Bagian Lima- Tawa

53 13 11
                                        

Lupakan dendam.

Jauhkan kebencian.

Mari kita bersenang-senang.


****


Seluruh peristiwa kemarin benar-benar menyusahkan Langit hari ini. Membuat lelaki itu bingung setengah mati harus bersikap bagaimana pada Reina.

Tolol.

Makanya setelah mengantarkan Reina kesekolah, Langit memilih nongkrong saja di kantin belakang sekolah. Menceritakan semua peristiwa yang terjadi padanya, termasuk peristiwa kecelakaan itu.

" AWH BANGSAT! " teriak Langit ketika Ega menimpuknya dengan bakwan yang tinggal setengah, tepat mengenai matanya.

" Kayak pilem-pilem anjir! " seru Ega, tidak merasa bersalah sama sekali. Langit mendelik melihat sahabatnya yang agak oleng itu.

" Suka-sukaan ini mah ujungnya." sahut Raka santai sambil menghisap rokoknya.

" Gimana jadi? " tanya Elang serius. Langit mengerutkan keningnya bingung.

" Gimana apanya anjir, lo ngomong yang jelas. " sahut Langit memang tidak mengerti menjurus kemana pertanyaan si dingin itu.

" Lu suka ga tolil sama tu cewek. " Bukan Elang yang menjawab, melainkan pelaku yang melemparnya dengan bakwan tadi.

" Kaga lah gila. " sanggah Langit cepat.

" Diliat-liat cakep juga sih anaknya, minus kakinya aja. " ujar Raka santai.

" Kok gue ga suka ya, dengan kata terakhirnya. " sahut Langit tidak santai sama sekali. Tidak ada nada guyon lagi di setiap katanya.

" Eh, sorry masbroo. Maksud gue kalo lo ga mau gue aja dah yang embat. " ralat Raka tidak nyambung dari ucapan dia yang sebelumnya.

" Kok lebih ga seneng lagi ya dengernya? " ujar Langit lagi, memang ia tidak suka mendengarnya.

" Heleh, serba salah ngomong sama bucin. " celetuk Ega mencairkan suasana yang sempat panas.

" Yaudah lah Lang, sikaat. " sambung Elang ikut mengompori. Tidak biasanya Langit membahas soal perempuan.

Tinggal tunggu hari jadinya.

**

Seolah kebal dengan semua ejekan, Reina diam saat semua orang menghinanya terang-terangan.

Terus berjalan, seolah keempat kakinya bukan hal yang patut dipermasalahkan. Seharian ini, ia tidak melihat Langit. Yang entah mengapa, membuat Reina merasa sedikit kehilangan. Tidak ingin memikirkan lelaki itu lebih jauh, Reina memustuskan pulang sendiri.

Keputusannya pulang sendiri langsung enyah saat ia melihat Langit didepan sekolah mereka. Walaupun tidak mengatakannya, Reina tahu Langit ingin menjemputnya.

" Mau langsung balik? " tanya lelaki itu setelah Reina sampai dihadapannya. Reina mengangguk sebagai jawaban.

" Mau ikut gue ga? " tawar Langit, santai tidak memaksa sama sekali.

" Kemana? " tanya Reina bingung. Harusnya ia langsung menolak saja kan?

" Ke suatu tempat. Enak buat jejeritan. " sahut Langit santai, lalu membukakan pintu untuk Reina.

" Ngapain juga gue jejeritan. Gila. " ujar Reina sinis, tidak mengerti pikiran lelaki disampingnya.

" Biar lega. " kata Langit langsung menjalankan mobilnya.

THE FIRSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang