𝘴𝘰𝘭𝘦𝘭𝘺 𝘧𝘰𝘳 𝘑𝘢𝘦𝘮𝘪𝘯 𝘢𝘯𝘥 𝘙𝘦𝘯𝘫𝘶𝘯, 𝘧𝘪𝘤𝘵𝘪𝘰𝘯 𝘱𝘶𝘳𝘱𝘰𝘴𝘦 𝘰𝘯𝘭𝘺.
written by: Teteh (mononoona.)
✦✦✦
"Dia terus mengirimiku pesan di pagi hari dan dia mengajakku untuk menonton bersama di akhir pekan ini! Bukankah dia benar-benar manis?"
Renjun menangkup kedua telapak tangannya, esem manisnya melekat sempurna sejak awal ia mengurai cerita. Paripola yang menyuratkan jika si pemuda penyandang marga Huang ini tengah kasmaran. Akan tetapi dalam kurun waktu satu menit, Renjun tidak kunjung mendapat tanggapan dari sang lawan bicara. Praktis membuatnya menyikut lengan atas sesosok pemuda lain yang tengah membaca buku Business Analysis and Valuation karya Krishna G. Palepu dengan khidmat, penaka tidak terusik dengan kisah kasih sang pemuda Huang.
"YAH! Apa kamu tidak mendengarkanku, Tuan Pintar Na Jaemin?" hardik Renjun dengan suaranya yang kian melengking.
"Dia mengirimmu pesan dan mengajakmu berkencan di akhir pekan. Oke, jadi bagian mana yang aku lewatkan?" tanya Jaemin tanpa mengalihkan atensinya barang seuntil pun dari buku valuasi bisnis yang baru saja ia pinjam dari perpustakaan.
Renjun mendengus, sedikit banyaknya merasa dunia tidak adil karena ia selalu gagal menyudutkan Jaemin. Well, bahkan Renjun tidak pernah menang melawan Jaemin dan dominasinya.
Jangan salah kaprah.
Jaemin merupakan tipikal sahabat yang tenang, selalu mendengarkannya dengan baik, dan tentu, memberikan nasihat yang baik pula. Jaemin selalu menjadi rumah ramah yang menenangkan bagi Renjun.
Entah Dewi Fortuna mana yang menghampiri dan memberkati Renjun sehingga dirinya memiliki Jaemin sebagai sahabatnya sejak dirinya mengecap udara Seoul pertama kalinya di umur tiga belas. Bersua dan berbagi suka juga duka saban harinya, sampai keduanya kini berusia dua puluh.
Terlarut dalam kilas balik persahabatan keduanya membuat Renjun terkikik geli. Lantas ia pun menumpukan kepalanya pada bahu tegap Jaemin, sembari sesekali mengurai tawa serenyah kukis.
Persis kucing kecil, kalau Jaemin boleh berpendapat.
Jaemin mengulas esem tipis pada romannya, mengusak surai gulali sang pemuda Huang. "Ada apa? Kenapa tertawa sendiri?"
"Kenapa?! Memangnya tidak boleh?!" sungut Renjun.
"Nanti kalau orang yang menyemangatimu tadi pagi melihatmu seperti ini, dia akan cemburu. Aku yang kena imbas," tutur Jaemin sembari mengedikkan kedua bahunya malas.
"Hentikan itu! Aku tidak suka idenya ...," elak Renjun dengan kening yang mengernyit tak suka, "lagipula dia tidak mungkin cemburu pada sahabatku sendiri."
Dan penuturan akhir Renjun membuat kekosongan menyerbu sang pemuda Na tanpa permisi.
✦✦✦
Atmosfer senyap yang melingkupi area kubikus perpustakaan Fakultas Ekonomi selalu menjadi alasan utama Jaemin lupa akan ihwal lain di luar tugas dan tuntutan proyek yang aktif ia ikuti. Bagi Jaemin, tingkat efisiensi dan produktivitasnya meningkat lebih tajam jika dirinya menghabiskan waktu di perpustakaan daripada di tempat lain.