Preman Baik

9 0 0
                                    


Mikha mengendap-endap. Berusaha membuat kedatangannya tidak diketahui siapapun. Meskipun ia tahu orang tuanya tidak mungkin berada di rumah pada waktu siang di hari Rabu, tetapi bukan berarti tidak mungkin mereka akan berdiri di balik pintu menunggunya yang hilang semalaman. Ia sendiri belum memikirkan alasan yang layak untuk menjadi senjatanya bila orang tuanya bertanya kemana saja ia semalaman.

"MIKHA."

Mikha tersentak, nyawanya seperti nyaris keluar membuatnya mati berdiri.

"Mikha." Miko berlari menghampiri adiknya yang ia cari semalaman.

Mikha melepas napas lega. "Mas Mikooo."

Mikha menghambur pada pelukan kakaknya. Jika saja semalam ia tidak bertemu dengan pria bertato itu pasti saat ini ia tidak bisa memeluk kakaknya lagi. Entah sedang apa pria itu sekarang mungkin saja ia tidak melakukan kegiatannya hari ini bila semalam tidak bertemu dengan Mikha.

"Mas tadi Mikha ketemu preman tapi preman baik." Mikha bercerita setelah ia dan kakaknya berada di kamarnya.

"Preman apa preman? Preman apa?" Miko memandangi wajah bahagia adiknya.

"Ituuu orang yang badannya di gambar-gambar, bajunya asal-asalan, orang-orang yang nakal itu mas yang rambutnya berantakan, eh tapi premannya ini rambutnya halus mas, dan dia beliin Mikha makanan enak makanya Mikha bilang dia baik."

"Miko preman baik." Miko menepuk dadanya sendiri.

"Bukan, mas Miko anak baik, bukan preman." Mikha mengusap rambut kakaknya.

Mata Mikha menatap lurus ke langit-langit kamarnya yang bersih. Tiba-tiba ia merasa memiliki teman selain Ayu. Entah mengapa pria yang baru ia ketahui namanya semalam sudah bisa membuatnya tersenyum sampai detik ini. Dimana pun kamu sekarang, semoga kita bisa ketemu lagi.

***

"Mikha, kamu jadinya mau daftar kedokteran mana lagi?" tanya Irawan sambil memotong daging sapi panggang di piringnya.

"Mikha enggak pingin kedokteran yah, kemarin kan Mikha udah keterima kedokteran swasta, jadi yang negri Mikha boleh ya ambil selain kedokteran?" Jawab Mikha sangat hati-hati.

Irawan melepas garpu dan pisaunya. "Mau jadi apa kamu kalau bukan dokter?"

"Mikha mau kuliah di tari yah."

"Mau ngapain kamu kuliah di jurusan itu?" tanya Irawan menyepelehkan. Mikha diam, sudah tahu kalau ayahnya tidak setuju. "Udah, kamu persiapan ikut ujian UGM, UNS, dan Unsoed." Lanjut Irawan.

"Tapi yah,"

"Mikha!" Irawan menggebrak meja makan dengan tangan kanannya.

"Preman baik Miko, baik Miko preman." tiba-tiba Miko datang dengan tubuh penuh dengan coretan kerayon.

Irawan terbelalak sedangkan putrinya berusaha menahan tawa. Mikha langsung tahu kalau Miko meniru sosok preman baik yang ia ceritakan semalam. Miko berjalan menghampiri ayahnya sambil terus menerus mengulang kalimatnya, berusaha menunjukan kalau ia akan melindungi adiknya dari ayahnya.

"Miko preman baik, ayah baik jangan marah Mikha. Mikha, Miko adik." Miko mengangkat jari telunjuknya kemudian memeluk hangat ayahnya.

Irawan mengelus putranya.

"Yah, berangkat yuk. Udah jam tujuh lhoh ini." Riani keluar dari kamar dan langsung menghampiri suaminya.

Irawan melihat jam di tangannya. "Miko, ayah sama ibu berangkat dulu ya." Irawan memeluk anak sulungnya. "Mikha, belajar." Ucap Irawan tegas.

Simbiosis.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang