Kaku

33 6 0
                                    


Laptop didepan Pelangi masih setia menyala menampilkan hasil pencarian tentang mata pelajaran Fisika. Jangan kira laptop yang dimiliki Pelangi berisi film atau drama yang jika ditonton akan menyebabkan baper berlebihan seperti kebanyakan wanita pada umumnya. Pelangi menggunakan laptop hanya untuk mencari materi pelajaran yang sulit dan tidak bisa dia kerjakan.

Sedari kecil Pelangi sudah dipacu agar selalu mendapatkan nilai yang bagus dan menjadi yang terbaik di kelasnya, pernah sekali nilai Pelangi turun dan dia langsung dimarahi habis habisan juga dihukum tidak boleh keluar kamar selama satu minggu. Pelangi sudah memohon dan menangis didepan ayahnya, namun hanya makian yang ia dapatkan. Sejak itu Pelangi kapok dan tidak mau kejadian itu terulang lagi. Dia berusaha giat untuk selalu menjadi yang terbaik, tanpa sadar semua itu membuat Pelangi tertekan mentalnya.
Usai sudah belajar Pelangi hari ini, dia merebahkan dirinya di kasur. Pandangannya terkunci oleh satu titik, Pelangi bangun mengambil foto yang ada di nakas yang dominan berwarna abu-abu disamping tempat tidurnya.

"Mama" lirih Pelangi.

Tess..

Air mata Pelangi jatuh tanpa bisa dicegah, semakin lama semakin banyak air mata yang jatuh membasahi pipinya. Pelangi menangis sesenggukan, dipeluknya foto seorang wanita yang tampak tersenyum bahagia dengan menggendong seorang anak kecil yang juga terlihat sangat bahagia terbukti dengan keduanya yang tertawa bebas. Pelangi menghapus air matanya kasar.

"Maaf ma Pelangi kelepasan, Pelangi kan ga boleh nangis depan mama, mama apa kabar? Pelangi kangen,Pelangi pengen dipeluk mama, sekarang Pelangi udah besar ma, katanya mama pengen Pelangi jadi anak yang pinter, Pelangi udah pinter kok, coba aja kalau mama ada
disini", Pelangi tersenyum sendu, dia menangis lagi, bahkan semakin parah. Dirinya memeluk kuat foto itu sambil menyandarkan punggungnya di tembok.

Ingatannya berputar beberapa tahun silam, saat dirinya masih ditemani mamanya, kenangan manis yang tersimpan rapi di memori otaknya.
Kala mamanya mengantar dan menjemputnya sekolah, mamanya yang selalu rajin mengingatkannya makan, mamanya yang selalu menyiapkan keperluannya, merawatnya dengan penuh kasih saat ia sakit, juga yang memarahinya saat dia hujan-hujanan. Pilu hatinya mengingat semua itu. Mengapa tuhan begitu jahat mengambil bahagianya?.
Kata mamanya tuhan begitu baik, selalu ada rencana yang sudah tertata untuk setiap umatnya, selalu ada Pelangi setelah hujan. Tapi apakah Pelangi harus percaya?. Pelangi memejamkan matanya, dia harus percaya apa yang dinasehatkan mamanya, mamanya selalu memberikan yang terbaik untuknya, Pelangi percaya itu.

Pelangi mencium foto itu dan meletakkannya kembali. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya, dia tidak ingin ketahuan menangis oleh siapapun, dirinya harus selalu terlihat kuat didepan orang lain.

Tok.. Tok.. Tok..

"Non Pelangi, makan dulu non, udah bibi siapin, ayahnya non Pelangi juga udah nungguin"

Deg..

Ayah? Tubuh Pelangi menegang seketika. Sudah lama ayahnya tidak pulang dari pekerjaannya, mengapa harus pulang disaat Pelangi sedang tidak mood. Pelangi menghembuskan nafasnya, sekali lagi bercermin memastikan wajahnya sudah fresh, Pelangi juga sudah memoleskan lipbalm dibibir tipisnya.

Pelangi menundukkan kepalanya tidak berani melihat sekitar, suasananya lebih tegang daripada menonton film horror saat malam hari. Pelangi memperhatikan susunan tangga yang didesain berwarna coklat kayu yang elegant.

"Gimana sekolah kamu Pelangi" tanya ayahnya datar.

Pelangi menggeser kursi makan ke belakang, dia mendudukkan tubuhnya dan mencari posisi nyaman agar tidak terlalu bosan nanti saat mendengarkan ocehan ayahnya.

"Baik" singkat Pelangi.

Dika menatap anaknya tajam, "Ayah dengar kamu sedang dekat dengan cowok di sekolah".

Pelangi sontak menghentikan gerakkan tangannya yang sedang menyuapkan nasi ke mulutnya. Tubuhnya menegang takut, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, apa lagi yang akan dilakukan ayahnya kali ini?.

"Ayah tidak mau tau! Sudah berapa kali ayah tekankan, jangan sekali- sekali dekat apalagi berhubungan dengan cowok, itu hanya akan merusak masa depan kamu! Kamu itu hanya harus fokus belajar, tidak usah melakukan hal yang aneh-aneh, cukup lakukan apa yang menjadi kewajiban kamu, jangan buat ayah muak dengan kamu!", bentak Dika.

Pelangi menundukkan kepalanya, selera makannya sudah menguap entah kemana, dia menahan agar tidak membalas ucapan ayahnya. Tapi dia tidak tahan disalahkan, itu bukan salahnya, kenapa harus dia yang disalahkan?.

"Pelangi nggak deket sama Langit ayah!", Pelangi memberanikan melihat manik mata ayahnya yang berwarna hitam beda dengannya yang berwarna biru menurun dari mamanya.

Dika menganga tidak percaya, "Ooohhhh Langit namanya, udah berani ngelawan papa kamu ya!"

Suara decitan kursi menggema, Pelangi bangkit dan pergi meninggalkan ruang makan. Air matanya jatuh lagi, buru buru Pelangi mengusapnya, tidak ingin menangis hanya karena ayahnya. Dia pergi menyendiri ke taman belakang rumahnya. Pelangi memperhatikan taman itu, sudah banyak yang berubah sejak kepergian mamanya. Tidak ada tempat bermain yang dulu dibangun ayahnya untuk Pelangi bermain. Hanya ada kursi ayun yang mulai usang, tidak ada taman bunga lagi yang menghiasi taman itu. Banyak kenangan di rumah ini yang membuat hati Pelangi sesak mengingat betapa hangatnya keluarganya dulu.

***

"Sayang"

Melan mendusel-dusel lengan Langit. Sudah setengah jam mereka hanya duduk-duduk di cafe, Langit tampak cuek malam ini. Beberapa kali Melan mencoba mengajak Langit berbicara, entah mengapa Langit tidak menggubris Melan. Langit sibuk dengan ponsel ditangannya, seakan-akan disampingnya tidak ada Melan.

Melan menekuk wajahnya, "Sayang, kamu kenapa sih, apa bagusnya
HP sampai dilihatin terus daritadi, mendingan liat muka aku aja"

Langit masih tetap diam, namun kali ini ponsel dalam genggamannya ia masukkan dalam saku celananya. Langit memperhatikan suasana Cafe yang didesain kekinian. Dengan suasana remang tidak terlalu terang membuatnya nyaman jika berlama-lama disini.

"Kamu kenapa sih, kamu cuek banget, kamu udah bosen sama aku? Kalau gitu kita putus aja"

Mata Langit membulat menatap Melan. Putus? Ini adalah yang Langit tunggu-tunggu dari tadi. Ya, Langit memang sengaja membuat Melan bosan dengannya agar Melan mengajaknya udahan. Sebenarnya dia tidak pernah benar-benar serius jika menjalin hubungan dengan perempuan, itu hanyalah sekedar main-main untuknya. Akhir-akhir ini Langit merasa nyaman jika dekat dengan Pelangi maka dari itu, ia mencoba membuat Melan bosan, agar mengajaknya putus. Langit tidak pernah mau jika dirinya duluan lah yang mengucapkan kata 'putus'.
Apabila Langit sudah tidak ingin berpacaran lagi maka dia akan membuat pasangannya bosan agar sang cewek mengucapkan kata
'putus' untuknya.

"Okay, kita putus!"

Melan terpaku tidak percaya, semudah itu kah Langit menanggapi ucapannya?. Melan tidak serius mengucapkannya tadi, dia hanya ingin Langit memperhatikannya.

"Langit!!" panggil Melan saat Langit beranjak pergi meninggalkan dirinya sendiri. Melan menggeram kesal.

😈😈😈

Selesai chapter 2
Dapet salam dari Langit :))

Buat yang nggak setuju sama castnya Langit itu hak kalian, Cast cuma buat pemanis dalam cerita, jadi jangan dipermasalahin oke

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Buat yang nggak setuju sama castnya Langit itu hak kalian,
Cast cuma buat pemanis dalam cerita, jadi jangan dipermasalahin oke.
Kalian bebas berfantasy siapa yang jadi tokoh Langit.
Sekian :)

 SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang