6. UKS

27 11 18
                                    

Aya membalut sikunya dengan plester yang ia beli di minimarket depan. Memakai sweater hitam, lalu memakai topi kupluk untuk menutupi plester di dahinya. Semalam ternyata waktu Mama tirinya mendorong nya hingga membentur lantai marmer, dahinya mengeluarkan darah namun Aya tidak tahu. Dia baru tahu tadi saat melihat kaca.

Setelah memastikan semua buku tidak ada yang tertinggal. Berdiri di depan cermin, mengulas senyuman tipis. Dia harus ceria, tidak boleh ada raut wajah kesakitan. Dengan mengendap-endap seperti maling dia keluar dari rumah nya pagi hari sekali. Aya sudah menyiapkan sarapan untuk papa dan mama tirinya, supaya saat sampai rumah dia tidak dimarahi. Menyetop angkot lalu pergi ke sekolah.

Setelah sampai di sekolah, langsung saja Aya melangkahkan kakinya menuju kelasnya. Duduk di bangku kelas yang masih sepi, hanya beberapa teman yang datang karena ada piket. Menundukkan kepalanya sambil mengeratkan sweater yang dipakai. Aya memejamkan mata.

Bukk

Vira yang baru datang langsung melempar tasnya ke bahu Aya. Seperti biasa. Sedangkan Aya, langsung duduk tegak memberikan raut jengkel seperti biasa. "Lo kebiasaan nya buruk, kasar😑." Aya memberenggut kesal.

Vira berdecih. "Halah gak usah lebay deh Ya. Widih lo ngapain dah tumben banget pake-pake sweater gini ke sekolah. Biasanya seorang Aya mana mau pake sweater atau jaket semacamnya ke sekolah." Vira menarik kerah sweater Aya.

Aya mendorong lengan Vira dari kerah sweater nya. "Sirik aja lo haters." Balas nya acuh. Sebenarnya Aya menahan pusing yang tiba-tiba menderanya. Namun ia tahan karena ada Vira.

Vira mengangguk. "Ya, semalem ada yang chat gue lagi. Katanya dia anak IPA 3. Namanya.. ah namanya.. aduh namanya siapa sih Ya?"

Aya memutar bola matanya malas. Vira memang seperti itu. Dia selalu cerita kepada Aya tentang cowok setiap harinya dan dengan cowok berbeda, namun dia tidak ingat nama semua cowok itu. Aya mengemudikan bahu acuh. "Kan lo yang chat-an masa tanya sama gue."

"Namanya juga lupa sih Ya."

"Masa iya lupa setiap hari?"

°°°

"Eh, eh. Ya lo gak apa?" Muti yang melihat Aya ingin jatuh langsung memapahnya.

Aya menggeleng. "Gak. Gue gak apa kok. Lo duluan aja deh ke kantin." Aya berusaha berdiri tegak sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing.

Ara berdecak. "Lagian Ya lo masa abis jatuh semuanya di perban gini. Kepala di perban, siku di perban. Gak sekalian ini tubuh lo perban, biar kayak mumi sekalian." Ara mengomel sambil menunjuk satu persatu luka Aya.

Jatuh? Ia jatuh. Alasan yang logis Aya berikan kepada para sahabatnya ketika mereka heboh melihat banyak plester luka ditubuh Aya.

Vira menoyor kepala Ara. "Itu jangan di pencet lukanya si Aya, dodol. Nanti makin berdarah." Vira langsung menarik tangan Ara yang masih memencet luka Aya.

"Hai kak Aya. Eh kok kakak mukanya pucat gitu sih. Kakak sakit?" Tristan yang baru sampai langsung mengecek suhu tubuh Aya.

(Ah masih inget Tristan gak? Kalo lupa liat chapter satu lagi oke)

"Ka kembar, ka vir. Ini kak Aya panasa badannya. Ayo kak kita ke UKS aja." Tristan hendak memapah tubuh Aya.

Aya menggeleng. "Gue gak papa kok." Sedangkan Muti yang berada di samping Aya langsung memapah tubuh Aya, menghiraukan Aya yang berkata dia baik-baik saja.

Brukk

"Aduh. Woy bantuin gue ini." Aya yang tiba-tiba pingsan membuat Muti terjatuh karena tidak sanggup menahan bobot tubuh Aya.

Ara, Vira dan Tristan langsung berlari menyusul Muti.

"Haduh Aya duh lo kok bisa sakit juga sih." Vira teriak histeris. "Duh sampe pingsan gini."

Ara berteriak. "Hey semuanya. Spada, yuhuu, Epribadih, Everyone, tv one. Eh salah. Pokoknya rang-orang woy sini semuanya. Bantuin Aya pingsan."

Muti menepuk keningnya. Haduh seperti nya Ara ini bukan kembarannya deh. Kok ya pinter banget jadi orang. Pengen Muti jorokin itu rasanya si Ara-ara itu. "Heh lo pada berisik deh ah. Tuh si Aya nya juga udah di bawa sama Tristan." Teriak Muti kesal.

Ara dan Vira menepuk keningnya bersamaan.

°°°

"Eh Aya kenapa?" Rey yang mendapat kabar bahwa Aya sakit langsung menuju UKS dengan tergesa-gesa. Padahal tadi dia sedang makan di kantin.


"Dia demam." Muti menjawab setelah menyelimuti tubuh Aya.

Ara berteriak histeris. "Duh mas sipit kok disini sih." Ara langsung mendekati Rey.

"ARA JANGAN BERISIK!" Peringat Muti dan Vira berbarengan. Sedangkan Ara hanya mengendikan bahu acuh.

Rey yang melihat Tristan berada di samping Aya langsung mendorong nya. "Hush.. hush.. anak kecil gak boleh deket-deket kakak cewek. Dah sana deh makan, udah istirahat kok nanti istirahat nya selesai gak bisa makan loh. Nanti dimarahin Mama." Rey mendorong Tristan menuju keluar.

"Apasih, gue mau jagain ka Aya." Tristan memberontak. Namun memang Rey tubuhnya lebih besar dari Tristan dengan mudah ia mendorong keluar Tristan.

Rey melihat satu persatu sahabat Aya. Seakan menyuruhnya untuk keluar dari UKS. Memberikan waktu berdua untuk nya dan Aya.

Ara menggeleng saat melihat tatapan Rey yang seakan menyuruhnya keluar dari UKS. "Gak, gak, gue gak mau keluar. Aya sama siapa nanti? Dia kan butuh gue." Sambil menunjukkan wajah memelasnya.

Vira yang ditatap seperti dengan cepat menggeleng. "Big no yah Rey. Enak aja lo ngusir-ngusir gue. Siapa lo?"

Muti menimpali. "Iya tuh bener. Lagian lo mau ngapain berdua sama Aya. Heh gak boleh, gak baik. Nanti yang ketiganya setan."

Rey menghembuskan nafas. "Bukan gitu. Kalian ada disini Aya malah gak bisa istirahat dengan tenang. Kalian berisik."

"Heh sembarangan lo ngomong istirahat dengan tenang. Emang nya Aya mau mati apa?" Ara memarahi Rey sambil berkacak pinggang.

Rey menarik rambutnya frustasi. Haduh sahabat Aya ini semuanya bikin naik darah saja. Kok Aya bisa betah sih sahabatan sama mereka.

"Gini yah semuanya, temen-temen nya Aya. Kalau kalian semuanya disini, pada berisik. Nanti Aya nya nambah pusing, terus gak sembuh-sembuh mau?"

Ketiga sahabat Aya menggeleng kompak. "Haduh gini aja deh. Gue disini ngawasin kalian. Vira sama Ara keluar. Gimana?" Usul Muti sambil mendorong Vira dan Ara keluar dari UKS. Bukan usul, lebih tepatnya pemaksaan.

"Nih-nih kalian mending beli makanan buat kita." Muti memberikan dua lembar uang seratus ribu untuk membungkam aksi protes para sahabatnya.

Rey yang melihat itu hanya terkikik geli. Ah ternyata gampang kalau mau menutup mulut bawel para sahabat Aya. Tinggal di sogok uang seratus ribu saja sudah pada diam.






Kalo mau part yang ngeselin sama part nangis-nangis nanti aja ya. Sekarang bagian temen-temennya Aya dan Tristan pada nongol, kan kasian gak di ajak-ajak. Muehehe.

MASQUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang