Hari demi hari hatiku sangat tidak normal. Pasalnya tidak beberapa lama lagi kami tidak dapat bertemu seperti saat-saat bersama. Akan ada yang sibuk dengan cerita cinta dan juga ada yang dengan cita-citanya.
Nelsin mengajakku pergi jalan-jalan sepulang sekolah. Kami pergi ke kafe cukup populer di Pekanbaru ini. Kafe itu berada di sekitaran Harapan Raya di dekat Sungai Sail. Dia menanyaiku dengan beberapa pertanyaan seperti apakah benar aku kan melanjutkan pendidikan ke Bandung itu dan benarkah itu akan terjadi. Dan aku jawab iya.
"Bang, aku sayang" kata dia, sambil minum green teanya dan menatapku dengan matanya yang indah.
"Abang juga" Jawabku.
"Kalau Nelsin minta jawabnya sekarang, abang marah ngga?" tanyanya dengan
"Ngga, adek emangnya mau abang jawab sekarang?
"Iyaa.. Adek nunggu-nunggu jawaban dari abang." Ia sangat bersemangat sampai-sampai pipetnya jatuh ke meja
"Adek satu-satunya teman buku abang. Pertama dan terakhir di SMA ini" kataku, lalu kupegang tangannya "Abang minta satu hal, jangan pergi dari abang, walaupun kita terpisah oleh jarak."
Nelsin memahami maksud perkataanku. Ia berkata dengan halus "Adek Janji, Nelsin dan bang Rafi tak akan berpisah. Adek selalu berdoa, kalau bukan sekarang abang menjadi milik adek, semoga di pelaminan kita dipertemukan."
Aku sangat tersentuh mendengar kata Nelsin yang seperti itu. Juga aku berharap suatu hari, aku bisa mendengar suara dan manja khasnya lagi.
Setelah itu aku membayari minuman Green Tea dan Milk Coffe yang kami minum tadi ke kasir.
Sesampainya di rumah Nelsin, dia pun pamit kepadaku. Itulah hari pertamaku kerumahnya. Sangat senang rasanya bisa mengantar ia kembali pulang.
Keesokan harinya, aku melihat Nelsin sangat cantik. Poni khas dan kepangannya semakin menawan hari ini. Tapi, nafasnya tersedu-sedu. Aku tak tahu apa yang terjadi dengannya.
Saat aku duduk di samping panggung menonton teman-temanku menampilkan penampilannya di acara perpisahan, dia duduk di sampingku. Aku pun menyapanya, karena dia diam saja selama duduk disampingku "Hai Nelsin, cantik deh kamu hari ini ya."
"Makasih bang"
"Nelsin ada apa? Kenapa nafasnya sedu-sedu gitu?" tanyaku mencoba mencari tahu apa yang terjadi.
Tanpa menjawab pertanyaanku dia pun memelukku dengan erat.
"Coba cerita sama abang dek, kenapa?" Bujukku sambil membelai rambutnya sesekali.
"Ngga ada bang" jawabnya lembut, "oh iya, bang foto yuk. Aku dah nunggu-nunggu dari semalam. Hari ini aku tak mau nyia-nyiakan waktu lagi." Air matanya sudah tak terbendung lagi lalu ditutupnya dengan telapak tangannya.
"Aku sedih tau gak bang, abang udah gak di sekolah bareng adek lagi sekaligus abang bakal pindah ke Pulau Jawa sana. Adek gak bisa lagi ketemu sama abang seperti sekarang.""Sudah In, abang pergi bukan tanpa alasan. Kan masih ada Riko disini yang pasti sedia nemani adek." Bujukku "Kalau dia gak mau, nanti telpon abang, abang marahi dia."
Nelsin tertawa kecil. Aku tau itu mungkin menjadi candaan terakhir aku dengannya.Akupun foto dengan Nelsin, kira-kira ratusan foto dengan berbagai macam gaya. Aku tahu itu akan menjadi kenangan, kenangan yang sangat indah.
Cerita cinta yang luar biasa. Kucing yang merasakan seperti yang aku rasakan kayaknya bakal pingsan karena tak tahan menahan sedih.
Sebelum pulang, aku memberinya surat dan tak kusangka dia juga memberiku surat. Aku pesankan kepada dia agar menjaga surat itu dengan baik dan begitu pula aku.
Malam itu malam tersedia untukku. Aku menghabiskan malam itu untuk menangisi hari-hari yang telah aku isi di sekolah, hari aku bertemu temanku, hari dimana aku bertemu Casana, hari aku berjumpa dengan orang aneh di sekolah itu, juga hari perpisahan aku dengan Nelsin. Karena aku sangat merasa berada ketika bersama teman-temanku dan terlebih di dekat Nelsin. Hari-hari seolah hidup, aku tak perlu mendeskripsikan bagaimana rasanya itu. Aku tau mau bagaimanapun tantangannya di masa depan nanti, sepertinya aku tak bisa melupakan kisah indah itu.
Aku tak lepas dengan mengingat hari dengan teman-temanku di sekolah waktu itu. Melawan para berandal untuk mempertahankan harga diri. Naik busway setiap hari ke rumah. Juga hari-hariku dengan Nelsin yang sangat membuatku berubah, mulai dari awal bertemu dengannya. Sampai detik ini, aku masih mencintai Nelsin. Tapi aku tak bisa karena aku takut cinta ini akan menyakitinya.
Tak kusangka hari itu adalah hari terakhir aku pergi makan bersama Nelsin dan green tea minumannya ketika denganku. Aku menamakannya kisah aku dengan Nelsin dengan sebutan Cinta Green Tea. Segelas Green Tea.
Terimakasih Nelsin, hidupku lebih berwarna ketika bersamamu. Aku tahu kau mencoba mewarnai itu semua. Mau saat aku tak ada disampingmu maupun saat ada.
Dikala aku tak ada satu pun orang yang bisa kuajak bertukar cerita. Cuma dialah orang yang tepat. Tanpa perlu aku menjelaskan secara detail bagaimana kisah yang kuceritakan.
Karena hati sudah tau tempat dimana ia tinggal, dia akan tetap disana. Walaupun ia pergi, ia akan meninggalkan jejak, yaitu rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segelas Green Tea
Teen FictionSiapa kira cinta diperuntukkan untuk mereka yang punya ribuan materi. Seorang anak sekolah yang awalnya dikhianati pun juga dapat bangkit sembari mencari jati dirinya. Kalau cinta diibaratkan sebuah bola, maka semua orang akan punya yang namanya cin...