Siang sudah berganti malam, dan kini Rey sedang asik melahap makanan yang baru saja Bi Retno bawa. Demam Rey kini sudah berangsur turun berkat Bunda barunya yaitu Maurin yang merawat Rey. Setelah urusannya selesai, Maurin langsung pulang lalu membantu Bi Retno menjaga Rey.
Rey tampak tidak suka dengan Maurin, karena menurut Rey. Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan sosok seorang Bunda dihidupnya.
Maurin bisa merasakan kebencian itu dari tatapan Rey.
"Pergi!" teriak Rey penuh penekanan. Maurin terkejut dengan teriakan Rey sampai menjauh dari tempat tidur milik Rey.
"Rey," gumam Maurin yang tidak percaya dengan Rey yang berani berteriak di depannya.
"Aku bilang pergi! Aku tidak suka kamu. Aku tidak suka anak mu. Pergi!!" teriak Rey, sampai orang rumah yang mendengar teriakan itu berlari ke arah sumber suara.
"Ada apa ini?" kata Fery yang sudah berada di sana, di susul pula dibelakangnya ada Bi Retno dan juga Deon.
"Ayah, suruh orang itu pergi, Yah." racau Rey sembari memeluk selimut tebalnya.
"Mas. Maafin aku," ucap Maurin menundukan kepala.
"Apa yang terjadi sebenarnya, Maurin? Tolong jelaskan supaya saya mengerti. Kenapa Rey teriak seperti itu?"
"Aku cuman membantu Bi Retno untuk menjaga Rey, tapi Rey keliatan tidak suka sama aku. Makanya Rey marah." Fery menatap Rey lekat. Fery mengangguk paham, Rey ternyata belum bisa menerima kehadiran Maurin. Fery memaklumi itu, tapi Fery merasa ada yang aneh dengan Rey. Rey terlihat bukan dirinya, ia berbeda. Setaunya Rey tidak pernah sekasar itu, apalagi ke orang yang lebih tua.
Rey menangis sembari meracau dipelukan Bi Retno, dan itu membuat Fery heran menatap Rey.
"Sebaiknya kalian keluar dulu, biarkan Rey istirahat, mungkin karena dia sedang sakit makanya lebih sensitif." Ujar Fery kepada Maurin dan Deon yang ada disana.
Deon menatap Rey dengan tatapan jijik. Jijik karena melihat drama yang ditimbulkan oleh anak itu. Apa sekarang Rey merencanakan sesuatu supaya ia dan Mamanya pergi dari rumah ini? Jangan harap, karena itu tidak akan pernah terjadi.
Maurin dan Deon keluar dari kamar Rey. Dan sekarang hanya tersisa Rey yang masih menangis dan Bi Retno yang sedang menenangkan anak asuhnya itu, juga ada Fery yang sedang mematung menatap Rey lekat.
Karena mengerti ada yang ingin Fery bicarakan kepada Rey, maka Bi Retno pun keluar dari kamar Rey.
"Rey, maafkan Ayah karena terlalu kasar. Kemarin Ayah khilaf, semoga kamu bisa memaafkan Ayah ya." Rey diam menatap mata tegas milik Ayahnya yang ia rindukan.
"Enggak. Ayah udah gak sayang aku lagi. Aku benci Ayah!!" Teriak Rey lagi sembari mendorong kedua bahu Fery sampai membuat ia terjungkal.
"Rey," Fery tidak percaya Rey bisa melakukan hal sekasar itu, apalagi kepada Ayahnya sendiri.
"Kamu sebenarnya kenapa nak?" Fery kembali mendekati Rey.
"Aku benci Ayah! Dari dulu aku sendirian, dan Ayah gak peduli itu, aku kesepian Yah." ucap Rey lirih.
Hati Fery tertohok mendengar perkataan Rey, itu adalah salah satu isi hati Rey. Dan selama ini ia menutup mata dan telinga akan hal itu. Fery malah bersenang-senang dengan keluarga barunya tanpa memikirkan Rey, anak yang selama ini kesepian.
"Maafin Ayah." Fery merengkuh tubuh kecil itu. Rey semakin keras menangis seperti anak kecil.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Leave Me (HIATUS)
Teen FictionSeberapa berat masalahmu, aku tidak akan meninggalkanmu sendiri dalam kegelapan itu.