Dunia Menolak - Part 21

177 7 0
                                    

Aku berlari dengan kelelahan, sampai aku pun sampai. Aku melihat pintu ruangan Louis sudah tertutup rapat. Aku mendapati dua orang pegawai yang berdiri menjaga pintu kayu yang rapat tersebut.

"Bisakah aku masuk?" aku menghapus keringat di keningku.

Keduanya berwajah datar dan mengerikan. Kemudian mereka kompak menggeleng. "Upacara sudah dimulai," jawab salah satu dari mereka.

"Izinkan aku masuk," aku mendesaknya masih dengan nada memelas.

"Upacara berakhir sembilan puluh menit," jawab yang lainnya. Masih dengan tatapan datar dan tanpa niat untuk menggeser posisi tubuhnya.

"Kalian tidak tahu siapa diriku? Haruskah aku memberitahu kalian?" senjata terakhirku harus dikeluarkan untuk hal-hal mendesak seperti ini.

Keduanya masih berdiam seraya menundukkan kepalanya. Mereka tidak bergeming sama sekali. Bahkan setelah aku membentaknya.

"Aku adalah Anastacia Charlotte, puteri Bapak Husein Sanjaya. Hebat sekali jika kalian tidak mengetahuinya juga," aku meninggikan nada bicaraku dan mengangkat daguku untuk menggertaknya. Tidak, aku sejujurnya tidak berniat pamer.

"Anda bisa menunggu sembilan puluh menit setelah ini," jawab mereka lagi tanpa keraguan.

Aku memundurkan langkahku. Jika senjata itu tidak berhasil, maka aku tidak tahu harus berkata apa lagi.

"Masuk saat sedang upacara, apalagi dengan gegabah seperti itu, terkesan sangat tidak sopan," lanjut salah seorang dari mereka.

Aku seolah ditampar oleh keduanya. Aku menelan ludahku dan menggelengkan kepalaku untuk menunjukkan emosiku. Beberapa saat, otakku baru berjalan. Tentu saja tidak sopan untuk tiba-tiba hadir diantara mereka dengan wajah merah dan berkeringat. Aku menyadari aku telah kalah besar.

Aku memundurkan langkahku dan membalikkan tubuhku. Dengan penuh rasa malu, aku berlalu dari hadapan keduanya. Tanpa mengucapkan apapun, aku segera pergi.

Saat aku kembali ke lobi, aku melihat Diondy masih berada di sana dengan wajah diisi satu juta pertanyaan padaku. Aku mau tidak mau harus menghampirinya atau paling tidak mengatakan apa yang baru saja terjadi.

"Mengapa kamu menangis, Anaz?" Diondy dengan panik berjalan kearahku. "Apa ceritaku mengagetkanmu?"

Aku segera menghapus air mataku dengan punggung tanganku dan menatap Diondy, "Mengapa kamu menarikku kesini hanya untuk mengatakan hal itu?"

Diondy mengangkat kedua bahunya, "Aku melihat kamu sedang kesulitan di tengah kerumunan. Sekaligus aku ingin mengatakan hal itu," Diondy menjawabnya dengan polos.

"Ini bukan kesulitan pertama yang aku alami. Ini hanya kesulitan pertama yang kamu lihat," aku menanggapinya dan sekuat tenaga menampung air mataku.

"Apa maksudmu?" Diondy mengerutkan dahinya.

"Aku sudah pernah beberapa kali dalam kondisi aku ingin berlari saja entah kemana. Ini adalah kondisi pertama di mana ada orang menarikku. Biasanya, aku hanya terdiam dan menenggelamkan diri," aku mengatakannya dan itu hanya membuat Diondy semakin kebingungan.

Saat Joseph menolakku dan mengatakan ia tidak menyukaiku sama sekali, aku ingin berlari dan terjatuh ke dalam segitiga bermuda saja. Hidup berakhir malam itu, aku harap.

"Kehilangan Louis pasti menjadi hal terberat yang bisa dibayangkan olehmu. Mengingat kamu begitu menyukainya selama dua tahun. Atau mungkin tiga tahun," Diondy setengah menyindirku lewat tatapan matanya.

"Apa yang kamu ketahui tentang Louis sama sekali tidak sebanding dengan informasi yang aku miliki," aku membalasnya dengan sindiran lagi.

Diondy memajukan langkahnya. Tatapannya seolah mampu menusuk wajahku karena kedua bola matanya seolah mendesak keluar.

WEARY FATE 2nd Book of Painful Lies (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang