• I'm so sorry •
Semalaman, Nathan merasa gelisah. Tidur yang biasanya datang dengan mudah kini terasa jauh dari jangkauan. Setiap kali dia memejamkan mata, bayangan gadis itu, yang menangis di depan gedung kantornya berputar tanpa henti di benaknya, seakan dia sedang menonton ulang film yang sama. Ada rasa nyeri yang aneh menyebar perlahan di dadanya, sesuatu yang tidak biasa.
Nathan mencoba mengabaikan perasaan itu, membuangnya jauh-jauh, dan kembali fokus pada laptop yang terbuka di depannya. Tapi sebanyak dia mencoba menenggelamkan diri dalam pekerjaannya, bayangan Kanaya kembali menghantuinya. Tangisannya, wajah sedihnya, dan kesalahan yang jelas-jelas ada pada dirinya.
"Kenapa aku terus memikirkan gadis itu?" gumamnya frustrasi.
Malam semakin larut, namun Nathan tidak bisa menemukan ketenangannya sedikitpun. Nathan menutup laptopnya dengan kasar, menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu menatap langit-langit. Rasa bersalah yang sejak tadi dia coba singkirkan mulai menyusup pelan, menyelimuti pikirannya. Meski tidak ada yang secara langsung menuduhnya, Nathan tahu semua ini berawal dari tindakannya.
Nathan akhirnya bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke jendela, menatap langit malam yang gelap. Nathan mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanya insiden kecil.
"Hanya ayam dan kue. Aku bisa menggantinya kapan saja"
Namun, perasaan aneh itu tetap tidak mau hilang. Ada sesuatu dalam cara Kanaya menangis yang membuat hatinya terasa aneh, sesuatu yang membuatnya tidak bisa tenang.
Nathan kembali duduk di sofa, menyandarkan kepalanya ke belakang, dan memejamkan mata sejenak. Tapi bukannya mendapatkan ketenangan, yang muncul justru kilasan peristiwa tadi siang. Kanaya, yang terjatuh di lantai bersama dengan kue dan ayam gorengnya. Air mata mengalir di pipinya tanpa henti, seolah dunia runtuh di sekitarnya. Nathan berusaha keras mengabaikan semua itu.
"Kenapa aku harus merasa bersalah? aku sudah menawarkan bantuan, dia yang tidak mau menerima bantuan ku"
Tapi ada yang tidak beres. Rasa bersalah itu tetap datang, menghantui pikirannya, semakin kuat.
Akhirnya, Nathan menyerah. Dia mengambil napas panjang dan memutuskan, besok pagi dia akan menemui Haksa.
"Mungkin... Mungkin aku bisa melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan"
Namun, meski keputusan itu sudah diambil, Nathan tahu rasa nyeri di dadanya tidak akan benar-benar hilang sampai dia meluruskan semuanya.
=====
Nathan melangkah, memasuki salah satu ruangan dilantai dua gedung. Jantungnya berdegup begitu kencang. Nathan menggenggam erat kedua tangannya. Mencoba menahan rasa canggung yang semakin kuat. Di dalam ruangan itu, Haksa tengah sibuk menatap lembaran kertas di mejanya. Tidak menyadari kedatangan Nathan sampai suara ketukan pelan di pintunya terdengar beberapa kali. Haksa mengangkat kepalanya dengan cepat, dan pandangan mereka bertemu.
Seketika, bayangan kejadian kemarin siang terlintas dibenak Haksa. Dia mengira Nathan datang ke ruangannya untuk meminta pertanggungjawaban atas insiden yang terjadi di depan gedung, di mana putrinya, Kanaya, tanpa sengaja bertabrakan dengan Nathan yang kebetulan ingin keluar juga dari gedung.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love Yet To Bloom
RomansaKanaya selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Papinya, termasuk sebuah kejutan kecil yang telah direncanakannya dengan penuh kasih. Namun, semuanya berantakan saat Nathan Arsena Rahardja, pria dingin yang tidak sengaja menabraknya, menghancur...