"ADUH!"
Wafeesha memekik kencang saat seorang laki-laki menabraknya, membuat kantung kresek yang ia bawa dengan susah payah. Akibatnya, belanjaan dalam kantung kresek tersebut terjatuh dan keluar dari sana.
Bahkan, susu kaleng yang ia beli sudah menggelinding entah kemana, bahkan coklat yang ia akan berikan pada Joshua sudah diinjak seenak jidat oleh si 'penabrak' itu.
Wafeesha menatap pria jangkung itu dengan tatapan kesal. "Kamu ini! Main tabrak-tabrak orang seenak udel! Ganti rugi!", tuntut Wafeesha dengan mata melotot.
Laki-laki yang menabraknya menatap Wafeesha remeh. Dan, sebuah tawa sumbang memenuhi indra pendengaran Wafeesha detik itu juga.
"Lo anak SMA Bratahadi? Berarti lo satu sekolah 'kan sama Arif dan juga...Joshua?" Seringai kejam muncul diwajah lelaki yang tak dikenal Wafeesha itu.
Dengan polosnya Wafeesha menganggukkan kepalanya, setelahnya matanya memicing, menatap pria itu. "Kenapa kalo satu sekolah sama Arif dan Joshua? Mereka lawan tawuran kamu?", tanya Wafeesha enteng, seolah tak takut dengan lawan bicaranya itu.
Arif yang sibuk mengejar lelaki yang tengah ngobrol dengan Wafeesha itu hanya mengepalkan tinjunya. "Gue harus siap-siap maju, seandainya tuh bangsat mau nyelakain Wafeesha!" Mata elang Arif terus memandangi kedua orang berbeda sifat itu.
Lelaki itu menarik paksa kerah seragam sekolah Wafeesha. Membuat Wafeesha memekik tertahan, dengan kedua mata melotot. Jangan lupakan belanjaannya sudah jatuh dan berantakan.
"Kalo Arif dan Joshua adalah musuh gue, berarti lo juga musuh gue!"
Wafeesha berusaha nampak tenang. Wajah tengil pria itu ingin sekali ia beri bogeman. Tapi, ia sabar dulu. Ia ingin lihat sampai mana si pengecut ini akan terus menakutinya.
"Joshua dan Arif musuh kamu, aku juga, yah? Berarti, kamu setan, dong? 'Kan musuh aku itu setan. ", ujar Wafeesha enteng, seolah lelaki itu tak tersinggung dengan ucapan yang ia keluarkan.
"Cewek sialan!" Lelaki bertubuh jangkung itu melepas cengkramannya pada kerah seragam Wafeesha.
Tangannya mulai bergerak memberi pelajaran pada Wafeesha. Tapi, gerakan reflek Wafeesha masih bagus.
Ia memelintir tangan lelaki kurang ajar itu dengan sepenuh hati.
"LEPASIN GUE!"
Teriakan laki-laki itu mengundang perhatian pembeli sekitaran area minimarket.
Beberapa ibu-ibu memekik melihat aksi Wafeesha yang main pelintir-pelintir tangan anak badung itu.
"Lepasin gue!" Lelaki badung itu terus meronta agar Wafeesha melepas pelintiran tangannya. Karena jujur saja, tangannya sudah mulai nyeri.
"Jangan pernah berpikir bahwa perempuan itu lemah dan bisa dipukuli sesuka hati kamu!" Wafeesha melepaskan pelintirannya, lalu mengamati lelaki badung itu dengan tatapan tajam.
Ringisan tak hentinya keluar dari mulut si lelaki badung. Dan Wafeesha tetap menatapnya tajam.
"Memang pantas kamu memiliki musuh, sikap kamu nggak ada benernya!", ejek Wafeesha lalu memunguti barang belanjaannya. Setelah selesai ia melenggang meninggalkan lelaki badung itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana
Teen FictionWafeesha sudah lama menyukai Joshua. Tapi masalahnya, Joshua tak pernah bisa melihat kasih sayang yang Wafeesha berikan padanya. Karena bagi Joshua, Wafeesha itu bagai makhluk asing yang ditinggalkan koloni-koloninya. "Ini perasaan cinta, bukan amb...