7. Rain Rain Go Away

4.2K 516 4
                                    

Petir menyambar sejak tadi membuat Alice terbangun dari tidurnya. Gadis kecil itu mulai menangis karena ketakutan dengan suara gemuruh petir. Ia tak menemukan ibunya berada disebelahnya. Jadilah ia hanya bisa menangis ketakutan.

Gadis kecil itu berteriak memanggil ibunya. Ciara tak kunjung datang. "Ibu," Sekali lagi Alice berteriak bahkan suaranya lebih keras.

Mendengar sayup-sayup suara memanggilnya. Ia baru sadar bahwa Alice pasti bangun karena mendengar suara gemuruh petir. Alice takut hujan dan petir. Sama seperti dirinya. Sebenarnya, ia juga takut. Tapi, mau sampai kapan ia takut ketika tak ada orang lagi yang bisa jadikan tempat berlindung.

Ciara harus berani karena Alice akan meminta perlindungannya. Wanita itu berlari dengan segera. Meninggalkan aktifitasnya membersihkan piring-piring kotor. Ia baru sempat membersihkan rumah dimalam harinya ketika Alice tidur.

Alice sudah meringkuk dibawah selimut sambil memeluk boneka beruangnya erat-erat. "Ibu, disini, Sayang. Ayo tidur lagi. Ibu akan menemanimu." Ciara menghapus air mata Alice yang mengalir dipipinya.

"Ibu, aku takut sekali. Suara gemuruh itu membuat jantungku berdebar." Ciara memeluk putrinya sambil mengusap kepala gadis kecil iu dengan sayang. "Tak apa. Ada ibu disini." Pelukannya semakin mengerat.

"Rain rain go away, come again another day, Alice wants to sleep. Rain rain go away." Ciara menyanyikan lagu yang selalu ia nyanyikan untuk menenangkan Alice jika gadis kecil itu ketakutan akan hujan. 

"Rain rain go away, come again another day, Alice wants to sleep. Rain rain go away." Ciara mengulang lagi nyanyiannya sambil memeluk Alice dan mengusap punggung gadis kecil itu.

Suara petir diam-diam juga membuat Ciara takut. Ia teringat beberapa tahun lalu, saat hujan deras mengguyur kota Jakarta. Ia tak bisa pulang kembali ke rumahnya. Ia terjebak di Apartemen Jeffrey.

Setelah jam sekolah berakhir, Jeffrey memintanya untuk membuatkan kue. Lelaki itu menyukai kue buatan Ciara. Wanita itu setuju membuatkan Jeffrey kue. Setelah membeli berbagai macam kebutuhan ia segera pergi ke Apartemen Jeffrey. Langit memang terlihat mendung saat itu. Dan tak berselang lama setibanya di Apartemen Jeffrey, hujan disertai gemuruh petir menyerang Jakarta.

Ciara tak mau membuat kue karena ia takut hujan. Jadilah, rencananya dan Jeffrey untuk membuat kue gagal. Mereka berdua hanya berbaring diatas kasur sambil berpelukan.

Jeffrey memeluk kekasihnya sambil mengusap punggung Ciara yang saat itu masih belia dengan lembut. Menenangkan kekasihnya bahwa tak perlu khawatir. Sebab, ia berada disana untuk menemai Ciara.

Ciara memeluk Jeffrey dengan erat sambil menyembunyikan wajahnya didada bidang lelaki itu. "Ciara, apa yang kau lakukan di rumahmu jika hujan deras disertai petir?" Tanya Jeffrey panasaran. Mengingat kekasihnya tinggal sendirian di rumah.

"Aku akan memeluk guling dan menutupi seluruh tubuhku dengan selimut. Akan menaruh kepalaku dibawah bantal pula. Aku takut mendengar suaranya." Jeffrey merasa tubuh gadisnya bergetar. Bersamaan dengan suara cetar dari petir. "Aku disini, Ciara. Tak perlu khawatir. Pejamkan matamu. Aku berjanji akan memelukmu seperti ini terus." Ciara merasakan kenyamanan.

Ciara menuruti ucapan Jeffrey dan memilih memejamkan matanya menuju alam mimpi. Ia tahu telah melakukan dosa dan kesalahan. Hanya saja, ia tak punya pilihan lain. Hanya Jeffrey yang ia punya.

♧♧♧

"Bangun, Jeff." Clayrine mengguncangkan tubuh saudara kembarnya itu. Lelaki itu masih tak bergeming ditempatnya. Ia benar-benar lelah bekerja semalaman.

La Vie en RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang