HEHE TERNYATA TIDAK SEESKTRIM YANG KUBAYANGKAN BECAUSE I TIDAK TEGA PADA NENG ALYSSIA
***
Jeffrey merasa takdir sedang memihaknya saat ini. Sejak pertama kali bertemu dengan Alys Sein nyaris dua tahun yang lalu, ia sudah memimpikan hal ini terjadi. Memiliki sosok Alys Sein dalam dekapannya. Tidak ada orang yang akan menginterupsi mereka. Dan sepertinya ia harus berterima kasih pada pemilik butik baru ini karena selain telah mempertemukannya kembali dengan pujaan hatinya, ia juga telah mempermudahnya dengan tidak memasang CCTV di area tersebut.
Alys memang masih berusaha berontak, tapi hal itu justru semakin membuat jiwa petualang dalam diri Jeffrey tertantang. Bibir plump itu terus-terusan mengeluarkan umpatan demi umpatan padanya. Terdengar begitu berani, tapi Jeffrey tahu, gadis itu pasti ketakutan setengah mati. Kedua pupil mata bulat di hadapannya bergetar hebat.
Ia tersenyum miring, menangkup pipi Alys dalam cengkeraman tangan kanannya.
"Mulut kamu terlalu banyak bicara, Babe," bisiknya dengan suara rendah. "Rasanya bibir indah kamu ini harus diberi pelajaran."
"Let go of me asshole!"
Jeffrey tertawa. "Kamu benar-benar menghibur, Babe."
Ia kemudian mencondongkan kepalanya lebih dekat lagi pada Alys. Jarak super dekat yang ada di antara mereka membuat Jeffrey dapat mengendus aroma berry yang menguar dari rambut coklat gelap Alys. Ia menurunkan kepalanya, sehingga hidungnya sejajar dengan leher Alys. indera penciuman Jeffrey seketika diserang dengan aroma manis Alys yang bercampur dengan keringat. Benar-benar memabukkan.
"You smell amazing." Suara berat dan rendah Jeffrey kembali terdengar sebelum ia meninggalkan kecupan ringan pada leher bersih Alys.
Telinga Jeffrey masih cukup sehat untuk mendengar suara memohon Alys yang memintanya untuk berhenti. Tapi ego dan nafsu yang sudah membumbung tinggi dalam diri Jeffrey membuatnya menulikan pendengarannya.
"Keparat dari Harith itu beruntung karena dapat menikmati ini semua setiap saat."
Jeffrey mengangkat pandangannya, menatap Alys yang sudah menangis tanpa suara. "Oh sweety, jangan menangis."
"Gue janji, lo akan menikmati ini semua. Aku nggak akan pernah nyakitin kamu."
Tangan kanan Jeffrey yang sedari tadi mencengkeram pipi Alys kemudian bergerak untuk mengelus bekas kemerahan yang ada di sana. Ia mencondongkan wajahnya, memberikan kecupan ringan pada pipi tersebut meskipun Alys terus-terusan berusaha mengelak.
"Sshhh, air mata kamu terlalu berharga." Jeffrey berujar, mengecupi aliran air mata Alys yang menganak sungai di kedua pipinya.
"Seandainya aku ketemu kamu duluan dibanding dia, mungkin keadaan nggak akan jadi kaya sekarang."
Tangan Jeffrey kembali bergerak, membelai rambut Alys dengan lembut. Tiba-tiba saja ia berubah menjadi sangat lembut dan penuh kehati-hatian, berbanding terbalik dengan beberapa menit lalu.
"Kamu pasti udah jadi punyaku, dan kamu nggak akan nangis kaya sekarang."
Lalu secepat kilat, sikap Jeffrey kembali berubah. Senyuman miringnya terlihat semakin menakutkan. Ia menyeringai, menyerupai tokoh-tokoh antagonis yang siap mengeksekusi korbannya saat itu.
"Tapi nggak papa, kalau emang takdirnya harus begini. Aku bisa apa?" ucap Jeffrey, masih setia dengan seringaian licik di bibirnya. "Of course aku bisa melakukan apa pun supaya kamu bisa jatuh ke tanganku. Bikin kamu hamil kedengarannya menarik."