Bagaikan Matahari dan Rembulan - Part 12

212 10 0
                                    

Acara makan malam dimulai. Steve duduk di sampingku dan kedua orang tuaku duduk di hadapan kami. Aku bahkan tidak tersenyum pada Steve sama sekali semenjak kehadirannya. Ia datang dengan pakaian jas rapi dan rambut yang baru saja dipotong. Ia juga datang membawakan seratus tangkai bunga mawar merah yang disusun begitu rapi. Aku hanya bisa mengambilnya dan menaruhnya dengan asal di ruang tamu.

"Mari kita habiskan masa liburan kelulusanmu bersama," Steve membuka pembicaraan padaku yang sedang kepayahan memotong daging di hadapanku.

Kemudian aku menoleh. Aku menunggu pria itu berbicara sedari tadi.

"Bisakah, aku dan Steve bicara sebentar?" tanyaku pada kedua orang tuaku. Dan mereka mengangguk dengan heran.

Aku dan Steve sama-sama berdiri dan keluar dari ruang makan bersama. Kami berjalan menyusuri jalanan di sekitar tamanku yang hampir menyerupai labirin. Kemudian, aku berhenti di tengah-tengah. Tepat di bawah sinar rembulan. Dan pria itu menatapku. Aku memerhatikan tatapannya.

"Bahkan, kamu tidak meminta maaf," aku mengatakannya dan pria itu sedikit menundukkan kepalanya.

"Maafkan aku, Anaz." Steve mengucapkannya dengan lidah yang kelu. "Apa yang bisa kulakukan untuk menebus kesalahanku?"

Steve kembali mendongak dan kami benar-benar memandang mata satu sama lain saat ini.

"Ketika aku melihat kedua bola matamu, aku bisa merasakan dirimu tidak berada di sini, bersamaku," lanjutku dengan segenap tenaga menahan air mataku. "Apakah, kamu mencintaiku?"

"Tentu saja. Apakah kamu semarah ini denganku?" tanya Steve lagi yang nyalinya mulai menciut.

"Apakah kamu sadar kita sedang berada di bawah rembulan?" tanyaku dan aku mendongak menatap langit. "Bulan dan matahari tidak pernah bisa bersatu. Salah satu harus terus mengalah demi keseimbangan." Aku melirik dan mendapati Steve mendengarkanku dengan saksama.

"Tidakkah itu seperti kita?" tanyaku lagi padanya.

"Apa maksudmu?" Steve mengernyit dengan begitu keheranan.

"Matahari dan bulan memiliki bentuk yang serupa. Kita juga memiliki nasib yang serupa. Terlahir di keluarga pejabat. Matahari dan bulan tidak pernah ditakdirkan untuk bersama. Karena kita tidak saling melengkapi, kita saling membentur satu sama lain," jelasku pada Steve dan pria itu memiringkan mulutnya. Ia tersenyum dengan heran.

Kemudian melangkah mendekatiku dan hendak memelukku. Tetapi, aku menghindar dengan cepat. "Tidakkah kamu sadar, bahwa kamu tidak mencintaiku?"

Kalimat itu berhasil menghentikan dirinya. Tubuhnya diam bak batu.

"Tidakkah kamu sadar, kita berdua sama-sama berkorban untuk bersama?" Aku setengah berteriak saat mengatakannya. Untuk menyadarkannya.

"Katakan, apa yang kamu korbankan, kalau begitu," Steve menarik napasnya dengan gelisah. Ia tahu bahwa aku sedang marah besar. Aku tidak pernah berbicara dengan nada tinggi sebelumnya.

"Sama-sama mengorbankan perasaan cinta. Bukan begitu?" tanyaku dengan mengangkat kedua alisku.

"Ucapanmu yang panjang lebar ini hanya untuk mengatakan bahwa kamu masih menyukai pria rendahan teman lombamu itu? Karena ia bukan matahari sepertiku, karena ia bukan anak pejabat sepertiku, kamu merasa cocok dengannya?" Steve balik membentakku.

Aku hanya bisa mengepal tanganku dengan kuat. "Jika pria itu hanya orang rendahan, apakah Vivianne orang yang layak bersaing denganku? Aku adalah anak seorang Gubernur, Steve Liem. Orang tuaku adalah pemimpin nomor satu di provinsi. Tidakkah kamu sadar, siapa itu Vivianne?"

WEARY FATE 2nd Book of Painful Lies (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang