Hyuuga Hiashi

268 30 1
                                    

Udara malam yang dingin dan sunyi begitu mencengkram bahkan hewan-hewan malampun tak berani mengeluarkan suarannya, Hanabi menatap sosok itu dengan dengan perasaan senang, sedih, marah, kecewa, rindu dan semuanya bercampur menjadi satu. Akan tetapi, Hanabi takut bahwa sosok yang membuatnya nyaman dan selalu menjadi panutan dirinya untuk menjadi kuat pergi meninggalkan dirinya sekali lagi.

Bagi Hanabi sosok yang ada dihadapannya begitu ia rindukan bagaimana tidak, mata yang dimiliki olehnya sangat mirip dengan milik ibu dan kakaknya. Dua orang yang sangat dicintainya hingga bisa-bisanya Hanabi melupakan keduanya karena tekanan yang ia rasakan dari para tetua Hyuga dan Konoha serta ayahnya yang berkata bahwa dirinya tak akan boleh masuk kedalam akademik karena harus menjalani latihan.

Hanabi tiba-tiba saja langsung memeluk gadis yang ada dihadapannya dengan berurai air mata yang membasahi pipinya, sedangkan gadis yang ada di hadapannya hanya membalas pelukan Hanabi sembari membelai rambut coklat panjang milik Hanabi dengan perlahan-lahan.

Hanabi mengeluarkan seluruh isi hatinya yang menjadi beban selama ini, dan perlahan – lahan Hanabi merasakan beban berat yang dipikulnya kini mulai menghilang seakan – akan semunya menjadi ringan bahkan apa yang mengganjal dihatinya kini hilang bersama keraguan akan sosok yang di hadapannya.

Perlahan tubuh Hanabi melemas dan dirinya mulai merasa kantuk yang berat, matanya pun terasa begitu berat sehingga membuat Hanabi memejamkan matanya dengan perlahan-lahan dan akhirnyapun Hanabi tertidur. Perempuan itu membaringkan tubuh Hanabi dengan perlahan-lahan setelah itu ia duduk di samping Hanabi sembari mengecup dahi Hanabi yang tertutup oleh helaian rambut, setelah itu ia meletakkan sebuah surat pada genggam tangan Hanabi dan melirik sedikit kebelakang dan pergi begitu saja tanpa meninggalkan sebuah jejak sama sekali.

Hiashi memperhatikan Hanabi yang tengah berlatih di tengah malam yang sunyi dan dingin dari jarak yang cukup jauh sembari menekan cakranya suapaya tak ada yang menyadari kehadirannya, ia akui bahwa dirinya sangat khawatir jika putri kecilnya itu dalam kondisi yang tertekan. Hiashi akui bahwa ia agak sebal dengan perintah para tetua yang mengharuskan Hanabi menjadi yang sempurna untuk klannya, bahkan para tetua menyuruhnya mengajari Hanabi untuk bertarung saat usianya 2 tahun.

Hiashi melihat Neji yang mencoba menyerang Hanabi, ia langsung bersiap untuk melindungi putrinya namun ia urungkan saat Neji tiba-tiba saja tergeletak begitu saja. Hiashi bahkan tak bisa bergerak saat menatap putrinya tengah memeluk seseorang yang ia tak tau apakah ia seorang pria atau wanita.

"Aku merindukan mu, sangat merindukan mu hiks... Tak taukah kau bahwa aku tersiksa disini hiks... Tak ada satupun orang yang hiks mempedulikan aku selain dirimu hiks..... Bahkan aku tau kalau dirimu saja yang selalu mengawasiku dan melindungiku dari jauh hiks... hiks... " ujar Hanabi sembari menangis tersendu – sendu .

Hiashi hanya bisa terdiam saat mendengarkan ucapan Hanabi yang begitu panjang dan lebar membuat hatinya begitu sakit dan sesak yang seolah – olah ada tangan yang tak kasat mata tengah meremas – remas hatinya, Hiashi juga merasa telah gagal menjadi seorang ayah yang bisa melindungi putri semata wayangnya.

Hiashi melihat orang itu meninggalkan Hanabi dan Neji yang tergeletak begitu saja langsung membuat sebuah bunshin untuk membawa putrinya dan keponakkannya pulang kemasion Hyuga. Saat menggendong Hanabi, Hiashi menatap lekat-lekat putri semata wayangnya dengan tatapan melembut dan penuh dengan kerinduan.

Hiashi menurukan Hanabi dengan perlahan supaya Hanabi tidak terbangun dari tidunya, saat ingin kembali Hiashi berhenti sebentar karena pajangan foto istri dan putri sulungnya yang saat itu usianya belum genap tiga tahun. Hiashi menatap foto itu dengan rindu dan rasa bersalah.

Time for the moon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang