"Astaghfirullah, Wafeesha, makannya pelan-pelan, nak! Kamu bisa keselek nanti!"
Wafeesha, gadis itu hanya bisa nyengir tatkala mamanya, Miati, menegurnya.
"Kalo urusan makan Wafeesha nggak bisa pelan-pelan, mah! Apalagi kalo lagi makan masakan mama, nggak ada jaminan kalo Wafeesha bakalan berhenti."
Kepala Miati menggeleng. Tak habis dengan putrinya ini.
"Pantasan aja badanya kayak bola, makannya nggak kekontrol! Kalo begini, gimana ceritanya bisa dapat pacar yang ganteng, kayak personil BTS itu? Siapa lagi yah namanya, Kim Sendok Jin?"
Wafeesha menggeram kesal karena kelakuan kakaknya, Wafeesha yang sama sekali tak bisa dikontrol. Mata Wafeesha mendelik kesal. "Ish, mas Wafda! Namanya Kim Seok Jin, bukan sendok jin!"
Wafda mengibaskan tangannya. "Terserah kamulah, dek! Cepat habiskan sarapannya, kita mau berangkat sekolah!"
"Mas nggak sarapan?", tanya Wafeesha kemudian.
"Ini baru mau sarapan."
Wafeesha mendengus. "Sendirinya juga baru mau sarapan, kenapa Wafeesha yang disuruh buat cepet-cepet."
"Sengaja, dek. Biar kamu nggak kebanyakan makan. Udah nambah tiga kali lho kamu."
"Biarin, mama aja nggak papa."
Wafda memutar matanya malas. Susah jika harus memisahkan Wafeeshaa dengan masakan ibu mereka. Ckckck!
***
Ckiettt!
Motor yang dikendarai oleh Wafda berhenti begitu saja dipinggir jalan.
"Motornya kenapa, mas?", tanya Wafeesha yang duduk dibelakang Wafda.
"Nggak tau juga, dek! Mas cek dulu, yah!"
Wafeesha memilih turun dari motor, sebab Wafda mau mengecek motor mereka. Dengan helm yang masih nangkring dikepalanya, Wafeesha dengan sabar menunggu Wafda yang sibuk mengecek kondisi motor yang mereka kendarai.
Wafda berdecak kesal. "Ban motor mas kempes, dek!"
Mata Wafeesha membulat. "Serius, mas? Jadi gimana, dong?"
"Ya, harus dibawa ke bengkel. Gara-gara kamu sih, dek! Bobot kamu kegedean, jadi kempes kan ban motornya."
Wafeesha langsung melayangkan protes. "Yee, enak aja nyalahin Wafeesha. Biar berat-berat begini nggak bakalan motor langsung kempes, mas."
"Iya, iya. Mas minta maaf. Coba deh kamu tanya sama ibu itu, bengkel paling dekat disini ada dimana."
Wafeesha mengangguk. Ia pun menghampiri ibu yang berjualan di warung pinggir jalan.
Eh, tunggu! Perasaan, Wafeesha kenal ibu yang tengah berjualan itu.
Ibu itu 'kan ibu Nina, yang juga jualan didepan sekolahnya.
"Eh, neng Feesha! Tumben pagi-pagi mampir kesini! Biasanya juga pulang sekolah baru jajan disini."
Dahi Wafeesha mengerut dalam. Sejak kapan warung ibu Nina berpindah tempat dari depan sekolah, ke pinggir jalan ini? Apa iya warung ibu Nina punya kaki buat berjalan kesini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana
Teen FictionWafeesha sudah lama menyukai Joshua. Tapi masalahnya, Joshua tak pernah bisa melihat kasih sayang yang Wafeesha berikan padanya. Karena bagi Joshua, Wafeesha itu bagai makhluk asing yang ditinggalkan koloni-koloninya. "Ini perasaan cinta, bukan amb...