4 -Dikatakan-

38 8 2
                                    

Menjelang hari ini. Pas dengan pelajaran MATEMATIKA. Pelajaran yang tidak aku sukai lagi. Karena guru yang begitu kejam memberi soal. Jawaban dengan sulitnya. Angka tidak bisa dipecahkan, hanya dengan kata saja. Sebenarnya apa susahnya sih? Dari beberapa angka-angka yang aku pelajari sebelumnya tidak pernah muncul soal dengan jawaban kata. Menyebalkan hufft.

Tetapi untungnya, pelajaran matematika adalah pelajaran terakhir. Siapa tau ada temen sudah selesai jadi aku bisa nyontek. Harapanku sih.

Kali ini aku sedang menunggu Dinda di kantin. Tidak biasa-biasanya sebelum masuk, aku dan Dinda sarapan di kantin. Karena Dinda sangat lama datangnya, aku memilih untuk memesan makanan terlebih dahulu. Aku memesan Nasi putih dengan sayur sop karena cocok untuk sarapan pagi. Aku memakannya sampai habis. Aku melihat jam tangan yang aku kenakan. Menunjukan pukul 06.55. Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Tetapi Dinda tidak kunjung datang.

Bel masuk berbunyi. Ternyata Dinda juga belum berangkat. Apa Dinda ijin? Aku berdiri lalu meninggalkan kantin. Aku menuju kelas. Di saat berjalan di koridor kelas, aku bertemu dengan Bu Riri. Bu Riri? Apa benar ini Bu Riri? Aku berjalan berlawanan arah. Dan aku cepat-cepat melangkahkan kakiku menuju kelas. Akhirnya sampai juga.

Arsya melihat aku didepannya kelihatan lelah. "Lo ngapin Clar? Kaya habis liat setan aja?" Arsya melihatku dengan penuh tanya

"Habis liat Bu Riri, hih serem" aku menjawab dengan ekspresi ketakutan

Arsya mengerutkan dahinya "Bener? Gak salah lihat?" Arsya lagi-lagi bertanya dan ku anggukan. Adit menengok ke aku dan Arsya. "Dinda gak berangkat?" tanya Adit.

"Enggak tau, tapi kan ini udah masuk" jawab ku.

Beberapa menit kemudia, guru masuk ke kelasku. Aku benar-benar melihat bangku Dinda. Kosong. Kenapa Dinda tidak berangkat? Apakah dia takut kena hukuman bu Hana? Aku akan menanyainya besok jika Dinda berangkat.

"Claraaa" panggil seseorang dengan bisikan dari belakang. Sudah taulah pasti itu Arsya. Kurang kerjaan amat sih ini anak. Aku menengok ke belakang. "Apa"

Arsya menggelengkan kepalanya. Aneh. Dasar jahil. Aku kembali menghadap ke Papan Tulis karena guru sedang menjelaskan.

"Anak-anak kenapa kursi itu kosong?" Tanya Guru yang membalikan badannya ke arah kami dan menunjuk bangku Dinda.

Aku menjawabnya "Dinda tidak masuk bu" Guru itu mengangguk seakan berkata 'oh'. Kenapa sih Dinda nggak berangkat? Aku jadi khawatir kalo dia sakit.

- - - - - - - - - - -

Setelah sekian lama... Etdah malah nyanyi. Akhirnya tinggal satu pelajaran lagi. Tapi kenapa pelajaran habis ini matematika. Ngeselin. Aku bertanya-tanya kepada temen-temen siapa yang sudah mengerjakan matematika. Semua sudah kutanyai dan jawabannya adalah 'belum'. Nihil. Semoga aja nanti gak kena hukuman.

Aku dan Arsya istirahat ini, di kelas untuk menatap lembaran matematika. Sedangkan Adit sibuk dengan ponselnya.

Aku melihat Adit untuk minta tolong tanyakan kepada Dinda kenapa tidak berangkat. "Dit, tolong tanyain Dinda dong kenapa dia nggak berangkat"

Adit membalas dengan ibu jari dan telunjuk disatulan sehingga membentuk lingkaran. Oke.
5 menit.......
"Gimana Dit?" tanyaku

"Ponselnya nggak aktif" jawabnya.

Aku menghela nafas panjang. Sebenarnya apa yang terjadi pada Dinda?
Bel Masuk berbunyi. Kenapa belnya tidak rusak aja?. Bu Hana memasuki kelas. Seluruh siswa merinding melihatnya. Tenang bukan hantu kok. Suara sepatu milik bu Hana dengan? Bekas tanah di lantai. Warna merah? Mungkin bu Hana habis menginjak saus.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SHADOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang