2. Pesta Dansa

389 40 7
                                    

Ae POV

Jujur saja kejadian tadi siang dikampus membuat jantungku berdegup kencang. Pete temanku anak kelas Internasional mendadak mengajakku menjadi pasangan dansanya. Teman-teman club sepakbola sampai heboh dan berkali-kali meledekku ketika Pete menyerahkan kartu undangan pesta dansa padaku. Jujur saja aku merasa malu karena diriku yang serba biasa ini diundang kesebuah pesta dansa megah dimana orang- orang kaya itu berkumpul.

Aku tahu Pete adalah tuan muda kaya raya yang sejak kecil tinggal dilingkungan berbeda denganku. Tiga tahun pertemanan kami dari situlah kadang aku merasa tak enak padanya. Berkunjung kerumah Pete yang megah itu, bertemu Mamanya, dijemput dengan mobil oleh Pete ketika nongkrong semua itu kadang membuat diriku menciut. Pemuda berkulit putih, bersih, dan tinggi itu memang terlalu baik padaku. Akhirnya aku menyetujui dan hanya pasrah ketika Tin datang bersama make up artis dan membawa baju yang harganya mungkin sama dengan kamar asramaku bersama Pond.

"Ngapain kamu kesini?? " kataku ketus melihat Tin datang bersama beberapa orang dan membawa beberapa alat yang kuduga itu baju dan peralatan makeup.

"Tentu saja membuatmu jadi Pangeran Malam ini pendek !!" balasnya tak kalah ketus sambil sembari tersenyum sinis.

Segera saja orang-orang itu masuk termasuk juga Tin. Untung saja kamar asrama tadi baru kubersihkan dan Pond si tukang ulah itu lagi balik ke kampung halamannya. Tin hanya bersedekap sambil melihat kamarku. Bola matanya mengamati seluruh ruangan dan terlihat jijik ketika melihat poster di atas dinding kasur Pond.

"Kau tak risih melihat temanmu yang memasang gadis telanjang itu? " Tin berdiri tepat di depan tempat tidur Pond dan aku hanya meliriknya sekilas.

"Bahkan hampir tiap hari dia menonton video porn" jawabku datar sembari duduk saat 2 orang ladyboy mempersilahkan aku duduk tepat di depan kaca besar yang mereka bawa. Selama hampir 30 menit aku dan Tin hanya berdiam. Hubungan kami memang tak baik, bagiku Tin berbeda dengan Pete. Meski mereka sama – sama orang kaya Tin lebih menunjukkan sikap angkuhnya. Meski kami tak begitu akrab tapi lambat laun dia menunjukkan rasa baiknya sebagai teman meski terkadang mulut pedasnya itu tak mau berhenti.

"Oh iya Ae jika nanti kamu terpilih menjadi kandidat Raja Dansa apakah kamu mau berdansa dengan perempuan alumni SMAku???" akhirnya Tin berucap ketik kami duduk berseberangan. Dia juga dimakeup dan sudah memakai jas lengkap.

"Tentu saja aku mau. Sekolahmu kan terkenal dengan murid –murid cantiknya. Tapi aku tak bisa berdansa Tin" balasku sambil tertawa.

"Sebenarnya poin penting penilaian Raja dan Ratu Dansa bukan dari segi dansanya tapi seberapa menariknya dirimu malam ini" balasnya.

"Kalau dari sisi menarik bukannya Pete dan kamu Tin yang bakal bersaing?? Hahaha kalian kan duo tampan"

"Sepertinya malam ini bakal ada yang patah hati deh"

Aku menengok ke arah Tin bingung. "Sudahlah lupakan. Dasar tak peka" balasnya sambil memainkan ponsel.

.

.

.

.

Reuni SMA Tin dan Pete sangat meriah dan megah. Aku berusaha menutupi betapa menakjubkannya pesta di ballroom hotel bintang 5 ini. Tin sebagai peraih Raja Dansa tahun lalu mengenalkanku kepada para perempuan yang menurutku malam ini mereka seperti seorang putri cantik. Sampai kami menuju ketempat Pete dan Can. Seperti biasa Can mengoceh tak jelas pada Tin dan merengek rengek seperti anak kecil. Sementara Pete dia terlihat tampan dan imut malam ini.

"Pete kau terlihat tampan hari ini" kataku.

"Kau juga Ae sangat tampan malam ini" balasnya sambil tersenyum. Mata kami saling berpandangan dan aku membatin pria setampan Pete kenapa harus disakiti oleh seorang lelaki.

Bersenja gurau (ON-GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang