Pergilah!

58 8 0
                                    

     Hari ini adalah hari senin. Aku sekolah seperti biasa, tak ada yang spesial kali ini. Hujan pun tidak mau turun, yang padahal biasanya di bulan Desember, disetiap pagi selalu membasahi kota. Aku rasa karena dia ingin aku berusaha sedikit lebih keras lagi. Seperti ia tidak ingin melihat aku langsung berputus asa. Disuruh keluarin pengorbanan yang lebih.

     Hari-hari di sekolah terasa datar dan hampa. Tidak seperti hari-hari kemarin yang terasa ada yang berbeda, bahagia, dan senang. Tapi akhir-akhir ini aku merasa sunyi. Casana pun seperti tiada ingin menjalankan cinta bersamaku.  Aku menarik nafas dalam-dalam dan menegaskan di dalam hatiku bahwa aku tak boleh pesimis.

     Kucing-kucing di depan halaman rumahku bermain bersama seakan tiada masalah. Ada sih yang bermasalah karena mengawini sembarangan kucing. Burung-burung berkicauan dengan merdu, menghibur hati yang tengah merasa hampa. Ditambah sepoian angin yang datang sekali-sekali.  Tapi tak terlalu ampuh untuk hatiku yang sedang seperti ini.

     Aku mencoba bercerita tentang masa lalu, masa depan, dan cita-cita mungkin bisa membantu untuk saling mengerti satu sama lain. Mana tahu, dengan usaha tersebut aku bisa mendapatkan hasil yang aku inginkan. 

     Aku tanyakan tentang dirinya, apa sosmednya, dan semua yang ingin aku tanyakan. Saat dia hendak pulang dengan busway pun aku juga pulang dengan busway agar dapat melihat wajahnya setiap saat. Ntah itu saat busway rem mendadak, mukanya seperti terkejut-lucu yang aku dapati saat dia terkejut. Kadang busway terlalu kencang dia seperti ketakutan karena takut terjadi apa-apa, dengan ciri khas wajahnya itu, aku bisa mengartikan apa maksud dia saat di dalam busway itu.

     Kelas kala itu sedang ditinggalkan oleh teman-temanku karena mereka turun untuk olahraga. Dari belakang ada yang menarikku saat sedang jam olahraga. Ternyata Casana menarikku keatas kelas, dan berbicara padaku. 
          "Rafi! Seriusan kau suka sama aku?" tanya Casana dengan menyudutkanku. Mukaku memerah, aku lalu menghindar dengan berlari dari Casana dan masuk ke toilet. 

          "Astagaa!!! Tahu dari mana sih dia? Siapa yang memberitahu dia?" keluhku dengan suara yang sedikit tinggi. Deg-degan sekaligus rasa senang bercampur aduk hingga aku bingung mana yang terbaik mengisi hati aku saat ini. Aku tak ingin berpikir panjang, kutemui Casana tadi.

          "Kalau misalnya benaran suka gimana?" tanyaku separuh nafas.

          "Hah? Jangan dong, kau kan tahu aku sudah punya pacar. Lagian aku sudah menganggap kalau kita itu kan sahabat, sahabat baik!" jawabnya. "Tolonglah Raf, jadi yang sahabat aku yang terbaik ya" dia memegang bahuku dengan menunjukkan muka yang manis yang membuatku menundukkan pandangan karena malu bertatapan langsung. 

     Cerita tentang Casana sudah mempunyai pacar itu telah tersebar ke seluruh orang di kelasku bahkan kelas lain pun juga mengetahui. Ternyata yang menyukai dia sampai ke kelas-kelas lain. Aku mendengar kabar itu awalnya terkejut bisa sampai sebanyak itu yang suka sama dia. Tapi lama-kelamaan aku juga paham, Casana orangnya itu sangat easy going yang membuat orang terutama cowok betah dengan dia.

     Setelah dia berkata begitu aku merasa kehilangan separuh harapan hidupku. Usaha-usaha yang aku lakukan selama ini sia-sia. Tidak ada lagi ruang untuk aku bisa mendapatinya kalau sudah seperti ini. Rasanya tangan tak lagi bisa bergerak, badan hanya ingin terbaring, mata ingin tertutup dan menjalani hari seperti halnya orang gendut yang malas, yang menghabiskan waktunya untuk tidur, makan, dan nonton. Seperti halnya orang akan terkubur esok.

     Besoknya aku tidak datang ke sekolah. Kau tahu? Aku terkena demam, bukan demam yang parah. Hanya saja mood aku juga tidak ingin ke sekolah. Aku cuman terbaring di kasurku dan bermain gadget yang aku punya. Terkadang aku membaca buku-buku yang pernah aku baca tetapi belum selesai. Aku membaca buku yang beberapa tahun lalu aku beli. 

Segelas Green TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang