Bagian Delapan- Tangis

44 7 14
                                    

Hi! ^^
Selamat membaca(:

***


Entah sejak kapan, Reina seperti lupa bagaimana caranya bermimpi.

Hidupnya memang tidak semenyedihkan kisah bawang putih. Yang ditinggal mati ayahnya dan diperbudak dirumahnya sendiri. Tapi, tidak bisa pula dibilang tidak menyedihkan. Mengingat ia hidup sebatang kara dengan kecacatan yang ia punya.

Kalau ada satu keajaiban yang bisa ia dapatkan, tentu ia akan meminta kesembuhan kakinya. Tapi, hidup tidak semudah cerita telenovela, meminta dan memberi bukan hal mudah dilakukan. Bisa saja ia menerima tawaran untuk terapi kakinya, tapi sungguh, ia tidak suka berhutang pada orang lain. Anggap ia sombong, tapi begitulah kenyataannya.

Reina tersadar dari lamunan saat mendengar seruan heboh keempat lelaki dihadapannya. Langit salah satunya, dan ketiga temannya; Elang, Raka, dan tentunya si Ega.

" Berisik. " sarkas Reina.

" Ya lo ga mau berisik sono noh. " sahut Ega sambil menunjuk-nunjuk pojokan sofa.

" Laper ga lo? " tanya Langit pada Reina.

" Laper mas. "

Sahutan siapa lagi kalau bukan Ega?

" Gak. " ketus gadis itu acuh.

" Oke! " sahut Langit santai, "Oy para cengcorang! Laper ga?"

" Laper lah!"

**

" APA?! " gadis itu bertanya bersama pelototan galak sesaat setelah ia  mengambil satu gigitan besar dari pizza mozzarella ditangannya.

" Lo keliatan kelaparan banget. " ucap Langit setenang telaga.

" Ya terus? "

" Tanya orang yang tadi katanya ga laper. " Elang yang sedang mengunyah burgernya mendadak bicara, lalu mengambil minum untuk melegakan tenggorokannya.

" Oh ya? " tanya Reina dengan nada sarkasme yang kental.

" Makan lo kayak kuli. " Raka yang sejak tadi diam saja, ikut bicara. Takjub melihat cara makan Reina yang terbilang brutal. Dengan mulut penuh pizza, lalu bicara. Tidakkah gadis itu tau, serpihan makanannya muncrat kemana-mana?

" Kalian nyuruh gue makan, ya gue makan. Gausa banyak cingcong! "

" Basa-basi doang sebenernya. " sahut Ega yang sudah berhenti makan karena sudah kenyang.

" LO-"

" Berisik gue uncal ke gorong-gorong lo semua ya. " ucap Langit, bosan mendengar pertikaian teman-temannya dan Reina.

" Gini, mas kamu pilih aku atau dia? Ingat diperutku ada anak kamu! " ucap Raka mendramatisir. Reina berusaha keras agar tidak menyemburkan tawanya.

" Najis babi ancol. "

" Di ancol ada babi kah? " tanya Ega kepada Langit. Dengan muka bodohnya membuat lelaki itu geram ingin mencekik.

" Bisa ga sih makan tuh diem. " ujar Reina kemudian.

" Gimana bisa diem sih? Lo aja lari-larian dihati gue! " ucap Langit diikuti nada tengil setelahnya.

" so deep ma bro! " itu sahutan Raka, sedangkan Reina mendelik jijik lalu berkata, " Gue ga bisa lari, walaupun punya empat kaki. "

" Punya empat kaki larinya kebut dong! " sahut Ega semangat, tapi tidak dengan Reina. Gadis itu meletakkan sisa pizza ditangannya, sudah tidak selera.

THE FIRSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang