Siapa peduli kau maju atau semakin lusuh? Bernafas saja tak ada yang mempedulikanmu. Segalanya dianggap bodoh, payah. Sejak segala keputusan ditanganmu semua jadi kacau, ruwet. Menurut mereka kau tidak becus, kau gila, kau tidak waras. Bagaimana tidak, sepeninggal orang yang kau sayangi kau semakin terlantung-lantung. Tidak mau berpikir tentang seberapa panjang hidupmu. Yang kau pikir hanya besok pasti mati. Takdirmu tidak semudah itu. Perjalanan yang kau tentukan tidak lagi diamini semesta.
"Mati."
"Mati."
"Mati."
"Besok aku mati." gumammu.
Kau menggumam, selalu menggumam. Sepanjang jalan yang kau lalui. Kau menggumam seperti orang berdzikir.Apa yang ada dipikiranmu selain mati? Sudah tidak ada, kau terlalu fokus pada kematian sampai kau lupa cara terbaik untuk mati. Kau menggumam, terus saja menggumam. Tentang kematian, tentang hal buruk yang selalu menghantuimu. Kau menggumam lagi, tentang siapa yang akan mati dulu. Aku atau kau?
Tentang siapa yang akan berbuat jahat padamu, pada keluargamu. Segalanya terang, segalanya transparan. Pertarungan jiwa-jiwa yang kau sayang. Kau menuju pulang. Katamu.
Lagi, setiap aku datang menemuimu kau membuka pembicaraan tentang kematian. Seolah-olah dulu kau pernah mati. Kau sungguh membuat aku sedikit terusik tentang kematian. Tentang siapa orang yang akan menangisiku, yang akan bersuka atas kematianku. Siapa yang akan memandikan jenazahku. Oh, sial. Aku mulai terusik.
Di dalam kamar aku melamun, membawa perkataanmu sampai aku tidak lagi memikirkan hal lain selain kematian. Katamu "Kematian hanya perpindahan jiwa." Ah aku tak percaya. Jika iya, jiwa siapa yang masuk dalam ragaku? Bagaimana dengan jiwa seorang bayi? Apakah ia akan berpindah ke tubuh bayi? Bagaimana dengan jiwa seorang yang renta? Apakah ia kembali bayi atau tiba-tiba hidup dengan keadaan renta?
Oh, sial. Lagi aku memikirkan tentang kematian. Sesederhana kita melihat kematian itu datang. Serumit saat kita memikirkan cara mati dan pertukaran jiwa.
Aku tak lagi keluar kamar, tak lagi ke kedai kopi dan menemuimu. Aku semakin larut tentang pemikiran kematian. Sampai aku pun menggumam setiap saat tentang.
"Mati."
"Mati."
"Mati."
"Aku pasti mati."Fitrul Unfiana
