02. The Accident

2.6K 44 2
                                    






• I Hate You •





Pria yang menabrak Kanaya ikut terkejut, dan segera berlutut disamping Kanaya.

"kamu tidak apa-apa?" Suaranya terdengar dingin. Dia mengulurkan tangannya mencoba membantu Kanaya untuk berdiri.

Namun, Kanaya hanya terdiam. Matanya kini menatap kosong pada makanan yang berserakan di lantai. Ayam goreng yang selama ini menjadi simbol kebahagiaan kecil mereka kini, hancur berantakan.

Tidak.

Tidak ada marah atau kesal di wajah Kanaya. Yang ada hanyalah kekecewaan yang teramat dalam. Semua bayangan indah yang Kanaya ciptakan di dalam benaknya, sirna seketika.

Pria itu yang sebelumnya sedikit panik, terdiam melihat ekspresi Kanaya. Dia membeku sejenak, tangannya yang terulur berhenti di udara. Wajahnya menampakkan kebingungan, tidak tahu harus berbuat apa.

Tidak lama, suara langkah yang lebih familiar terdengar mendekat dengan cepat. Haksa, Papi Kanaya, berlari dengan wajah khawatir.

"Kanaya!" Serunya, sambil berlutut disamping putrinya.

"Kanaya, ada yang luka Nak?" Tangan Haksa dengan lembut mengangkat dagu Kanaya, mencari tanda-tanda luka.

Kanaya tidak terluka secara fisik, tetapi Haksa melihat lebih dari itu. Ada kesedihan yang dalam di mata putrinya. Mata Haksa mengikuti arah pandang Kanaya, melihat ayam goreng dan kue yang kini hancur. Paham begitu penting makanan itu bagi Kanaya, Haksa merasakan ada sesuatu yang lebih dari sekadar insiden kecil.

Sambil merangkul Kanaya untuk bangkit berdiri, Haksa menatap pria yang menabrak putrinya. Dan dengan suara yang tenang Haksa mencoba meminta maaf.

"Tolong maafkan anak saya Pak, dia memang sedikit ceroboh. Tapi, saya yakin kalau dia benar-benar tidak sengaja melakukannya Pak" setelah itu Haksa membungkuk sedikit sebagai tanda permintaan maaf juga. Meski Haksa tahu, mendapatkan maaf dari pria dihadapannya ini tidak semudah itu.

Kanaya berdiri terpaku, hatinya semakin perih melihat Papinya yang selama ini dia pandang sebagai sosok yang kuat dan tidak tergoyahkan, membungkuk dihadapan pria yang bahkan jauh lebih muda dari dirinya. Wajah Haksa penuh ketulusan, meminta maaf dengan rendah hati kepada orang yang telah membuat putrinya terjatuh. Tapi bagi Kanaya, itu adalah pemandangan yang menyakitkan, lebih dari sekadar luka fisik.

Nathan. Pria yang menabrak Kanaya itu segera berlalu, tanpa sepatah katapun saat ponselnya tidak berhenti berdering. Dia mengabaikan permintaan maaf Haksa seolah-olah insiden itu, tidak berarti apa-apa. Kanaya hanya bisa menatap dengan tidak percaya, merasakan amarah dan ketidakadilan menguasai hatinya.

Dengan langkah gemetar Kanaya mendekati Papinya. Air mata yang tadi ditahannya kini mengalir di pipinya jatuh satu persatu. Tangannya perlahan meraih lengan Papinya. Menegakkannya dengan lembut namun tegas.

"Pa... Papi... Kenapa Papi yang minta maaf?" suaranya serak, hampir tertelan oleh rasa sakit yang menyesakkan dada.

"Ka-Kanaya yang jatuh. Dia yang buat Kanaya jatuh, Papi. Yang seharusnya minta maaf itu dia, bukan Papi atau Kanaya" tangis Kanaya akhirnya pecah.

"Apa karena dia punya segalanya jadi dia bisa menjadi seenaknya?"

"Kenapa?... Kenapa Papi yang harus merendah?" lirihnya, penuh emosi yang tertahan.

Setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa seperti belati yang menoreh luka di hatinya sendiri. Perlahan, Kanaya menggenggam tubuh Haksa, Papinya lebih erat. Memeluknya kian erat, seakan takut kehilangan.

A Love Yet To Bloom Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang