28

2.2K 173 22
                                    

Qonita dan Ayahnya sudah turun di stasiun Kebayoran. Sementara Elmeira masih melanjutkan perjalanannya sampai stasiun Tanah Abang nanti.

Namun, pertemuan Elmeira dengan anak perempuan itu sangat memberi kesan yang mendalam. Pengalaman hidup Qonita yang tidak pernah bertemu dengan Ibunya sangat menyentuh hati dan perasaannya.

Dari lahir dia tidak pernah melihat wujud Ibunya seperti apa. Namun sepertinya, Qonita tetap ikhlas.

Bukan hanya itu saja yang membuat Elmeira sangat terkesan dengan anak kecil itu.

Hafalannya tentang Al-Qur’an begitu dahsyat dan menggetarkan hatinya. Tidak menyangka dan spechless banget, anak seusia Qonita, sudah hafal Al-Qur’an bahkan nyaris 30 juz. Qonita bisa seperti itu karena, agar Ibunya yang sudah meninggal itu, diberikan tempat yang layak di sisi-nya. Diampuni segala dosa-dosanya.

Baktinya kepada sang Ibu yang sudah tiada, dibuktikan lewat menghafal Al-Qur’an dan mendoakannya setiap waktu. Bagi Elmeira, bisa menghafal Al-Qur’an sampai 30 juz seperti itu adalah sesuatu yang amazing dan menakjubkan.

Pasalnya, orang dewasa saja belum tentu bisa sehafal itu, tapi dengan Qonita, dia sangat hebat. Dan atas hal itu, Elmeira sangat salut bahkan ngiri.

Padahal dulu waktu masih dia kecil, Wawan Ayahnya sering sekali menyuruh dia untuk mengaji dan membaca Al-Qur’an setiap selesai sholat, namun Elmeira tidak pernah mau. Ada saja alasannya. Padahal maksud dan tujuan Wawan saat itu sangat baik, menjadikan anaknya untuk menjadi anak yang sholehah dan bisa mencintai Al-Qur’an.

Dari sekian banyak obrolannya dengan Qonita, ada satu obrolan yang membuat hati Elmeira sangat tersindir dan tercubit, yaitu ketika Qonita membahas masalah Ibu.

Qonita mengatakan, betapa sangat beruntungnya kepada yang masih mempunyai Ibu. Karena dengan adanya seorang Ibu, kebaikan untuk kita akan selalu ada berkat doa Ibu kita.

Bisa berbakti kepadanya dan menyayanginya sepenuh hati. Qonita mengatakan, apapun dan bagaimana keadaan Ibu, kita sebagai anaknya harus selalu menyayangi dan mencintainya.

Dan ketika Qonita menanyakan kepada Elmeira apakah masih punya Ibu atau belum, Elmeira tidak kuasa untuk menjawabnya. Dia malu dan juga merasa bersalah kepada Yulia Ibu kandungnya.

Karena semenjak bertemu lagi dengan Ibunya, Elmeira tidak pernah bersikap baik. Hanya cacian, makian dan hinaan yang selalu Elmeira perlihatkan kepada Ibunya. Kata-kata yang menyakitkan dan melukai perasaan, selalu Elmeira lakukan kepada Ibunya. Bahkan hingga saat ini, Elmeira masih bilang “elo gue” kepada Ibunya.

Tentu saja panggilan seperti itu sangat tidak baik dan tidak mencerminkan seorang anak yang baik. Hanya karena kesalahan besar yang telah dilakukan Ibunya dulu, Elmeira lantas membalasnya dengan hal dan sikap yang semena-mena. Elmeira tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan Yulia Ibunya ketika diperlakukan seperti itu. Yang Elmeira tahu, yang penting dia puas dan bisa membalaskan sakit hatinya.

Anak sekecil Qonita saja yang tidak pernah melihat keadaan dan wujud Ibunya, mau mendoakan Ibunya dengan tulus. Lantas kapan Elmeira berdoa dan bermunajat kepada Allah untuk Ibunya? Sepertinya belum pernah. Terlintas di dalam hati saja tidak pernah. Karena yang bercokol di hati Elmeira hanya kebencian dan dendam kepada Ibunya itu. Inginnya, dia tidak mau melihat Ibunya lagi. Bahkan Ibunya mati sekalipun, Elmeira tidak peduli.

Namun sepertinya pikiran seperti itu mulai berubah. Pertemuannya tadi dengan Qonita, mulai membuka mata hati dan pikirannya. Bahwa sebenarnya, apa yang selama ini yang telah dilakukan kepada Ibunya adalah salah dan pastinya berdosa besar. Karena bagaimanapun dan sampai kapanpun, Ibu Yulia itu adalah Ibu kandungnya. Perempuan yang sudah melahirkannya ke dunia sambil bertaruh nyawa.

Lalu, apakah pantas selama ini Elmeira senantiasa bersikap over temperamental kepada Ibunya itu. Tentu saja itu bukan hal yang terpuji. Kapan dia akan bertutur kata yang sopan dan santun kepada Ibunya. Habibi saja kini sudah mau menerima Yulia sebagai Ibunya. Lalu kapan dengan Elmeira.

Kereta yang dinaiki oleh Elmeira beberapa saat lagi akan tiba di stasiun Tanah Abang. Begitu cepat dan tanpa terasa. Mungkin itu bisa terjadi karena Elmeira banyak berpikir.

“Ibu… Ibu… aku kangen sama Ibu. Aku ingin bertemu dengan Ibu. Ibu…” Hati Elmeira berbicara.

Tiba-tiba saja dia ingat Ibunya, Yulia. Dan panggilannyapun… Ibu.

Alhamdulillah. Alhamdulillah. Akhirnya.

BERSAMBUNG ke episode berikutnya…

Panggil Dia IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang