Chapter III : Si Gadis (1)

11 4 4
                                    


Sungguh, mengapa harus biru? Bukan merah muda? Atau warna pastel yang lembut lainnya?

Karena biru itu memiliki virus ketenangan. Tak percaya? Lihat saja langit pagi cerah! Pasti hati bilang "Damainya!"...

***

Seorang gadis sedang berdiri, menatap lekat ke arah pajangan bunga yang sengaja diletakkan dalam bingkai rak kayu jati di pelataran depan toko bunga. Entah puluhan menit atau jam sudah berlalu, sepertinya dia sudah berdiri disana cukup lama.

Matanya terpaku pada satu titik. Itu adalah seekor kumbang merah, yang sedang hinggap di atas kelopak anggrek biru. Anggrek itu tampak segar, tumbuh bersama dengan jenis bunga lainnya. Apalagi sang pemilik toko, baru saja menyirami mereka dengan air. Agar ada pembeli yang tertarik untuk membeli setidaknya salah satu dari mereka. Pantas saja, si kumbang betah berlama-lama hinggap disana.

Rasa penasaran mulai merasuki sang pemilik, ketika melihat gadis itu sudah berdiri lama di depan toko. Ia pun mulai menghampiri si gadis. Hendak mengetahui maksud tingkahnya.

Namun, sepertinya keinginan sang pemilik belum terwujud. Karena gadis itu tidak tertarik untuk membeli salah satu tanaman hias dari tokonya. Ia hanya ingin merekam tingkah si kumbang kecil dengan gawai pintarnya, untuk memenuhi hasratnya.

Sang pemilik toko mengernyitkan dahi, setelah mendapat jawaban darinya. Lalu, ia kembali masuk dengan wajah sedikit kecewa. Gadis itu terdiam sejenak mengamati sang pemilik toko berjalan masuk, dan akhirnya pergi meninggalkan tempat.

Dengan balutan kaus putih dan jaket berbahan jeans sebagai outer, gadis itu mulai melanjutkan perjalanan menuju salah satu warung tongkrongan hits di kalangan pemuda-pemudi Jakarta Selatan. Meniti tiap langkahnya, dalam kecepatan lambat. Sengaja ingin mengulur-ulurkan waktu.

Iya. Perihal si kumbang tadi pun, juga salah satu strateginya agar waktu cepat berlalu. Lantaran malas bertemu dengan kawanan orang sekelasnya, yang kebetulan satu partner tugas kuliah.

Bukan karena ia tak mau kerja. Atau punya dendam pada mereka. Malahan ia pun senang jika, mengerjakan tugas kelompok itu sendiri tanpa ada rasa kesal pada mereka. Yah, menurutnya itu lebih efisien dan cepat tuntas.

Hanya saja, gadis ini tak terlalu bisa mengikuti perbincangan senda gurau para gadis zaman "now". Yang notabene, tak jauh-jauh dari gosip julid nan pedas, permasalahan make-up, trend fashion dan pacar. Bukan maksud menuduh semua gadis di dunia yah! Tapi, segelintir darinya pasti begitu. Kecuali, bagi gadis bertipe seperti Keyla Pramesti.

Kebanyakan orang yang mengenalnya, memanggil dengan sebutan "Key", "Kekey" atau "Esti". Sedang, si pemilik nama akan menoleh ke arah si pemanggil kalau disebut "Key".

Gadis itu tak pernah lepas dari kacamata kotaknya, kecuali saat mandi dan tidur. Dari kecil, ia sudah mengidap astigmatism atau mata silinder. Kalau kacamata itu lepas, ia pasti akan berurusan dengan banyak orang, gara-gara tanggapan mereka yang sering salah arti.

Pandangannya yang lurus menatap tajam sekaligus dahi dan alis yang secara bersamaan ikut berkerut, sering dianggap serius oleh mereka yang merasa dilirik olehnya. Makanya waktu SD, ia pun mendapat julukan "si pemarah". Padahal, gadis ini cukup tergolong ramah dengan setiap orang.

Walau, sebenarnya bisa disembuhkan dengan operasi LASIK. Gadis dengan potongan rambut sebahu ini, mendadak ngeri jika berurusan dengan rumah sakit. Apalagi mencium aroma khas farmasi di dalam sana. "Huh, tidak! Terima kasih," begitu tolaknya.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang