Part 28. Tidak Boleh Pergi

6K 470 37
                                    

Humaira berjalan perlahan di tepi pantai bersama Dito. Dito berjalan di samping Humaira sambil menggenggam erat tangan Humaira. Semilir angin pantai yang bertiup melambai-lambaikan rambut Humaira yang panjang. Kaki Humaira yang tanpa alas membuat pasir pantai yang dijajakinya mencetak telapak kakinya. Humaira tersenyum riang menatap ke arah lautan.

"Ayah, terima kasih." Ucapnya.

"Aku yang harus berterima kasih Humaira."

"Tidak Ayah. Humaira sangat senang bisa bersama Ayah, melihat pantai yang indah ini." Humaira tersenyum menatap ayahnya dari samping. Dito menghentikan langkahnya. Dia pindah ke hadapan Humaira. Humaira meraih tangan Dito yang satunya. "Ayah, apa Ayah mencintaiku?" Dito tersenyum mendengar pertanyaan Humaira.

"Cinta? Apa Aku mengerti apa itu cinta?" Batin Dito.

"Ayah..." Humaira menggoyang-goyang kedua tangan Dito, tanda menunggu jawaban. Dito mengangguk. "Ayah, bungkukkan badan Ayah!" Pinta Humaira. Dito pun menuruti. Humaira langsung mengecup pipi kanan Dito. Dito terkejut. Humaira tersenyum melihat Ayahnya yang kikuk. "Apa Ayah tidak mau mencium Humaira?"

"Aku... " Dito masih kikuk.

"Ya sudah." Wajah Humaira berubah cemberut. Dito langsung mengecup kening Humaira. Humaira pun tersenyum. "Terima kasih Ayah." Ucap Humaira senang.

"Apa Humaira capek?"

"Sedikit." Dito berjongkok membelekangi Humaira.

"Naiklah!" Humaira tersenyum. Dilingkarkannya tangannya ke leher Dito. Dito berdiri. Humaira ada di punggung Dito. Humaira sangat menikmati berada di atas punggung ayahnya.

"Ayah, apa Ayah akan menangis kalau kehilangan Humaira?"

"Kenapa bertanya seperti itu?"

"Jawab saja Ayah!"

"Tentu."

"Bisakah Ayah tidak menangis kalau Humaira pergi?"

"Tidak mungkin Humaira."

"Ayah harus janji! Humaira tidak ingin Ayah sedih." Mata Humaira mulai basah. Pandangannya mulai rabun. Darah segar mulai keluar dari hidungnya.

"Tidak mau. Humaira tidak boleh pergi!" Tegas Dito.

"Ayah harus janji tidak akan sedih! Humaira sayang Ayah" Suara Humaira mulai lemah.

"Humaira?" Dito mulai curiga dengan nada suara Humaira yang pelan. Kemudian senyap. "Humaira?" Humaira tidak menjawab panggilan Dito. Dito menghentikan langkahnya. Diturunkannya Humaira dari punggungnya. Badan Humaira lunglai tak berdaya. Dito terkejut melihat ada darah di wajah Humaira. "Humaira bangun!!!" Pinta Dito sambil menepuk-nepuk pipi Humaira. Dito memeriksa nafas Humaira, diletakkannya telunjuknya di depan hidung Humaira. Tak ada nafas. Ya, Humaira telah pergi. "Humaira, Ayah mohon!!! Bangun!!!" Dito memeluk erat tubuh Humaira. Air matanya tumpah. "Humaira!!! Humaira!!! Humaira!!!"  Teriak Dito berulang-ulang.

"Mas... Bangun Mas!!! Bangun!!!" Panggil teman satu sel Dito sambil menggoyang-goyangkan badan Dito. Dito tersentak.

"Aku bermimpi." Ucap Dito sadar. Wajahnya basah dengan air mata. Buru-buru diusapnya.

"Tidur lagi aja Mas!" Ucap teman satu selnya. Kemudian kembali berbaring.

"Dadaku sesak sekali rasanya. Semoga Humaira baik-baik saja. Aamiin..." Batin Dito.

*****

Wati menyisir rambut panjang Humaira. Humaira sedang bersiap untuk menengok ayahnya di LAPAS. Wajahnya nampak bahagia. Namun, tidak dengan Wati. Setiap kali Wati menyisir rambut Humaira, Wati harus melihat gumpalan rambut Humaira menyangkut di sisir. Buru-buru dia sembunyikan di dalam kantong dasternya. Wati berusaha menahan air matanya.

HUMAIRA (Tamat d channel Youtube : Mitha MDN Channel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang