Chapter 24

159K 14.5K 1.8K
                                    

Mood-ku sudah jauh lebih baik, terima kasih atas cokelat yang diberikan Pak Gemintang, bukannya sedih justru aku sekarang sedang berbunga-bunga. Waktu pulang sudah lewat satu jam yang lalu tapi aku tetap stay di kantor karena tak ingin pulang bersama para staff lainnya disaat wajahku tak layak untuk dipandang. Aku menelungkup sejenak di meja kantor sembari memperhatikan note yang ditempelkan Risa di papan mejaku.

"Hindari Pak Gemintang setiap hari kamis."

Lucunya, justru aku bersyukur bisa bertemu Pak Gemintang di hari kamis ini. Jika tanpa beliau hadir tadi di pinggir jalan mungkin aku masih menggalau dan pekerjaanku kacau balau. Aku menuju sofa dan merebahkan tubuhku, masih jam lima aku bisa beristirahat sebentar.

Lagi-lagi air mataku jatuh padahal aku sedang tidak memikirkan Rijal, sambil melamun menatap para staff lain berlalu lalang lewat jendela lebar di ruangan, kumakan sisa cokelat pemberian Pak Gemintang hingga tersisa satu bar. Ruangan dingin ber-ac membuatku mengantuk, mungkin aku terlalu capek jiwa dan raga.

Mbak Nisa, Laura dan Risa sudah pulang sisa aku seorang diri di ruangan ini tapi di luar masih ramai. Aku melihat para OB yang mulai melakukan tugas akhirnya di luar ruangan. Melihat itu semua membuat mataku semakin berat. Kuputuskan tak ada salahnya untuk tidur sebentar sebelum pulang.

*

Tidurku cukup pulas hingga sama sekali aku tak mendapatkan mimpi apa-apa. Leherku agak sedikit pegal karena berada di posisi yang sama untuk beberapa lama. Kulihat ponsel yang menunjukan pukul setengah tujuh malam. Lampu luar sudah dinyalakan dan suasana sudah tak seramai tadi sore.

Rasa nyaman dan hangat membuatku malas untuk bangun, kutarik selimut agar yang menutupi tubuhku, wangi yang familier dan memabukkan membuatku ingin kembali tidur dan bermimpi.

Eh, tapi tunggu dulu. Seingatku aku tak menggunakan selimut dan ini adalah kantor, memangnya selimut apa yang kugunakan. Kulihat jas hitam kini meneyelimuti tubuhku dengan hangat. Sepatu hitam high heels-ku terlepas dari kaki dan terpajang rapi diujung sofa.

Aku bangun melihat ke kiri dan kanan tapi tak menemukan siapa-siapa. Di luar ruangan para karyawan dan OB sibuk sendiri-sendiri. Aku menahan seorang OB yang lewat.

"Tadi ada yang masuk ruangan ini?" Wajahnya terlihat bingung.

"Nggak ada sih mbak, soalnya Pak Gemintang ngelarang setiap orang untuk masuk bahkan OB yang mau beres-beres pun dilarang masuk sampe jam delapan nanti ...."

"Siapa?"

"Pak Gemintang, bapaknya tadi masuk sebentar terus keluar lagi." Aku melirik jas hitam di tanganku dan tak lupa mengucapkan terima kasih pada OB tersebut, kurapikan meja sebentar untuk bersiap pulang.

Bersamaan dengan aku keluar dari ruangan, banyak orang keluar dari ruang rapat sebelah. Wajah-wajah mereka terlihat muram membuatku bertanya-tanya apa yang terjadi. Salah satu staff lantai ruangan seberang yang kuingat bernama Siska terlihat hampir menangis dan sedang ditenangkan oleh beberapa temannya. 

Rasa penasaranku  terjawab sudah ketika melihat seorang pria keluar paling akhir dengan wajah datarnya. Sepertinya ia juga melihatku, tatapannya turun pada jas yang sedang kupegang. Pak Gemintang menggerakan kepalanya menyuruhku untuk mengikutinya ke dalam lift dan aku tentu saja dengan patuh mengikuti beliau dari belakang.

Bagaimana, Pak? (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang