Pagi hari dengan cuaca yang sejuk diperjelas oleh embun pagi yang mengaburi pandangan kepada pohon membuat pagi hari kali ini terasa spesial lagi bagiku.
Bangun dalam keadaan yang segar menambah mood yang membuatku ingin lebih giat hari ini dan esok harinya.
Melihat jam akhirnya aku pergi ke sekolah menaiki busway seperti biasa. Bayarannya tiga ribu rupiah pada saat buku ini ditulis. Jarak dari rumahku dan sekolah lumayan jauh sekitar 3 kilometer-an. Kalau naik busway kira-kira lima belas menit kalau tidak macet. Dan bila berjalan kaki sekitar 1 jam itupun kalau berlari.
Kenapa aku tidak menyebutkan kendaraan pribadi seperti motor atau sepeda? Karena aku anak kos jadi aku tak perlu menjelaskan itu.
Sebenarnya bisa saja aku sekolah yang dekat dengan kos-kosan aku. Akan tetapi jika sekolah lebih jauh itu rasanya lebih menantang untuk diriku, juga mungkin aku bisa melihat perkembangan dunia luar dari kosanku. Itu bisa menambahkan rasa semangat tersendiri bagiku melihat keadaan luar seperti adanya pendirian toko kue yang baru saja di bangun di rute menuju sekolah dan banyak hal lainnya. Terkadang dengan sekolah yang jauh ini membuatku memiliki banyak teman, ntah dari mana saja, ada dari lampu merah, ada yang dari warung bakso yang aku singgahi untuk makan bakso dan banyak lagi.
Kini aku tidak tahu berapa acchivement yang telah aku dapatkan selama aku belajar di SMA ini. Saat-saat kenaikkan kelas 11 ke kelas 12, seperti semuanya berlalu begitu saja tanpa ada jeda untuk berbahagia dengan acchivement yang baru.
Tapi karena kali ini aku ada suatu tujuan yang akan aku capai, aku harus bisa membuka acchivement yang belum aku capai, apapun tantangannya.
Penerimaan lapor di kelasku berjalan dengan baik dan tertib. Hanya saja nilaiku yang kurang tertib untuk dilihat.
"Rafi, ada yang nyari kau dibawah" kata teman beda kelas yang naik ke atas"Siapa? Suruhlah dia keatas, aku lagi main ni sama kawan aku" jawabku saat sedang bersenda gurau dengan teman sekelasku.
Tak selang berapa lama, anak yang mencari aku datang ke kelasku dan langsung memukuli pipiku dengan tinjuannya dan menyeret aku keluar dari kelas. Aku tak pernah melihat dia sebelumnya
"Apa maksud kau ninju aku kek gini?" tanyaku kepada dia itu mengambil kerahnya.
"Kau jangan coba-coba kau dekati si Nelsin ya, mati kau di tangan aku" Ancamnya menunjukkan jarinya di depan mukaku.
"Salah cari lawan kau" sontak aku menjawab dengan nada marah. Bukan marah karena dia melarang aku mendekati Nelsin tetapi karena dia terlalu tidak sopan untuk mengurusi apa yang dia tidak tahu kenyataannya.
Kuhajar dia sampai babak belur, sampai dia setengah sadar di lantai itu.
Sebenarnya tak ada niatku untuk memukulinya lebih jauh. Tapi karena dia sudah kelewatan memukuliku dari awal dan juga sudah lancang mengambil jam aku bermain dengan temanku. Maka harga diri lah yang harus ditegakkan.
Anak kelas lain keluar dari kelasnya dan memenuhi sekeliling tempat aku berkelahi.
Tak ingin terlalu membuat dia menderita aku ulurkan tanganku untuk menunjukkan bahwa lelaki sejati tak melawan yang telah menyerah.
Jam masuk Pelajaran berbunyi
Dia menepis uluran tanganku dan berdiri lalu pergi dengan temannya.
Aku kembali ke kelas karena jam pelajaran sudah berbunyi. Aku juga akhirnya masuk ke kelas aku dengan temanku. Guru wali kelasku masuk ke kelas dan menanyai mengapa tadi ada ramai-ramai di dekat kelas aku. Tidak ada jawaban dari teman sekelasku. Tiba-tiba seorang teman bercandaku mengangkat tangan mengatakan kepada guru itu bahwa tadi itu ada anak kelas lain yang mencari masalah di kelas atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segelas Green Tea
Teen FictionSiapa kira cinta diperuntukkan untuk mereka yang punya ribuan materi. Seorang anak sekolah yang awalnya dikhianati pun juga dapat bangkit sembari mencari jati dirinya. Kalau cinta diibaratkan sebuah bola, maka semua orang akan punya yang namanya cin...