• I think I'm falling •
"Kanaya" Nathan memulai, suaranya lembut dan tulus.
Suara itu membuat jantung Kanaya seakan berhenti sejenak. Perlahan, Kanaya mengangkat pandangannya dari cangkir dan bertemu dengan mata Nathan. Ada sesuatu dalam tatapan pria itu. Entah apa, tapi cukup untuk membuat Kanaya merasa hatinya bergetar. Dia menelan saliva, berusaha mempertahankan ketenangannya, tapi sulit untuk mengabaikan perasaan yang mulai berkecamuk di dadanya.
"Ya?" tanya Kanaya, suaranya terdengar lebih tenang dari apa yang sedang dia rasakan.
"Saya ingin meminta maaf secara langsung sama kamu, untuk insiden di depan gedung kemarin. Saya benar-benar ceroboh, menabrak kamu tanpa sengaja dan langsung pergi tanpa sempat meminta maaf lebih dulu. Saya tahu, tindakan saya tidak pantas. Terutama saat saya pergi begitu saja".
"Tapi, saya punya alasan untuk itu. Melody yang saat itu sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit memaksa harus saya yang menjemputnya, dan tidak mau pulang dari sana kalau bukan saya yang menjemputnya, bahkan mengancam akan mendiamkan saya jika saya tidak sampai dalam waktu dua puluh menit" Nathan melanjutkan, dan Kanaya mendengarkannya tanpa menghakimi sama sekali, ataupun menunjukkan emosinya.
Kanaya menatap Nathan sejenak, setelah beberapa detik hening, Kanaya menganggukkan kepalanya pelan.
"Sebenarnya kalau boleh jujur yah Pak. Kemarin tuh, saya memang kesal banget sama Bapak. Tapi saya udah maafin Bapak kok. Saya nggak marah, apalagi sampai dendam sama Bapak. Cuma kesal sedikit doang" jawab Kanaya dengan sopan dan tenang.
Nathan menghela napas lega, meski tetap merasa perlu bertanggungjawab lebih jauh.
"Terima kasih Kanaya. Tapi tetap saja, saya ingin mengganti semua kerugian yang mungkin kamu alami karena kejadian itu. Apapun yang kamu butuhkan, tolong beritahu saya" ujar Nathan menawarkan.
Tapi, Kanaya dengan sopan menolak tawaran tersebut dengan senyuman tipis di wajahnya.
"Nggak usah Pak. Saya ikhlas kok. Lagian Bapak udah minta maaf juga kan? Saya anggap semuanya sudah selesai yah Pak"
Kanaya mengulurkan tangannya kepada Nathan, dengan senyum manis yang terukir di wajahnya. Nathan terdiam sejenak, memandang tangan yang diulurkan di depannya. Ada kehangatan dalam sikap Kanaya, kejujuran yang sulit diabaikan. Nathan perlahan mengangkat tangannya, menjabat tangan Kanaya dengan mantap.
"Terima kasih Kanaya, karena sudah memaafkan kesalahan saya"
"Nggak papa Pak, saya harap kita bisa berteman baik kedepannya"
"Hanya teman?" tanya Nathan yang masih belum melepaskan tangannya.
"Maksudnya Pak?" raut kebingungan terpancar jelas di wajah Kanaya. Yang membuat Nathan tersenyum simpul dan menggelengkan kepalanya.
Kanaya tersenyum lebih lebar, dan untuk pertama kalinya suasana diantara mereka terasa lebih tenang dan lebih nyaman. Apa yang tadinya dipenuhi dengan kecanggungan dan rasa bersalah, kini berubah menjadi awal baru yang mungkin akan membawa hubungan mereka ke arah yang lebih baik, menjadi teman yang saling menghargai.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love Yet To Bloom
Lãng mạnKanaya selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Papinya, termasuk sebuah kejutan kecil yang telah direncanakannya dengan penuh kasih. Namun, semuanya berantakan saat Nathan Arsena Rahardja, pria dingin yang tidak sengaja menabraknya, menghancur...