Part 22. Masih Terlalu Kecil

4.7K 349 7
                                    

"Bunda... Bunda..." Humaira mengigau. Berulang kali dia menyebut kata Bunda. Bu Gita yang menungguinya hanya bisa meneteskan air mata. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong anak dan cucunya. Perlahan jari Humaira bergerak. Bu Gita langsung beranjak mencari perawat.

Perawat langsung memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Humaira.

"Semoga ini pertanda baik Bu." Ucap dokter usai memeriksa Humaira.

"Apa ada harapan untuk cucu Saya sembuh Dok?"

"Kalau untuk sembuh, sangat tipis harapannya Bu. Tapi untuk bertahan hidup lebih lama Saya rasa Humaira bisa. Cucu Ibu gadis yang kuat. Sejauh ini dia bisa bertahan saja itu luar biasa Bu."

"Terima kasih banyak Dok."

"Sama-sama Bu." Kemudian dokter berlalu meninggalkan bu Gita.

"Humaira Sayang, cepatlah sadar. Nenek kesepian Sayang. Nenek kangen Humaira yang ceria, Humaira yang bawel." Air mata bu Gita tumpah. "Kamu harus jadi anak yang kuat ya Sayang. Kamu harus bisa menerima keadaan di sekitarmu. Nenek sayang sama Kamu Humaira." Bu Gita mengecup kening Humaira.

*****

Setelah seminggu Humaira tak sadarkan diri, akhirnya hari ini Humaira membuka matanya. Jaka yang sedang menungguinya.

"Alhamdulillah... Tunggu ya sayang, Ayah panggil dokter." Jaka berlalu meninggalkan Humaira untuk memanggil dokter.

"Alhamdulillah, Humaira sudah melewati masa kritisnya. Semua tanda vitalnya sudah kembali normal. Tapi Humaira harus tetap dalam perawatan intensif. Kami akan memindahkannya ke ruang rawat secepatnya Pak." Ucap dokter yang memeriksanya. Humaira hanya diam melihat sekelilingnya.

"Humaira Sayang, apa ada yang ingin Humaira katakan?" Tanya Jaka. Tiba-tiba air mata jatuh dari sudut mata Humaira. "Humaira kenapa menangis?" Jaka mengusap air mata Humaira.

"Humaira ingin bertemu bunda." Ucapnya pelan. Jaka hanya terdiam. "Ayah tidak usah khawatir. Humaira akan baik-baik saja." Jaka menggenggam tangan Humaira. "Apa bunda pernah datang ke sini?"

"Tentu." Jawab Jaka menahan sedih. "Maafkan Ayah." Batin Jaka. Humaira kembali diam. Dia menatap lekat ke wajah Jaka.

"Kenapa Ayah bukan ayahku?" Batin Humaira. Lagi-lagi dia meneteskan air mata. Jaka kembali mengusap air mata Humaira.

"Jangan memikirkan macam-macam Sayang. Humaira harus sehat!" Ucap Jaka yang seolah tau Humaira sedang memikirkan sesuatu. "Nek Gita pasti sangat senang Humaira sadar. Kasian nek Gita kesepian."

"Nenek dimana?"

"Nanti Ayah panggilkan Sayang. Nenek sedang makan siang."

"Kenapa Ayah masih menyebut diri Ayah adalah ayah? Bukankan Ayah bukan ayah Humaira?" Gumam Humaira di dalam hati.

"Humaira, meskipun Kamu bukan darah daging Ayah. Ayah tetap menyayangi Humaira. Begitu pula bunda Wati, bunda Wati juga sangat menyayangi Humaira."

"Siapa ayah Humaira?" Tanya Humaira. Membuat Jaka bingung. Wajah Jaka berubah jadi khawatir. "Siapa?"

"Jangan pinta Ayah mengatakannya Sayang."

"Lalu siapa yang akan mengatakannya?"

"Tanyalah pada nenekmu." Jawab Jaka sekenanya.

"Apa dia laki-laki yang baik?"

"Humaira jangan banyak bicara dulu ya Sayang. Istirahatlah!" Humaira pun terdiam. Banyak hal yang ada dipikiran Humaira.

"Kenapa Humaira bukan anak Ayah? Bukankan bunda istrinya Ayah?" Tanya Humaira di dalam hati. "Ayah sangat baik, apa ayah Humaira sebaik Ayah?" Pikiran Humaira kemana-mana. Tapi tatapannya ke wajah Jaka dengan tatapan kosong.

"Berhentilah memikirkan sesuatu Humaira!" Ucap Jaka. "Ayah akan panggil nek Gita. Tunggu ya Sayang." Jaka beranjak dari tempat duduknya menuju pintu.

"Bagaimana Humaira Bang?" Tanya Wati yang menunggu di luar.

"Dia sudah sadar. Dia mencari neneknya."

"Alhamdulillah... " Ucap Wati dan bu Gita bebarengan.

"Kami pamit ya Bu. Tolong kabari Jaka di ruangan mana Humaira di rawat." Pinta Jaka.

"Baik nak Jaka." Jaka dan Wati mencium punggung tangan bu Gita.

"Assalamu'alaikum... " Ucap Jaka dan Wati.

"Wa'alaikumsalam..." Jawab bu Gita. Kemudian bu Gita masuk ke ruang ICU untuk menemui Humaira.

Jaka dan Wati berjalan beriringan di lorong Rumah Sakit.

"Abang, sebenarnya Wati sangat ingin bertemu Humaira. Tapi Wati tau Humaira ingin bertemu neneknya. Dan... Pasti Humaira ingin bertemu Lintang bundanya." Ucap Wati.

"Tadi dia menanyakan siapa ayahnya." Wati langsung menghentikan langkahnya dan menatap Jaka. "Jangan menatap Abang seperti itu. Abang sudah belajar dari kejadian kemarin."

"Lalu Abang jawab apa?"

"Abang suruh Humaira tanya neneknya saja. Dia juga menanyakan apa ayahnya laki-laki yang baik?"

"Lalu Abang jawab apa?" Wati mengulang pertanyaan yang sama. Wati nampak penasaran. Jaka tersenyum melihat Wati. "Kenapa Abang tersenyum?" Kesal Wati. Jaka menarik hidung Wati. "Au... Sakit Bang."

"Abang gemas sama Kamu." Jaka melanjutkan langkahnya meninggalkan Wati.

"Abang tunggu! Jawab dulu Bang!"

"Tenang saja, Abang tidak menjawab pertanyaan Humaira. Tapi sepertinya Humaira sangat memikirkan semuanya."

"Maksud Abang?"

"Iya... Sepertinya banyak pertanyaan yang dia ingin tanyakan."

"Kasihan Humaira Bang. Dia masih terlalu kecil untuk menghadapi semuanya sekaligus."

"Kamu benar Wati."

*****

Humaira berada di ruang perawatan. Bu Gita menungguinya dan merawatnya penuh kasih sayang.

"Nek, kapan Humaira bisa bertemu bunda?" Tanya Humaira.

"Sayang, Humaira harus cepat sehat ya biar bisa bertemu bunda."

"Apa bunda lama di penjaranya Nek?" Bu Gita tersentak dengan pertanyaan Humaira. "Jawablah Nek! Humaira tidak apa."

"Belum tau Sayang. Belum ada persidangan."

"Bisakah Humaira bertemu bunda di penjara?" Lagi-lagi pertanyaan Humaira membuat bu Gita terkejut.

"Humaira... Kamu harus banyak istirahat! Berhentilah memikirkan bundamu!"

"Nek, siapa ayah Humaira?" Bu Gita diam tak menjawab. "Kenapa Nek? Apa Humaira tidak boleh tau?" Mata Humaira mulai basah. "Jawablah Nek!" Bu Gita tetap diam. "Apa ayah Humaira juga jahat seperti bunda Nek?" Bu Gita mengangguk. Humaira terdiam. Air matanya meleleh. "Apa Humaira juga akan jadi jahat Nek?" Tanya Humaira sambil terisak.

"Kenapa Humaira bicara seperti itu?"

"Bukankah ayah dan bunda Humaira jahat, berarti Humaira juga jadi jahatkan Nek?" Tanyanya polos.

"Sayang... Humaira gadis yang baik. Humaira tidak akan jadi jahat. Siapa pun orang tua Humaira, Humaira tidak akan jadi jahat kalau Humaira dari sekarang sudah membiasakan diri jadi anak yang baik."

"Apa dulu bunda waktu kecil nakal Nek?" Bu Gita mengangguk.

"Humaira sekarang istirahat ya Sayang." Bu Gita mengecup kening Humaira. Humaira memejamkan matanya. Bu Gita menatap lekat-lekat wajah cucunya. "Humaira, Kamu masih terlalu kecil untuk mengerti semuanya." Batin bu Gita. Air mata beliau mulai menetes.

*****

Mohon votenya ya readers
Mohon kritik dan sarannya
Terima kasih sdh mau mampir untuk membaca
Happy reading

HUMAIRA (Tamat d channel Youtube : Mitha MDN Channel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang