"Nama saya D. J. Pratiwi, panggil aja Tiwi. Semoga kedepannya kita bisa berteman." Itulah perkenalan singkat dari Dian. Pak Dadang menyuruhnya duduk di ujung karena hanya bangku itulah yang kosong. Asalnya sudah pas 40 orang di kelas itu, namun seorang siswa sudah pindah dari beberapa hari yang lalu, kini Dian lah yang menduduki bangku itu.
Tak lama, Pak Dadang keluar dari ruangan karena terpanggil Wakasek lagi, lalu sekelas itu langsung kacau balau, semua siswanya keluar dari bangku, tak terkecuali gadis berambut pirang yang Dian tatap daritadi.
"Gue Bianca," Bianca mengulurkan tangannya, "gue juga blesteran kayak lo kok" dia tersenyum.
"Aku bukan blesteran," bantah Dian dengan balik tersenyum.
Seorang pria berambut hitam pekat langsung muncul di belakang Dian, "Rambut ini diwarnain? Wah lo berani banget, ya. Btw gue Andre."
"Ngga-ngga, maksudnya rambut ini asli tapi aku bukan blesteran, asli Bandung." Bianca menatapku, "Keren, orang Bandung beneran cakep, ya. Muka lo manis, lo kalau dikasih kulit warna putih udah lah kayak orang luar, seriusan." Dian, Andre dan Bianca tertawa bersamaan.
Seorang gadis berkulit sawo matang rambut sebahu hitam dan gadis berambut panjang hitam dengan poni rata di tambah kacamata serta kulitnya putih pucat menghampirinya. Dian sedikit terpesona, mereka benar-benar cantik.
"Aku Clara dan dia Rika," mereka mengulurkan tangan bersamaan dan Dian menyambutnya lagi.
"Makasih, ya. Kalian mau berteman sama Di--Tiwi." hampir saja dia menyebut dirinya Dian.
Bianca dan yang lainnya, entah sejak kapan sudah duduk mengelilingi Dian. Dian senang di hari pertamanya dia sudah mendapatkan teman.
Akhirnya ada orang normal juga, pikirnya.
Azka mengetuk pintu dan langsung masuk ke dalam kelas, matanya mencari Dian sekilas dan berdiri di depan kelas.
"Ini tugasnya, Pak Dadang katanya bakal lama."
Bianca berbisik, "Lo bisa kenal Azka sama Alex darimana? Kok tadi gue sempet liat kalian bertiga di UKS?"
"Eh? Maksudnya?"
Dian mengingat sejenak, "Oh tadi ada insiden kecil, kebetulan Alex yang ada di sana. Kalau Azka, dia ponakan temen Mama, jadi kenal sebelum masuk kesini."
"Maksud lo Alex bantu lo apa gimana?" tanya Clara heboh. "Ngga mungkin kalau bantuin! Dia aja duduk di kelas kayak yang ogah gitu! Lebih cocok dia yang bikin insiden, sih." bantah Andre.
Dia cukup terkejut namun mencoba meluruskan, "Tapi kenyataannya dia yang bawa aku ke UKS, tanya aja perawatnya."
Mereka menatap Dian heran, Dian pun tak mengerti, Azka entah sejak kapan sudah muncul dan memukul kepala Bianca dengan buku, Bianca meringis.
"Jangan dibiasain ngobrol pas belajar, mau nilai lo turun lagi kayak waktu itu?" Azka menaruh buku itu ditengah-tengah mereka, "Mending sambil ngerjain, biar cepet beres."
"Iya iya, ngga bisa liat orang seneng dikit dah lu." cibir Bianca kesal.
"Kita cabut ke bangku lagi, ya. Takut Ketos ngamuk tuh!" Rika dan Clara kembali ke tempat duduk mereka. Andre masih tetap di samping Dian, mulai mengeluarkan buku dan mengerjakannya. Begitu pula Bianca. Namun Azka memilih kembali ke bangkunya, di dekat meja guru. Mungkin dia anak rajin makanya duduk di depan, gumam Dian.
"Dre, lo suka Tiwi?" Seketika Andre dan Dian melihat ke arah Bianca. Mulutnya benar-benar mengeluarkan isi pikirannya, Andre pun memang daritadi masih menatap Dian.
"Bianca, jangan langsung ambil kesimpulan lah, kasian Andre, ya kan Dre?" tanya Dian sambil menoleh pada Andre.
Bianca mengangkat bahu, "Dia pernah bilang tipe ceweknya rambut merah gelap, pendek pula, ya mirip sama lu, daritadi juga Andre masih liatin rambut lu. Oh iya, dia juga bilang suka orang Bandung." Lalu tangannya mengerjakan tugasnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I HEAR YOUR HEART
Teen FictionAku nggak pacaran karena terlalu sibuk mengingat masa lalu, rasanya aku selalu saja merasakan ganjalan saat mencoba meneruskan hidupku ini. -Dian Jujun Pratiwi- Aku nggak pacaran karena terlalu sibuk mendengar s...