"Ini a-pa,"
Terdengar suara 'sesuatu yang jatuh' dari arah dapur dan Renjun segera menghampirinya.
"Ya ampun, sayang..." keluh Renjun dengan berusaha tersenyum, tentunya sambil menggendong Luxiao dan membawanya ke sofa.
Belum 10 detik Renjun mendudukkannya di sofa, anakmu dan Renjun sudah kembali beranjak dari sofa dan kali ini menuju ruang keluarga.
Renjun berlari menangkap Luxiao, mencegahnya berbuat nakal.
Namun apa yang dilihatnya membuat Renjun semakin teruji kesabarannya."Luxiao, sayang. Tidur ya? Udah malam. Besok lagi mainnya, ya?"
Luxiao hanya melanjutkan aktivitasnya, yaitu membanting- banting telepon rumah.
Dengan sigap, Renjun mengangkat Luxiao dan membawanya ke kamarmu dan Renjun.
Luxiao tampaknya tidak percaya, bahwa ayahnya bisa tegas juga. Raut wajahnya yang ingin menangis, membuat Renjun cepat- cepat membaringkannya di ranjang milik Luxiao dan mematikan lampu."HWAAAA.." Tangisan Luxiao tiba- tiba menggelegar dan menyebar ke seluruh penjuru rumah, membuat kamu yang asik tertidur terpaksa membuka mata dan mencari sumber suaranya.
Renjun yang kebingungan malah masuk ke dalam selimut dan bertindak pura- pura tidak tahu.Kamu hanya menghela nafas, menyalakan lampu dan menenangkan Luxiao yang masih saja meneriaki mainannya, telepon rumah.
***
Suara burung yang bercicit membuat Renjun terbangun dari tidurnya. Wajahnya pucat, Ia tidak kuat untuk bangkit dari tempat tidur.
"S-sayangh-" panggil Renjun dengan nada 'aneh' yang membuatmu kaget.
"K-kenapa, sayang? M-masih pagi, jangan minta yang aneh- aneh.." jawabmu sambil membalikkan badan dari Renjun dan menutup muka dengan selimut."Bukan, badanku-"
"panas..banget," lanjutnya sambil terbata- bata.Kamu segera menghadap ke Renjun dan menempelkan punggung tangan ke dahi Renjun.
"Iya, panas.."
Kamu bangkit dan segera mengambil termometer dan kompres.
"Ini, coba di cek dulu," katamu sambil memberikan termometer tersebut ke suamimu.
Sambil memeras kain kompres, kamu teringat bahwa sarapan belum siap.
Dengan cepat, kain kompres itu ditempelkan ke dahi Renjun dan terdengar ringisan Renjun yang mungkin 'agak' kaget dengan suhu dingin air.Di dapur, kamu membuatkan bubur untuk Renjun, dan menyiapkan susu untuk Luxiao.
"Dimakan ya, hm? Pasti demam ya.."
Termometer menunjukkan angka 39.2, menandakan bahwa demam Renjun memang tinggi.
Renjun mengangguk lemah dan tampak terpaksa memakan sendok demi sendok bubur. "Karna pagi ini belum kisseu, mungkin. Jadi demam," ujar Renjun sambil tersenyum.
Kamu pun ikut tersenyum dan segera mengecup pipinya. "Nggak ada hubungannya sih, sayang." katamu.
"Lagian kemaren abis ngapain, sih? Kok pulangnya basah gitu?" tanyamu sambil menyuapi Renjun.
"Aku main hujan- hujanan, hehe."
Kamu memutar bola mata, sering banget Renjun bertingkah kayak anak kecil."HWAAA.."
Luxiao kembali meneriakkan telepon kesayangannya, kamu segera menghampiri Luxiao dan menggendongnya.
"Sst, Luxiao sayang. Papa lagi sakit, jangan nangis ya?" katamu pelan sambil mengusap rambut Luxiao.
Tiba- tiba, Luxiao terdiam dan menoleh ke arah Renjun, papanya.
"Paa-pa, sakit a-pa?" tanya Luxiao dengan ekspresi polosnya.
Renjun menatap anaknya penuh dengan kasih sayang, menjelaskan kondisinya.
Mungkin Luxiao belum mengerti, namun kamu dan Renjun memang harus sabar menghadapinya.
"Tu-run, turun." Luxiao memberontak ingin turun dari gendonganmu, dan segera berjalan menghampiri Renjun yang sedang menatap Luxiao."Pa-pa, jangan sa-kit,"
"Ma-af, papa. Sakit naa-kal, nakal."
Luxiao menepuk-nepuk pelan tubuh papanya. Renjun yang memandangi tangan mungilnya, segera meraih dan mengecupnya."Iya, sayang. Sakitnya nakal. Luxiao jangan nakal juga ya? Biar sakitnya nggak ikut-ikutan,"
Luxiao awalnya hanya terdiam dengan raut wajah tidak mengerti, namun akhirnya mengangguk.
"Pa-pa, ma-ma, sa-yaang," katanya sambil berusaha meloncat namun hanya bisa terjatuh. Kalian berdua melihatnya sambil tertawa bersama.***
"Inget kan? Waktu masih bandel- bandelnya," kata Renjun sambil menepuk pelan pundak Luxiao.
"Inget. Kasian ya papa mama waktu itu." jawab Luxiao sambil terus berjalan didampingi kamu dan Renjun.
"Jangan kayak dulu lagi ya, mainannya telepon rumah. Padahal banyak mainan lain loh, " timpalmu sambil tertawa mengingat kejadian itu.Luxiao juga ikut tertawa, walaupun mungkin Ia tidak ingat masa itu.
"Udah sampai nih, dah Luxiao. Belajar yang rajin, hm?"
Renjun dan kamu mengecup pipi Luxiao, dan melepas genggaman tangan darinya.
"Um, papa, mama."
Kalian berdua menoleh bersamaan."Makasih ya," kata Luxiao sambil berlari menuju gerbang sekolah, karena ini adalah hari pertamanya masuk sekolah.
Kamu dan Renjun menatapnya bahagia, berharap Luxiao akan tumbuh menjadi anak yang selalu ceria dan tentunya tidak membanting-banting telepon rumah lagi.♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
marriage life - with nct dream
Romancemarriage life with nct dream?! yang bener aja, thor! bener kok, disini kalian dapet peran jadi istrinya para cowo cowo nct dream :))