Wali Paidi 16 ,Wali Paidi duduk dengan tenang. Ia mengambil secangkir kopi yang ada di sampingnya. Dengan perlahan, dia melanjutkan menghisap rokok mastna wastulasta wa ruba’a (234, Dji Sam Soe)-nya. Santai, angin semilir menerpa wajahnya.
Setelah kebul rokoknya habis, Wali Paidi berada di atas menara Masjid Kudus, yakni masjid peninggalan Sayyid Jafar Shodiq bin Ustman Haji, Sunan Kudus. Wali Paidi membasahi mulutnya lagi dengan kopi seperti orang berkumur. Mulailah dia tawassulan.
Ketika Fatihah pertama dibaca, angin dengan sangat perlahan mulai berhenti. Khusyuk, Wali Paidi mulai membaca wirid-wirid khusus amalan thoriqoh yang dianutnya. Suasana jadi hening, seakan bumi dan seluruh hawanya berhenti. Syahdu.
Ketika itulah sifat asli Wali Paidi perlahan hilang berganti sifat mulia guru mursyidnya. Dan dengan perlahan sifat gurunya juga mulai hilang berganti sifat ilahiyyah. Di sini Wali Paidi merasakan ketenangan yang begitu luar biasa, seakan Wali Paidi berada di dalam lautan yang begtu luas.
Sirr Wali Paidi keluar dari tubuhnya, melayang-layang ke angkasa. Wali Paidi bisa melihat tubuhnya yang sedang duduk ditas menara. Sirr Wali Paidi terus melayang mengitari kota Kudus, dan mulai terdengarlah sebuah tangisan yang begitu menyayat hati.
Sirr Wali Paidi mengikuti dari mana asal suara itu. Sirr Wali Paidi turun mendekati keranjang sampah. Dari situlah asal suara tangisan suara itu berasal. Sirr Wali Paidi makin mendekat. Di lihatnya, yang menangis ternyata bukan manusia, tapi kulit semangka. Masyaallah.“Mengapa kamu menangis?” tanya sirr Wali Paidi.
“Aku sedih, ketika aku tumbuh besar dan terasa manis, aku diambil oleh petani dan dijualnya. Aku begitu senang bisa membahagiakan para petani. Tapi ketika mau dimakan, aku ditinggalkan dan dibuang, hanya isinya yang dimakan. Aku merasa tidak ada manfaatnya,” jawab kulit semangka, bukan tenang malah menangis lagi. Dalam hati, Wali Paidi ingin memberinya rokok Samsu, “tapi, ah ini kan semangka, dari mana dia akan menghisap rokokku?” batinnya.
“Jangan bersedih, aku akan kembali lagi ke sini,” kata sirr Wali Paidi setelah gumam memberinya rokok pasti tidak akan berguna dan tentu ditolak si semangka. Cup cup kang Semangka!
Secepat kilat, sirr Wali Paidi kembali ke tubuhnya. Sehabis mengambil rokoknya Wali Paidi turun dari menara dan pergi ke tempat kulit semangka yang dilihat tadi. Ia masih ingat betul bahwa keranjang sampah itu berada di halaman sebuah masjid yang berada di tengah Kota Kudus.
Setelah sampai lokasi adik Semangka, Wali Paidi langsung menuju keranjang sampah itu, dan mulai mengais-sampah. Wali Paidi tersenyum serta sumringah ketika ia menemukan kulit semangka itu. Begitu lahapnya dia memakan kulit semangka itu. Orang-orang yang lagi tadarusan di dalam masjid heran melihat tingkahnya tentunya.
“Oh, ternyata orang gila tho,” bathin mereka. Wali Paidi dianggap gila oleh mereka.
Kulit semangka belum rampung dikunyah Wali Paidi, namun ia buru-buru pergi meninggalkan masjid. “Mungkin beginilah yang dialami oleh Imam al Ghazali yang pada waktu itu terkenal dengan tirakat doyan memakan kulit semangka yang dicarinya di keranjang-keranjang sampah,” Wali Paidi hanya membatin betapa Imam Ghazali sangat mengenal sirr nya
Sumber: Facebok.com
BERSAMBUNG,.
Tags: #Kisah Wali Paidi #Wali Paidi 16
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH WALI PAIDI 1 - 40 (Full Episode)
Mistério / SuspenseWali paidi adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, dia anak terakhir, kakaknya yg pertama namanya sholeh dan sekarang dia jadi kiai di daerah Kediri, punya pondok salaf kecil, yg hanya ramai ketika bulan ramadlan, sudah menjadi budaya kalau bulan r...