tepat hari purnawiyata untuk kelas dua belas. Dia menghampiriku yang membawa sebuah buket bunga mungil yang sengaja kubeli untuknya. Lalu tersenyum ia padaku, entah aku tak tau arti senyuman itu. Lama ia menatapku tanpa berkata apa-apa.

"Hai." Sapanya kemudian memecah keheningan.

Iya. Dia. Angkasa. Jangan berpikir kalau dirinya seorang kapten basket yang hits, playboy, suka berfoya-foya, dan hanya tau menghabiskan uang orang tuanya. Justru, dia jauh dari semua itu. Untuk kategori cowok masa kini, ia masuk dalam kategori goodboy. Kejadian kelas sembilan SMP yang membuatnya menjadi seorang anak yatim telah merubahnya menjadi sosok yang lebih mandiri. Ia anak bungsu dari tiga bersaudara. Entah apa yang membuatku ada rasa terhadapnya, rasa itu hadir begitu saja.

Selama ini aku tak berpacaran dengannya. Sebab tak mungkin jika aku duluan yang memulainya. Jadi, kuputuskan untuk berteman baik saja. Awalnya, rasa kagumku padanya sempat membuatku hampir buta karena cinta. Untungnya, aku segera tersadar karena aku tau kebutaan itu bisa menghancurkan diriku sendiri. Akhirnya, aku pun memutuskan untuk menyimpan rasa itu serapat mungkin dalam hati. Cukup dalam hati.

"Hai juga." Balasku pada Angkasa.

"Apa kabar? Udah lama kita gak ketemu semenjak aku sibuk UNBK."

"Alhamdulillah, baik. Kamu gimana kemarin UNBKnya?"

"Alhamdulillah lancar. Cuma gak tau nilainya bakalan bagus atau gak, hehe..."

"Hmm... Nih, buat kamu." Aku menyodorkan buket mungil itu.

"Makasih, Bulan." Angkasa kembali menampakkan lesung pipinya.

"Ehem... Aku jadi makanan nyamuk nih." Sahut Mentari, teman sebangkuku.

"Kamu apaan sih!" Kataku dan Angkasa malah ngikik.

"Btw, ke kantin yuk?" Ajak Angkasa.

"Lah, ngapain? Ini kan acaranya belum kelar."

"Makan lah. Aku males nonton hiburannya."

Aku hanya mengangguk, lalu mengajak Mentari untuk ikut serta. Sebab tidak mungkin kalo kita hanya pergi berdua, sudah dapat dipastikan kedepannya akan ada kabar tak benar yang terbang bagai angin yang membawa butiran debu.

Sembari menunggu pesanan datang, aku mencoba menanyakan sesuatu yang lumayan penting bagiku kedepannya. Sekaligus memecah keheningan yang menguar di udara.

"Sa, kita bakal tetep temenan kan walaupun kamu udah kuliah nanti?" Kataku canggung.

"Iyalah, emang kenapa si? Sante aja kali gak usah tegang gitu."

"Iya, kita bakal tetep temenan kok, sayang. Hahaha..." Mentari menimpali.

Aku hanya pasang muka datar. Sedangkan Mentari dan Angkasa malah tertawa melihat ekspresiku. Beberapa menit berikutnya, kami sudah melahap habis makanan dipiring masing-masing. Kemudian, Angkasa mengantarku dan Mentari ke kelas.

"Nih, buat kamu." Angkasa menyodorkan secarik kertas.

"Apaan nih?"

"Udah baca nanti aja kalo mau tidur, hehe..."

Aku hanya mengangguk. Setibanya, ia tidak kembali mengikuti acara purnawiyata hingga usai. Melainkan ia langsung pamit undur diri karena katanya ada kepentingan keluarga.

🌛🌜

Saat ini, mataku masih enggan terpejam. Aku masih bimbang untuk membuka selembar surat dari Angkasa tadi. Hingga akhirnya kuputuskan untuk membukanya sekarang.

Rembulan...

Aku yakin, saat membaca surat ini kamu pasti ketawa karena ngebayangin aku ngucapin selamat tidur sambil melet kayak kodok kejepit ban karet, wkwk.

Ingatlah aku sebagai salah satu temanmu. Maaf jika selama ini aku pernah menyakitimu. Aku harap, kamu bisa menemukan cowok yang lebih baik dariku. Bukan maksudku untuk tidak mau menerimamu, dulu. Tapi, aku hanya tak ingin melukai seorang cewek pun dengan memberinya sebuah harapan semu. Ketahuilah, selama ini aku menganggapmu sebagai adikku.

Jaga diri baik-baik. Jangan lupa, yang rajin ibadahnya. Terus, cari cowoknya yang bener, minimal kayak aku lah, hehe... Selamat malam, mimpi indah:v

Bye
Angkasa

Cairan bening hampir keluar dari pelupuk mataku, namun aku segera menghapusnya. Seketika memori antara perkenalanku dengannya dulu meroda menyesaki otakku. Mengingatnya membuatku tersenyum dan ternyata cairan bening itu pula telah berhasil lolos dari pelupuk mataku. Aku malu karena menangisi jarak dan waktu yang mencoba memisahkanku darimu, Angkasa.

Sukses kamu di sana. Buat ibumu bangga melihatmu memakai toga kelak. Batinku. Tanpa sadar, kini aku sudah tertidur lelap sesaat sebelumnya menguap.

🌛🌜

Gimana chapter satunya? Lanjut gak nih? Comment aja lah yak:3

Langit Bercerita | MSS 1 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang