Keping 7 : Hujan di tanah gersang

51 2 0
                                    

Benar, tak sulit baginya membuatku bahagia. Hari-hari yang ku lalui bersamanya, berjalan-jalan berdua, menikmati senja di pantai, menonton film di bioskop, atau hanya sekedar duduk berbincang sambil bercanda di depan teras rumah. Hal-hal sederhana yang ia berikan padaku terasa begitu cukup dan menyenangkan.

Padma adalah sosok yang begitu hangat bagiku, ia tahu bagaimana cara merebut hatiku, bagaimana ia memanjakanku dengan perhatian-perhatian kecil yang berkesan, bagaimana ia menggenggam tanganku dan meredakan sedihku.

Setiap saat, aku selalu berharap bahwa ia adalah pria yang tepat untuk menjadi pendamping di sisa usiaku, yang menemaniku dalam perjalanan singkat dunia, menyamakan langkah, yang menjadi tempatku berlindung dari segala kerisauan.

*****

Semakin tinggi kau mengepakkan sayap, semakin besar resiko terluka apabila terjatuh. Begitulah hukum kenyataan hidup yang berlaku. Namun cinta memiliki keberanian yang tak pernah terpikirkan oleh kepala, dan memiliki kekuatan yang tak pernah diketahui batasnya oleh hati.

Aku memilih mengambil resiko itu, mencoba terbang kembali dan melupakan tentang bagaimana rasanya terhempas. Tak peduli bencana apa yang akan terjadi padaku esok hari, hatiku mendesak untuk mengakuinya. Aku, jatuh cinta lagi setelah sekian lama.

*****

Maka biarkan waktu terhenti saat ini dan selamanya. Karena aku menyukai setiap waktu bersamanya, aku menyukai senyumannya yang terus membuatku lupa akan rasa sakit yang dahulu pernah ku alami.

Hari-hari yang berbeda, sekedar berjalan-jalan bersama keliling kota atau duduk di teras rumah berdua. Waktu selalu terasa cepat berlalu ketika bersamanya, dan berharap setiap malam menjadi malam-malam indah yang panjang.

Ia menatapku dengan penuh keyakinan, tanpa berucap, tanpa banyak bersuara. Matanya yang indah seolah bicara padaku, tentang rasa yang tanpa kepalsuan, tentang seberapa dalam dirinya mencintaiku. Sejenak, ia menjadikanku wanita yang paling cantik di dunia ini, yang merasa begitu beruntung memilikinya. Dia yang mengerti segala kecemasanku, yang memahami apa yang tak dapat ku lakukan tanpanya.

*****

Yang terhampar kering seluas gurun pasir tandus. Yang berjalan terseok-seok mencari setetes air untuk sekedar membasahi kerongkongannya yang hampir mati kehausan. Dia adalah hujan yang menyirami tandusnya, menghidupi pucuk tangkai dengan daun-daun baru. Menghilangkan dahaga berkepanjangan. Seperti itulah dirinya hadir..

*****

"Padma, kenapa kamu milih aku?" pertanyaan itu terlontar dariku.

"Kamu sendiri, kenapa milih aku?" ia melemparkan pertanyaan yang sama untukku. Kami tak saling menjawab sebab tak tahu jawabannya. Senyuman itu sudah cukup menjawab pertanyaanku dan dirinya.

"kamu tau kan kalau aku gak pernah bawa pria ke orang tuaku setelah bertahun lamanya selain kamu?" tanyaku lagi. Padma hanya mengangguk. "hmm.. orang tuaku nanyain kamu, aku harus gimana?"

"nanya tentang aku? Maksudnya?"

"Bapak dan Ibu sedikit kecewa saat aku bilang kalau kamu teman dekatku. Jadi, kalau aku terus terang dengan mereka dan ngenalin kamu sebagai pacarku.. kamu siap?" ku buat nada suaraku tanpa keraguan, meski takut mendengar jawabnya. Ku pandang Padma yang mulai menghela nafas sambil merubah posisi duduknya dan terlihat lebih serius menatapku.

"kalau nanti.. Seandainya didepan sana terjadi sesuatu diluar kuasa kita, dan harus menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan, aku takut mengecewakan orang tua kamu.."

"kenapa pernyataan itu terdengar begitu pesimis?"

"Aku takut.."

Sedikit menghela nafas, aku mengerti ketakutan yang ia rasakan. aku tidak tahu harus meyakinkan atau setuju dengan apa yang baru saja ia katakan.

"Bukankah apa yang kita takuti justru akan terjadi? Kenapa kamu harus mengkhawatirkan sesuatu yang belum tentu terjadi? Bukankah kita punya Tuhan untuk dipercaya? Jika kita bisa saling menjaga satu sama lain, maka apa yang harus kita takutkan?" pernyataan sekaligus pertanyaan itu terlontar spontan mengikuti apa yang ingin hatiku katakan.

Perkataanku cukup membuat dirinya terdiam. Sekilas terdengar bijak meski sebenarnya menutupi rasa takut yang sama. Entah mengapa aku memiliki keyakinan untuk bisa terus bersamanya.

"Baiklah, hehehe"

Mendengar pernyataan itu, seolah seluruh kebahagiaan yang ada di dunia ini berkumpul menjadi satu dalam diriku. Bahkan kata-katapun tak mempu ku tuangkan sebab setiap sudut hati dan pikiranku dipenuhi rasa yang telah lama hilang. Aku merasakannya lagi, musim semi yang ku rindukan itu akhirnya datang..

*****

Pernahkah kamu mencintai seseorang hingga membuatmu merasa begitu bersyukur memilikinya ? pernahkah kamu mencintai seseorang hingga membuatmu merasa menjalani hidup yang lebih layak dari sebelumnya? Pernahkah kamu merasa begitu bahagia mencintai seseorang hingga begitu takut semuanya berakhir dan kehilangan segalanya?

*****

Tanpa mengelak, hati yang telah kalah dan mengaku jatuh cinta itu tak mampu membendung rasa bahagia, tumpah ruah dalam perbincangan kecil malam bersama Kirana.

"Aruni.."

"Hm?"

"Apa yang istimewa yang membuatmu mencintai padma?"

"nggak tau. Hehe"

"harus tau."

"hm.. apa ya? Yang istimewa?"

"Iya, pasti ada alasannya kan?"

"ya.. ada sih"

"Apa?"

"karena dia adalah Padma.."

*****

Hujan, seperti doa yang berjatuhan setelah sekian lama dilangitkan, seperti tetes air hujan yang menyirami daratan gersang menghasilkan semerbak aroma petrikor yang mendamaikan semestaku. Hujan itu turun, yang jatuh itu aku.

*****

Senandika (Dialog-dialog Hati)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang