"KUMA!" panggil seorang pria beralis tebal ketika Kuma baru menginjakan kaki di rumahnya.
"KELAYAPAN TERUS KERJAANMU! DARI MANA KAMU HA?!" lanjut pria bernama Radin yang biasa Kuma panggil dengan sebutan 'papa'.
"Apaan sih pah?" tanya Kuma sambil memandangi kakak dan orang tuanya satu per satu.
"Kuma sini nak." pinta sang mama dengan tenang.
"Ini ada apa sih ma?"
"Lo make ya?" tanya Apgar dengan tatapan menyelidik.
"Maksud lo?" Kuma menatap kakaknya dengan tatapan tidak suka.
Apgar melempar sebuah tabung kecil berisi cairan ke atas meja.
"PAPA ITU BAWA KALIAN PINDAH KE JOGJA KARENA PINGIN KAMU KULIAH YANG PINTER KAYAK KAKAK KAMU INI BIAR KAMU ENGGAK BERGAUL SAMA ORANG-ORANG ENGGAK BENER KAYAK TEMEN-TEMEN KAMU YANG DI BANDUNG! TAPI DI SINI MALAH MENJADI-JADI! DAPET DARI MANA KAMU BARANG HARAM INI HA?!"
"Kuma enggak make ini pah mah." Kuma mengambil sisa narkoba pemberian Bayu. "Iya emang temen Kuma ngasih ini tapi enggak Kuma pake." Lanjutnya.
"HALAH!!" tangan pria yang hampir berusia enam puluh itu mendarat keras di pipi anak bungsunya. "BOHONG TERUS KAMU! BUKTINYA APGAR NEMU INI DI KAMAR KAMU! MEMALUKAN!"
"Pah udah, dengerin penjelasan Kuma dulu." lerai istrinya.
"Gar, makasih lo udah nemuin ini jadi bisa gue buang tanpa nyari-nyari lagi. Tadinya gue emang mau make ini, tapi untung ada manusia baik yang enggak nganggep gue sebagai kotoran." Suara Kuma menekan. "Malaikat yang akhirnya ngebuat gue enggak jadi make ini. Makasih juga lo udah buat papa mukul anaknya yang udah lama enggak ngerasain apa itu papa dan kakak dalam hidupnya. Makasih." Kuma mendelik pada Apgar yang menatapnya dingin. "Pah, papa boleh pukul aku sepuluh kali, seratus kali, seribu kali, tapi semua itu enggak akan ada artinya pah, enggak akan ngebuat jawaban Kuma ganti. Kuma jujur sekali aja mungkin enggak akan pernah di hargain di keluarga ini. Makasih udah bolehin anak enggak berguna ini tinggal sama keluarga ini selama dua puluh tahun." Pungkas Kuma yang langsung pergi ke kamarnya.
"KUMA!" teriak Radin dengan penekanan.
"Udah paa." Perempuan bernama Ratna itu mengusap lengan suaminya.
"Anak itu susah banget sih di atur!" Ucap Radin yang otot-otot lehernya terlanjur menegang.
***
Miko duduk tenang di kursinya. Menurutnya ayam goreng yang di piringnya saat ini sangat cocok untuk menu makan malam yang entah kenapa terasa lebih awal dari biasanya. Tidak ada yang bicara, empat orang yang duduk mengintari meja makan hanya menatap makanan di piringnya. Tetapi sang kepala keluarga terus mengamati putrinya dengan tatapan menyelidik. Belakangan ini Mikha memang terlihat berbeda dari biasanya, ia terlihat lebih sering tersenyum dan menjadi lebih sering menghabiskan waktunya di pinggir kolam.
"Mikha, tadi siapa cowok yang jemput kamu?" tanya Irawan dengan tatapan menyelidik.
"Temen Mikha yah." jawab Mikha yang mulai terlihat gugup.
"Kamu berteman sama orang enggak jelas kayak gitu? Apa ayah sama ibu enggak pernah ngajarin kamu tentang mana orang baik dan mana orang yang enggak baik?"
"Tapi dia orang baik yah." Mikha menurunkan tangannya ke bawah meja.
"Mana ada pria baik-baik rambutnya panjang terus tatoan kayak gitu!"
"Tatoan?" Riani menoleh ke arah suaminya.
"Orang kayak gitu tuh udah pergaulannya enggak jelas terus enggak punya masa depan! Enggak pantes bergaul sama kamu. Kamu tu mending fokus ke masa depan kamu, ayah enggak mau di masa depan kamu hidup susah, apalagi ayah sama ibu enggak mungkin selamanya ngurusin kamu sama Miko." ucap Irawan dengan nada menyepelehkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simbiosis.
General FictionKuma adalah laki-laki berantakan sedangkan Mikha adalah gadis feminim yang tidak pernah mendapat cinta orang tuanya. Keduanya dipertemukan di sebuah bangunan tua, sama-sama ingin mengakhiri hidupnya. Tetapi pertemuan itu tanpa sengaja malah menyelam...