Humaira yang terbaring tak sadarkan diri di IGD tiba-tiba mencoba menarik nafas dalam-dalam sampai bagian dadanya terangkat. Darah masih terus mengalir dari hidung Humaira. Tim dokter dan perawat segera mengambil tindakan. Sementara Jaka tak sanggup melihat keadaan Humaira. Pandangannya kosong. Jaka mulai melangkah meninggalkan Humaira dengan langkah lunglai.
"Ayah tidak kuat Humaira, Ayah tidak kuat." Gumamnya sepanjang jalan menuju pintu keluar IGD.
Humaira sedang kritis. Dokter dan perawat berusaha melakukan yang terbaik untuk Humaira. Sampai akhirnya Humaira bisa bernafas normal lagi.
"Tolong dipantau terus! Siapkan ruang ICU untuk pasien." Perintah dokter pada perawat.
Wati yang menerobos masuk menghampiri Humaira.
"Bagaimana keadannya Dok?" Tanya Wati sangat cemas.
"Kondisinya masih kritis Bu. Kami akan memindahkannya ke ruang ICU." Jawab dokter.
Wati mendekati Humaira. Air matanya tumpah.
"Sayang, Bunda dan ayah akan selalu berdo'a untuk Humaira. Humaira harus kuat ya Sayang." Bisik Wati di telinga Humaira. "Kita semua sayang Humaira." Wati mengecup kening Humaira.
Perawat bersiap memindahkan Humaira ke ruang ICU.
Humaira di bawa keluar ruangan IGD menuju ruang ICU. Bu Ratna langsung beranjak dari tempat duduk. Bu Gita tersadar dari pingsannya. Dengan langkah lunglai bu Gita mengikuti kemana Humaira dibawa para perawat. Wati mendekati Jaka.
"Abang, Humaira akan baik-baik saja Bang. Yakinlah!" Wati mencoba menenangkan Jaka yang sedang duduk dengan pandangan kosong. Jaka memeluk erat Wati. Air matanya tumpah.
"Semua salah Abang. Seharusnya Abang mengikuti kata-katamu."
"Sudah Bang. Jangan menyalahkan diri Abang. Kita berdo'a saja semoga Humaira bisa bertahan."
"Katakan Wati! Sebenarnya seberapa buruk penyakit Humaira?" Jaka melepaskan pelukannya dan menatap mata Wati.
"Abang, leukimia itu bukan penyakit biasa. Kemungkinan bertahan hidup sangat sulit Bang. Harus melakukan kemoterapi secara rutin."
"Sebenarnya Abang sangat kecewa pada kedua orang tua Humaira. Bahkan Abang sangat membenci mereka. Gara-gara mereka Abang juga jadi membenci Humaira. Tapi melihat keadaan Humaira, Abang tidak sanggup membencinya. Abang takut kehilangannya." Air mata Jaka kembali tumpah. Wati meraih badan suaminya ke dalam pelukannya. Diusap-usapnya punggung suaminya. "Apa yang harus Abang lakukan?"
"Saat ini kita hanya bisa berdo'a Bang. Meminta yang terbaik untuk Humaira."
*****
Lintang tiba di Rumah Sakit bersama dua orang polisi. Lintang mendekati Jaka yang duduk di luar ruang ICU bersama Wati. Diraihnya kerah baju Jaka. Jaka tersentak.
"Katakan padaku! Apa yang Mas lakukan pada Humaira anakku?" Tanya Lintang penuh amarah. Polisi mencoba melepaskan genggaman tangan Lintang di kerah baju Jaka.
"Jaga sikap Ibu!" Bentak salah satu polisi sambil memegang erat lengan Lintang.
"Lepaskan!!!" Teriak Lintang.
Bu Gita yang berada di dalam ruang ICU, mendengar suara Lintang, beliau bergegas keluar.
"Cukup Lintang!" Lintang langsung berlari ke arah bu Gita dan memeluk bu Gita. "Bertobatlah! Semua ini karena kesalahanmu Lintang! Jangan mencari kambing hitam! Sadarlah!!!"
"Aku ingin bertemu Humaira Bu."
"Masuklah ke dalam!" Lintang pun masuk ke dalam ruang ICU. Hatinya hancur melihat gadis kecilnya terbaring tak berdaya dengan bantuan perlengkapan medis dimana-mana.
"Maafkan Bunda Humaira. Bunda tidak bisa jadi bunda yang baik untuk Humaira. Selama ini Bunda sering mengabaikan Humaira. Maafkan Bunda." Bisik Lintang sembari menangis. Dikecupnya kening Humaira. "Humaira harus bertahan ya sayang. Bunda janji, Bunda akan jadi bunda yang baik untuk Humaira. Tapi, Humaira harus sembuh. Bunda sangat sayang Humaira." Lintang mengelus-ngelus tangan Humaira.
Salah seorang polisi yang menunggu Lintang melihat jam yang melingkar di tangannya. Mereka tidak bisa berlama-lama membawa Lintang keluar dari penjara.
"Maaf Bu. Bisa panggil ibu Lintang. Kami harus membawanya kembali." Ucap polisi itu kepada bu Gita.
"Apa tidak bisa lebih lama lagi Pak?" Tanya bu Gita.
"Maaf tidak bisa Bu." Tegas polisi itu. Bu Gita akhirnya menurut. Beliau masuk ke ruang ICU untuk memanggil Lintang.
"Bu, izinkan Aku bersama Humaira." Rengek Lintang yang masih menangis.
"Ibu tidak bisa berbuat apa-apa Lintang. Kamu harus membayar semua perbuatanmu."
"Humaira perlu Aku Bu. Perlu Bundanya."
"Ibu mengerti Lintang." Bu Gita memeluk Lintang. Tangis beliau pecah. "Kamu harus bisa terima keadaan ini Lintang! Semua akibat kesalahan Kamu sendiri."
"Aku menyesal Bu. Sungguh Aku menyesal. Aku takut, Aku takut Humaira tidak bisa bertahan, dan... Dan Aku tidak ada di sampingnya."
"Sudah Lintang. Cukup! Pergilah! Polisi-polisi itu menunggumu."
Lintang mengecup kening Humaira. Air matanya terus mengalir. Hatinya begitu berat meninggalkan gadis kecilnya yang tak berdaya.
"Sayang, tunggu Bunda! Bunda akan datang lagi. Bunda janji." Bisiknya di telinga Humaira. Lintang kemudian keluar ruang ICU dengan pipi yang basah. Dia hanya menunduk tanpa menatap Wati dan Jaka yang duduk di luar ruang ICU.
Wati ingin sekali bicara pada Lintang, tapi ditahannya. Wati bisa merasakan kesedihan yang Lintang rasakan. Pasti hati Lintang sangat hancur karena tidak bisa mendampingi Humaira.
"Kami permisi." Ucap salah seorang Polisi. Kemudian dua orang polisi itu membawa Lintang pergi meninggalkan ruang ICU. Hingga hanya punggung mereka yang terlihat.
"Bang Jaka. Apa tidak sebaiknya kita biarkan Lintang bersama Humaira?" Tanya Wati.
"Apa maksudmu Wati?" Jaka terkejut.
"Wati tidak tega Bang melihat Lintang. Seharusnya dia bisa di samping Humaira menemani Humaira karena dia yang melahirkan Humaira."
"Sudahlah Wati. Lintang harus membayar perbuatannya!" Kesal Jaka.
"Bang, Wati juga seorang ibu. Harapan Humaira untuk bertahan sangat kecil Bang. Wati tidak ingin memisahkan Lintang dengan Humaira. Kapan saja Humaira bisa pergi Bang. Wati ingin Lintang selalu ada di samping Humaira."
"Sudahlah Wati. Jangan bahas itu! Abang tidak bisa memaafkan Lintang. Jangan paksa Abang untuk berbaik hati pada Lintang!" Jaka beranjak meninggalkan Wati. Wati berlari kecil menghampiri Jaka. Digenggamnya tangan suaminya.
"Abang jangan marah." Bujuk Wati. Jaka tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia mengarahkan badannya berhadapan dengan Wati. Dikecupnya kening istrinya. "Abang, ini kan tempat umum." Marah Wati, matanya membesar. Jaka tersenyum.
"Abang sangat sayang Kamu Wati. Soal Humaira dan Lintang, beri Abang waktu untuk berfikir."
"Apa Abang akan setuju?"
"Ntah lah. Abang hanya ingin yang terbaik untuk Humaira."
*****
Mohon votenya ya readers
Mohon kritik dan sarannya
Terima kasih sdh mau mampir untuk membaca
Happy readingMaaf updatenya lama
KAMU SEDANG MEMBACA
HUMAIRA (Tamat d channel Youtube : Mitha MDN Channel)
RomansaGadis kecil berusia enam tahun, yang harus menerima akibat dari permasalahan yang dihadapi orang tuanya. Permasalah antara Jaka dan Lintang. Humaira kehilangan kasih sayang Jaka ayahnya karena ulah Lintang bundanya. Humaira kecil sangat menyayangi...