Chapter 29

164K 13.8K 1.1K
                                    

"Oke fine, Ayasha Ruri Arundaya, will you marry me?"

Kuhela napas untuk menguatkan diriku menjawab, kutatap manik matanya langsung. "yes i will."

"Huh? A-apa?"

Aku tak bisa menahan tawaku saat melihat wajah tak percaya milik Pak Gemi. "Ka-kamu serius?"

"Astaga iyaaa, saya terima lamaran bapak. Atau Pak Gemintang lebih milih saya tolak lamarannya?" Ia menggeleng cepat layaknya anak kecil. Tanganku gatal ingat mencubit pipinya tapi ini kantor jadi aku harus punya kontrol yang kuat.

"Saya boleh peluk kamu?" 

Ya ampun, kalau nggak ini kantor udah kuajak gulat di atas lantai nih cowok. 

"Nggak boleh ini kantor kalau teman-teman yang lain lihat bagaimana?"

"Yaudah sih, sayakan bosnya." Tanpa mengindahkan peringatanku, ditariknya tanganku dan Pak Gemi memelukku perlahanan dengan erat. 

Aroma tubuhnya yang maskulin membuatku lupa diri. Kehangatan tubuhnya yang besar membuatku ingin menghentikan waktu. Kuangkat tanganku untuk membalas memeluknya, kepalaku bersandar pada dadanya. Degupan jantung terdengar berpacu dengan cepat membuatku tersenyum lebar. Ternyata bukan aku saja yang merasa gugup.

"Pak, apa yang bapak rasain saat ini?"

"Nggak tahu, pokoknya saya lagi bahagia." Aku terkekeh mendengarkan jawabannya. 

Oh ternyata begini toh rasanya dilamar. Berarti statusku sekarang adalah calon istri Pak Gemi. Sisi jahatku tertawa layaknya para penjahat di film-film disney. Ho ho ho lihatlah kalian para wanita, Pak Gemi adalah milikku seorang ho ho ho....

Eh tapi tunggu dulu, kalau sekarang aku masih calon terus kapan aku jadi istrinya Pak Gemi? Aku sedikit butuh usaha untuk mendrorong tubuhnya agar ia melepaskan pelukannya.

"Kenapa? Saya kan masih mau berpelukan." Pak Gemintang merengut tak suka ketika aku meminta melepaskan pelukannya.

"Pak, bapak kapan mau datang ke rumah untuk minta restu Eyang?"

Beliau berpikir sejenak. "Nanti sore, setelah pulang saya akan mampir ke rumah boleh?"

Gerak cepat juga ya ini calon suamiku, baru aja diterima lamarannya sudah langsung minta bertemu keluarga. Tapi tak ada yang salah, aku lumayan suka cowok agresif. 

"Boleh, nanti biar saya kasih tahu Eyang."

"Yaudah saya mau lanjutin pelukannya lagi." Senyumku mengembang karena bahagia ketika Pak Gemintang menarikku dalam pelukannya. Sangat nyaman ketika tubuhku mendapatkan kehangatan dari tubuh pria ini. Rasanya Pak Gemi secara khusus diciptakan Tuhan untukku. We are like a puzzle who match to each other in each other possible way.

Kami berpelukan cukup lama. Saat tahu jam istirahat akan selesai, aku menyuruhnya segera kembali ke lantai atas karena kemungkinan Mbak Nisa, Laura dan Risa akan kembali sebentar lagi. Benar saja dugaanku, tidak sampai satu menit Pak Gemintang keluar dari ruangan, ketiganya kembali lagi dengan sebuah kopi untukku.

"Eh Pak Gemintang ada urusan apa dari ruangan ini?"

"Nggak ada apa-apa, cuma kebetuan lewat terus bilang perlu belajar lebih giat lagi ...."

"Oh ... Sambil marah-marah nggak?"

"Enggak kok mbak."

"Oh iya sih, nggak mungkin marah-marah juga sih kan tadi waktu ketemu di jalan bapaknya senyum-senyum nggak jelas."

Bagaimana, Pak? (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang