Waktu selalu berlalu tanpa perlu ditunggu. Hingga memasuki 2018 , beberapa bulan setelah kelulusanku. Aku memutuskan untuk melanjutkan kembali studiku ke jenjang berikutnya. Bukan tanpa alasan, sebab lagi-lagi tak ada yang bisa ku lakukan untuk membuat Ibu dan Bapak memiliki kebanggan untuk anak sepertiku. Seorang anak yang tidak cerdas, dan sesekali beruntung. Setidaknya, hidupku yang berantakan ini dapat memberikan kebanggaan untuk kedua malaikat tak bersayap itu.
Tak ada yang berbeda, hidupku begitu tenang. Tanpa masalah, tanpa beban berat yang mengusik pikiran. Semua masih sama, tentang mereka yang mencoba menjodohkan diriku, sebab setelah kelulusan ini rasanya pertanyaan yang berbunyi "kapan nikah?" itu lebih sering ku dengar dari sebelumnya. Aku masih tak mampu mengalahkan rasa takut itu, dan masih belum berniat untuk melanggar prinsipku untuk tidak menjalin hubungan dengan pria manapun terkecuali ia hendak menikahiku.
Hari-hari yang ku lalui begitu menyenangkan, penuh rasa syukur dan bangga terhadap apa yang sedang ku jalani saat ini. Aku berusaha untuk menjadi wanita yang mandiri dan kuat dalam menjalani apapun yang terjadi. Aku juga bertemu dengan beberapa teman baru pada pendidikan strata dua yang ku ambil beberapa bulan setelah aku di wisudakan. Teman-temanku bertanya tentang kelelahan dan rasa bosan berkuliah, sedang aku hanya tersenyum mejalaninya, entah bagaimanapun juga takdir yang menuntun hatiku melakukannya.
Di kehidupanku saat ini, sedikit lebih keras dan berbeda. Sebab Mahasiswa kelasku mayoritas adalah seorang Ibu dan Ayah yang rata-rata berusia 35 tahun ke atas, sisanya anak-anak muda seusiaku yang hanya terdiri dari beberapa orang saja. Jelas ini berbeda, pemikiran kami, kebiasaan kami, cara pandang kami, hingga cara bicara kami. Tak jarang memicu perdebatan sebab perbedaan yang ada. Sesekali aku mengeluh karena beberapa temanku bersikap senioritas, dan aku tak kuasa melawan sebab usia kami yang terpaut jauh. Ya.. sejauh ini hanya itu saja masalah yang kuhadapi. Hingga akhirnya, aku bertemu takdirku yang lain...
*****
Selain sebagai Mahasiswi, aku juga bekerja sebagai karyawan lepas di salah satu perusahaan. Satu-satunya perusahaan yang membantu uang saku ku semasa kuliah, yang ku geluti sejak 6 tahun lalu. Percis usianya, sebab aku bekerja disini sesaat setelah aku memilih meninggalkan cinta yang pernah kumiliki untuk seseorang yang salah di masa lalu.
Hari ini cukup stabil, bekerja seperti biasanya, menghabiskan waktu dengan bercerita dan tertawa bersama salah satu rekan kerjaku. Sebut saja ia Kirana, Ibu dari satu orang putera yang luar biasa. Wanita tangguh yang tak kenal lelah mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Nasibnya memang tak seberuntung kebanyakan orang, terutama perihal rumah tangganya, itulah mengapa ia bekerja lepas kesana-kemari bahkan terikat Dua pekerjaan sekaligus.
Kami berdua adalah rekan kerja yang serasi, layaknya kakak beradik kami selalu berbagi cerita susah dan senang bersama. Tak peduli usia kami yang terpaut jauh, saling menasehati adalah hal yang penting bagi kami. Aku menyukai segala cerita tentangnya, keluh kesah tentangnya terkadang juga membuat hatiku merasa begitu pilu, terlebih jika bercerita tentang bagaimana kepedihannya sebagai wanita yang tak jarang diperlakukan dengan kekerasan. Sekilas jika melihatnya terluka, aku seperti melihat diriku sendiri, yang pernah begitu mencintai laki-laki tak berhati. Kenangan itu memang begitu lekat, hingga terkadang aku menagis dibalik cerita orang lain, berusaha menyembunyikan bayangan dan kenangan yang kerap muncul dalam pikiranku. Meski telah bertahun lamanya, semua begitu membekas. Terkadang aku berfikir dan menyadari, ternyata aku terluka sedalam itu.
*****
Kirana bercerita banyak tentang putera semata wayangnya yang masih berusia 3 setengah tahun itu. Sambil tertawa kami berbagi bahagia, Kirana juga menunjukan beberapa foto-foto puteranya yang ia ambil semalam. Aku melihat dari layar Smartphone miliknya, sesekali tersenyum melihat puteranya yang begitu menggemaskan. Aku melihat beberapa Slide foto di galery nya. Hingga akhirnya, mataku terpaku pada satu gambar lain yang membuatku terdiam.
Fikiranku kosong, entah apa yang kedua mataku tangkap. Sekilas hanyalah sebuah foto dengan sekelompok orang yang terdiri dari 4 wanita dan 2 orang pria berseragam. Mereka adalah rekan kerja Kirana di luar pekerjaannya bersamaku. Seolah pikiran dan mulutku tidak berkompromi terlebih dahulu, tak ku sadari aku bertanya tentang salah seorang yang berada di antaranya pada kirana. Pertanyaan yang bermula dari kata "siapa?" ternyata menjadi jembatan takdirku pada kisah yang tak pernah ku duga-duga.
*****
![](https://img.wattpad.com/cover/167841712-288-k320851.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika (Dialog-dialog Hati)
Romancejika ingin bertanya tentang aku, berdialoglah dengan setiap tulisan-tulisanku. Sebab aku bisu sejak hari kau anggap perasaanku bukan hal penting untukmu. Inilah diriku, selepasmu.. . Sebuah diary - Di adopsi dari kisah sepasang kekasih yang kini sal...