3 -Tidak-

36 7 0
                                    

Kenapa hari begitu terasa cepatnya. Baru aja kemarin Minggu. Udah Senin aja. Aku paling gak suka dengan yang namanya 'upacara'. Dibarisin panasan, sedangkan petugasnya? Di tempat teduh. Begitulah hidup. Ada yang enak ada yang susah. Suatu saat roda akan berputar.

Sekitar 1jam setengah, upacara selesai. Siswa menuju ke kelas. Bendahara meminta uang dukacita untuk guru yang meninggal kemarin Kamis. Namanya Bu Riri tapi gak tau orang-nya yang mana.

Arsya, Dinda, Adit, dan aku sedang mengobrol."lo tau gak? siapa Bu Riri itu?" ujar Dinda

"Guru kan?" Jawab Arsya. Dinda melirik Arsya kesal. Bukan itu yang dia maksud.

"Bu Riri itu tante gue" ujar Dinda. Tetapi Dinda tidak terlihat sedih kenapa?

"Tapi lo kok gak sedih?" tanyaku. Dinda menghela nafasnya. "gue masih bingung kenapa tante gue bisa meninggal" ujar Dinda.

Aku penasaran sama wajah Bu Riri. Aku tidak mengenalnya karena Bu Riri belum pernah mengajar kelas kami. Aku yang penasaran ingin melihat muka Bu Riri, apakah sama yang ku lihat di rooftop?

"Lo punya foto Bu Riri?" tanyaku yang dianggukan oleh Dinda. Dinda mengambil ponselnya dari tas dan membuka galeri. Ia menunjukan fotonya ke aku Arsya dan Adit. Aku yang melihat itu melotot tak percaya. Aku mulai takut. Aku menatap Adit. Adit menenghelakan nafasnya panjang.

"Kalian kenal?" tanya Arsya ke Aku dan Adit. Karena aku dan adit saling menatap

"nggak, gue kemarin kamis lihat bu Riri di rooftop. Udah disuruh Adit pergi tapi Bu Riri gak mau". Aku tidak menceritakan mereka ke Dinda dan Arsya.

"Gue denger dari Guru-guru Bu Riri itu ditemukan di lapangan basket, udah berlumuran darah" ujar Arsya ngeri. Aku menebak kejadian itu apakah jatuh dari rooftop?

"Menurut lo dibunuh atau bunuh diri?" tanya Dinda. Dinda pun sangat kepo dengan kematian tantenya. Aku berpikir, seperti ada yang membunuhnya, dan dijatuhkan dari rooftop.

"Gini aja deh, kan ini bu Riri dilihat meninggal waktu jumat pagi kan tuh. La kalian, Arsya Clara, ke rooftop hari kamis, coba deh selanjutnya kalian yang mikir" ujar Arsya yang sudah didengarkan dengan serius ujung-ujungnya suruh mikir temannya. Aku Dinda dan Adit membulatkan mata karena sangat malas dengan tingkah Arsya.

"Oh iya gini aja lo waktu kamis lihat bu Riri sama siapa?" tanya Dinda ke aku dan arsya.

"Sendiri"jawabku.

"Dan lo Arsya kenapa lo nyuruh Bu riri pergi dari situ?" tanya Dinda ke Arsya.

"Gue kepo sih kenapa bu riri kesitu, gue suruh dia keluar aja dari rooftop" ujar Adit. Aku curiga sama Adit. Kenapa dia nyuruh bu Riri keluar?

"Dan lo Clar, lo liat mereka gak??" Tanya Dinda dengan penuh penekanan 'mereka' terhadapku. Aku menjawabnya dengan jujur saja, dan kuanggukan saja.

"Apa mungkin karena mereka?" tanya Dinda.

"Mungkin aja"ujar Arsya.

Adit mengerutkan dahinya dan berpikir. "Mereka siapa? Kalian gak ngasih tau gue" tanya Adit.

Tiba-tiba guru datang. Dan lagi-lagi Adit tidak mengetahui jawabannya. Adit mendengus kesal. Rasanya ingin sekali aku memberi tahu Adit. Tetapi belum saatnya aja. Mungin hanya butuh waktu. Sepanjang pelajaran, aku terus memikirkan kejadian bu riri. Ternyata guru itu adalah Bu Riri.

- - - - -

Bel istirahat berbunyi. Aku dan Dinda menuju ke kantin. Adit dan Arsya sedang ada rapat osis untuk mengurus piknik akhir taun. Tapi bukan perpisahan.

SHADOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang