Menurut Rey hari ini adalah hari yang paling melelahkan. Setelah pagi tadi ia di jemur dilapangan sampai kepalanya pusing. Lalu kegiatan olah raga pada siang hari yang juga menguras tenaga.
Sesampainya di kamar, Rey langsung merebahkan badannya di atas kasur king size nya. Adem itulah yang Rey rasakan. Rey selalu menghidupkan AC agar kamarnya selalu terasa sejuk dan dingin. Ditambah kamarnya yang wangi aroma jeruk mampu menambah kesegaran di dalam kamar.
Tidak mau berlama-lama merebahkan badan karena takut akan kebablasan tidur, ia segera mencopot semua atribut sekolah lalu pergi ke kamar mandi untuk mandi agar lebih segar.
Beberapa menit kemudian Rey keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah sedang di usak-usak oleh handuk agar cepat kering. Setelah dirasa cukup Rey mendudukan bokongnya di atas kursi belajar miliknya.
Bukan untuk belajar, Rey juga manusia dia butuh mengistirahatkan otak. Di ambilnya sebuah figura foto yang nampak sudah usang di dalam laci meja belajarnya.
Namun masih nampak jelas di sana terpampang wajah dirinya, Ayahnya, dan juga Bundanya. Di foto itu semuanya nampak bahagia. Foto itu diambil sebulan sebelum kejadian naas itu.
Rey selalu bahagia menatap foto itu, karena foto itu diambil sebelum semuanya berubah. Foto yang di ambil saat keluarganya masih terlihat harmonis.
"Bunda... Rey kangen Bunda, Rey juga kangen Ayah. Kenapa kalian gak ajak aku, Bunda pergi gak ajak aku. Ayah pergi juga gak pernah ajak aku...padahal Ayah masih hidup tapi dia gak pernah sedikit pun nanyain kabar aku Bun. Rasanya aku hidup gak ada gunanya... Aku pengen ikut Bunda aja" Gumam Rey begitu lirih diikuti dengan cairan bening yang ikut menetes dari mata indahnya.
Rey capek dengan hidupnya yang selalu sendiri ya walaupun teman-temannya ada di sekeliling tapi itu tidak cukup. Rey butuh Bundanya dan Rey juga butuh Ayahnya. Intinya Rey butuh dukungan moril dari keluarganya.
Rey tidak pernah meminta apapun kepada Ayahnya mau itu uang ataupun barang mewah. Yang Rey mau hanyalah Ayahnya datang mengunjunginya dan berkata 'Ayah rindu Rey, Ayah sayang Rey'. Semudah itu keinginan Rey namun sangat mustahil Rey dapatkan.
Tok..Tok!
Sedang asik melamun Rey mendengar suara pintu kamarnya diketuk.
"Masuk" Ujar Rey.
Terbukalah pintu kamar Rey menampakan Bi Retno memakai daster merah bermotifkan bunga-bunga.
"Maaf den Rey ada telpon dari Bapa, katanya mau bicara sama den Rey." Rey mengernyit. Ada urusan apa Ayahnya menelpon?.
"Kenapa gak telpon ke Handphone aku?" Tanya Rey.
"Katanya dari tadi Ponsel Den Rey gak bisa dihubungi."
Rey mengangguk paham, lalu ia bangkit dari duduknya untuk segera mengangkat telpon ayahnya.
Tampak ragu Rey mengambil gagang telpon itu. Ada rasa sesak ketika mendengar suara ayahnya yang sangat ia rindukan.
"Ha-Hallo." Rey berbicara dengan tergagap.
'Rey?'
"I-iya Ayah."
'Ayah cuman mau kasih tau kamu,besok Ayah pulang ke indo. Ayah harap kamu gak akan kemana-mana ya.'
Ketika mendengar Ayah-nya akan pulang Rey tampak terkejut. Senang. Tentu Rey senang. Saking senangnya Rey bahkan menitikan air mata. Rey tidak menyangka akhirnya Ayah-nya akan pulang.
'Halo, Rey. Kamu masih disana kan?' Suara di telpon membuyarkan lamunan Rey, membuat ia gelagapan.
"Ah iya Ayah... Aku seneng akhirnya Ayah pulang juga. Ayah tau. Aku kangen, kangen banget sama Ayah." ucap Rey lirih.
'Iya Ayah tau. Yaudah ya Ayah masih ada urusan. Kamu belajar yang rajin.' Tanpa Rey sadari, Rey menganggukan kepala dengan senyum merekah.
Tutt-Tutt!
Panggilan itu diputus oleh Fery. Ada rasa kesal di hati Rey. Padahal Rey masih ingin berbincang dengan sang Ayah. Namun kesibukan sang Ayah tetaplah nomor satu ketimbang anak-nya sendiri.
Rey meletakan kembali Gagang telpon ke tempat . Senyumnya masih terpatri indah di wajahnya. Bi Retno yang melihat di balik tembok pun ikut tersenyum. Senyum Rey memang jarang terlihat oleh siapapun, Kecuali oleh Venus.
Venus adalah salah seorang yang beruntung, Venus bisa melihat dan merasakan senyum hangat Rey kapan pun.
Tapi tidak dengan yang lainnya. Rey seolah-olah menutup diri dari orang sekitar, jadi orang lain akan memandang Rey itu dingin dan cuek.
"Aku harus nyiapin sesuatu biar Ayah betah dirumah. Tapi aku harus ngapain?" gumam Rey bermonolog.
Sudah 10 tahun lamanya Rey ditinggal oleh Ayahnya pergi. Ayahnya yang sibuk mengurusi bisnis di LA tidak pernah meluangkan waktunya untuk pulang. Dan kini Ayahnya akan pulang tentu Rey senang. Maka Rey akan menyiapkan sesuatu untuk Ayahnya.
Rey tampak berpikir. Sambil berjalan menaiki tangga menuju kamar Rey masih berpikir. Apa yang Ayahnya suka pun Rey tidak tau. Rey menyerah, mungkin Rey tidak akan menyiapkan apa-apa.
"Reeey!" teriak seorang wanita dengan suara melengkingnya. Siapa lagi kalau bukan Venus.
Venus berlari menghampiri Rey yang sedang berdiri ditengah tangga menatap ke arah Venus.
"Lihat aku bawa apa. Tadaaa aku bawain kamu Brownies." Venus menunjukan satu kantong berisikan Brownies kesukaan Rey.
"Wah makasih. Kamu tau aja aku lagi pengen Brownies. Kalo gitu ayo kita makan." Ajak Rey merangkul Venus menuju ke meja makan.
***
Venus merasa heran ketika melihat Rey yang tampak sedang melamun. Bahkan Brownies yang sudah Venus sediakan di piring kecil pun tidak Rey makan sedikitpun hanya Rey potong kecil-kecil menggunakan sendok dengan pandangan yang mengarah ke aquarium ikan berukuran besar di hadapannya.
"Rey. Kamu kenapa sih? Kok Brownies nya nggak kamu makan? Oh. apa Brownies yang aku bawa gak enak ya? Padahal aku beli di toko biasa kamu beli." Rey menoleh menatap Venus.
"Aku lagi bingung." ucap Rey.
"Bingung kenapa?" tanya Venus.
"Besok Ayah pulang, dan aku gak tau harus lakuin apa biar kepulangan Ayah berkesan. Kamu tau sendiri kalo Ayah kan gak pernah pulang. Baru kali ini Ayah pulang." ucap Rey sembari menundukan kepala.
Venus tersenyum miris. Venus kasihan melihat Rey. Yang Venus tau Rey anak yang kuat. Rey tidak pernah menampakan kesedihannya kepada orang lain. Namun baru kali ini Venus melihat dan juga mendengar keluhan Rey.
"Wah asik dong Ayah kamu pulang. Kamu bisa kangen-kangenan sama Ayah kamu. Tapi apa ya aku juga bingung Rey." Pandangan Venus menuju ke Brownies yang masih ada setengah di piring besar.
"Ayah kamu pasti sampenya malam. Gimana kalo kita siapin makan malam, tapi kamu yang siapin. Pasti Ayah kamu bangga sama kamu." Rey berpikir sejenak. Ide Venus masuk akal juga. Dari pada Rey mengajak Ayahnya makan di luar pasti Ayahnya capek.
"Ide kamu bagus juga. Oke, tapi kamu bantuin aku ya. Pokoknya aku bakal suruh Bi Retno masak yang banyak besok." Rey terlihat gembira sampai ia melahap Brownies dengan lahap.
***
Tenang masih part awal jadi kurang greget.
Coment dong.
Cerita aku ini kayak gimana sih? Layak di lanjut atau tidak? Please coment nya...
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Leave Me (HIATUS)
Teen FictionSeberapa berat masalahmu, aku tidak akan meninggalkanmu sendiri dalam kegelapan itu.