8. Hilang dan Ingatan

3.5K 579 69
                                    

"Gue mau jujur," celetuk Eric, membuat seluruh orang yang ada di lapangan menoleh ke arah suara.

"Soal?" tanya Chaeyoung.

"Tentang apa yang gue tau soal kejadian yang lagi menimpa kita semua."

_____________________

Waktu itu 00Line masih kelas tiga sekolah menengah. Mereka disibukkan dengan ujian-ujian untuk persiapan masuk SMA.

Begitu pula dengan Eric. Sebagai pemegang julukan 'Murid Terpintar' di sekolahnya, Eric tidak mau jika julukan itu sampai diambil oleh orang lain, bahkan di detik akhirnya Ia bersekolah di sekolahnya tersebut.

Biasanya Eric selalu sendirian saat ke perpustakaan. Namun hari itu, seseorang tiba-tiba ingin bergabung.

"Ric, Lo mau ke perpus, 'kan?" tanyanya yang dibalas anggukan oleh Eric. Orang itu tersenyum senang dengan jawaban yang diberikan. "Gue ikut, ya?"

Eric sedikit heran, namun Eric memilih untuk menyetujuinya. "Boleh. Kenapa enggak?"

Eric jarang, atau bahkan tidak lernah berinteraksi dengan anak ini, jadi Ia sedikit terkejut. Kepribadian mereka sangat berbeda. Eric selalu merasa mereka berdua tak akan pernah bisa menjadi teman.

"Duh, anjir. Kok nggak ketemu, ya, jawabannya.." keluh Eric seraya menggaruk-garuk kepala.

Anak itu mendengar gumaman Eric. Lantas Ia menarik buku Eric begitu saja. Eric memperhatikan anak itu, ini pertama kalinya Eric melihatnya menggunakan kacamata. Berarti dia memang sedang serius belajar.

"Ya pantes Lo nggak dapet jawabannya, Ric. Lo salah rumus. Nih, ya, gue jelasin."

Eric cepat-cepat mendekat agar bisa mengerti materi tersebut. Tak Eric duga, ternyata dia cepat tanggap. Ia pintar, hanya saja Ia malas dan bermasalah. Kalau saja dia dari dulu serajin Eric, mungkin anak itu lah yang mendapatkan gelar 'Murid Terpintar', bukan Eric.

"Ahh, oke-oke, gue ngerti. Thanks, Han," ujar Eric seraya tersenyum. Pemuda itu—Han—pun ikut senang karena bisa membantu.

"Lo mau lanjut ke mana?" tanya Han tiba-tiba. Matanya tak lepas dari buku sejarah yang sedari tadi Ia baca itu.

Eric mendongakkan kepalanya, lantas menerawang jauh ke masa depan. "Mungkin ngikut kakak gue ke SMA 2," jawab Eric.

"Kakak Lo? SMA 2? Lo pasti dapet banyak tawaran dari berbagai sekolah elit, kan?"

Eric mengangguk. "Iya, gue dapet. Tapi gue nggak suka. Gimana, ya, gue takut nggak sesuai ekspektasi gue. Mending yang udah jelas aja kayak SMA 2," jelas Eric seraya meregangkan tubuhnya. "Lo sendiri?"

Han menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu, bingung mau menjawab apa. "Gue- gue belum ada keputusan, sih. Tapi kalo gue ngikut Lo buat daftar ke SMA 2 nggak apa-apa, kan?"

Satu alis Eric terangkat, tanda bahwa Ia tidak mengerti pertanyaan retoris yang baru saja diungkapkan Han. "Kenapa nanya gue? Itu, sih, terserah Lo. Kalo emang mau ke SMA 2 ya silakan, gue malah seneng karena kalo Lo sama gue keterima, gue udah pasti bakal punya temen."

Hari-hari ujian pun dimulai. Semuanya berjalan dengan baik, tak ada kendala yang berarti.

Hingga akhirnya hari pengumuman pun tiba. Semua murid berbondong-bondong menuju mading sekolah. Tak terkecuali dengan Eric.

Eric berusaha menerobos kerumunan, hingga akhirnya ia sampai tepat di depan papan itu. Hasilnya tak berubah drastis, Eric masih menduduki posisi pertama dengan nilai sempurna. Eric melihat nama Han menduduki posisi kedua dengan selisih satu poin dengan Eric.

[#1] Play With Me || REVISI (95 - 00Line)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang