PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Kegombalan) #O3
Edisi: Pengauditan dan Asurans
RenjunAnakAkuntansi!AU
JaeminAnakHukum!AU✨. Warning: Konten berisikan istilah-istilah dalam Audit dan Asurans.
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Selama empat tahun Renjun menjalin hubungan romansa dengan Jaemin, mungkin ini kali pertama ia mengumpamakan hatinya seperti terkoyak hingga ruyak. Bukan karena peringai Jaemin yang burukㅡmustahil karena Jaemin selalu memperlakukannya dengan penuh puja dan cintaㅡtetapi karena guyonan salah satu karibnya yang sungguh menohok.
“Jaemin selalu menunjukkan perasaannya secara terang-terangan. Tapi aku jarang sekali melihatmu seperti itu pada Jaemin.”
Lee Donghyuck dan penuturan tajamnya.
Tentu saja Renjun lebih dari sekadar paham bahwa penuturan Donghyuck sebatas gurauan yang tak seharusnya membuat pikirannya runyam. Tetapi, apa daya? Kendati sangsi, hati kecil Renjun mengamini dakwaan Donghyuck atas dirinya yang tidak pernah memberikan respons positifㅡapalagi sampai menginisiasi perilaku manisㅡterhadap afeksi yang Jaemin curahkan secara detail dan terbuka.
Satu hela napas berat lolos dari kedua bilah tubir sang pemuda Huang. Iris karamelnya bergerak gusar; sukar untuk menentukan poros atensi kala hatinya dilanda puspas dan … perasaan bersalah?
Ingatan segar akan bagaimana seorang Na Jaemin memperlakukannya pun menghujani pikirannya. Bagaimana Jaemin selalu mengingat hari jadi keduanyaㅡbahkan lengkap hingga jam dan menitnya, menggunakan tanggal lahirnya sebagai password apartemen dan gawainya, mencari silabus mata kuliahnya dan memindainya agar tetap mampu menjaga konversasi dengan dirinya, hingga merelakan jam tidurnya terusik demi menjaga dirinya yang tak jarang terserang insomnia.
Tolong jangan tanyakan hal lainnya, karena sungguh, Jaemin telah berkorban terlalu banyak demi dirinya.
“Boo? Rupanya kamu di sini. Aku memanggilmu sejak tadi.” Bahkan, teguran halus Jaemin hari ini terdengar begitu berbeda. Membuat hatinya semakin teriris dan dilingkupi perasaan bersalah yang tak menentu.
Renjun yang kala itu tengah berbaring pun segera menegapkan posturnya, melangkah mendekat menuju sang pemuda Na yang tampak bimbang. Alih-alih menghambur memeluk figur Jaemin, Renjun justru menghentikan langkah saat jaraknya dengan ambang pintu tinggal satu depa lagi.
Bibir Renjun berkedut, berusaha keras menangkal perasaan getir juga kelam kelabu yang tengah menginvasi dirinya. Praktis membuat Jaemin hampir kelimpungan manakala riak hangat mulai merebak di sudut mata sang pujaan hati.
“Astaga, ada apa, Boo? Kenapa tiba-tiba menangis, hm?” tanya Jaemin sesaat setelah mengikis jarak antara keduanya dan membawa Renjun dalam rengkuh hangat yang menangkan.
Senyap. Tidak ada isakan yang lolos dari bibir Renjunㅡtampaknya sang pemuda Huang tengah menggigiti pipi bagian dalamnya agar mampu meredam tangisannya. Sementara Jaemin masih dipasung kebimbangan yang barangkali membuatnya tak bisa menenangkan Renjun dengan untaian kalimat, kecuali kecupan-kecupan ringan yang ia jatuhkan di kedua kelopak mata Renjun yang tengah terkatup rapat.
“Kita pindah, ya?” Sesungguhnya pertanyaan Jaemin tidak lebih dari sekadar peringatan bagi sang pemuda Huang agar menumpukan beban tubuhnya pada sang pemuda Na. Kedua kuasa juga tungkai jenjang Renjun melingkari postur tegap Jaemin secara instingtif, membiarkan dirinya menempeli Jaemin bak koala. Tentu saja Jaemin tidak keberatan; hal ini justru apa yang diminta olehnya.