[3]

763 120 5
                                    

Ponselmu berdering saat kau sedang makan. Kau menyurung Donggu melihat siapa yang meneleponmu.

Myungho.

Kau buru-buru mengangkat teleponnya.

"Halo? Myungho?"

"Halo, mba Gaeun? Ini mba bener?"

"Ya. Kenapa?"

"Saya tadi nelepon mba. Tapi yang jawab malah cowo. Itu siapa?"

"Oh, itu adikku, Donggu."

"Beneran? Saya tadi telepon mau ngetest nomor aja mba."

"Oh gitu.. Oh ya Myungho."

"Kenapa mba?"

"Kenapa kamu ngomongnya pake 'mba' sih? Yang akrab aja."

"Maaf, mba. Tapi ga sopan. Kan mba lebih tua dua tahun dari saya."

Tau dari mana dia? Bahkan kau tak berbicara apa pun saat di mobil nya.

"Ya udah. Maaf ganggu, mba. Malam."

Sambungan terputus. Dan sebuah pertanyaan masih terngiang di otak mu.

"Kak, besok gue pulang sore. Mau gue jemput ga?"

Donggu menatapmu. Walau pandanganmu selalu kosong, tapi ia bisa membedakan saat kau sadar dan sedang melamun.

"Kak woy."

"Eh iya? Apa? Udah selesai makan?"

"Besok gue pulang sore. Mau gue jemput di taman ga?"

"Boleh. Jangan kemaleman."

"Ya kalo kemaleman telepon aja tuh si Myungho Myungho. Sempet gue setel jadi panggilan cepat. Masih inget tombol telepon kan? Telepon aja no 8."

"E-ehm, ok. Makasih."

>•<

"Gaeul, jangan main jauh-jauh ya," katamu sembari mengelus leher anjingmu. Kau memastikan di kalung Gaeul masih terdapat loceng agar kau bisa mendengarkan dia masih ada disekitarmu.

Anjing itu menggonggong kemudian berlari meninggalkanmu yang ada di bangku taman.

Sejujurnya, kau bosan. Kau terlalu sering berada di taman ini. Sejak kau masih bisa melihat hingga sekarang. Kau sangat hafal taman ini. Rasanya, kau ingin pergi mengelilingi kota. Tapi Donggu tak memiliki waktu. Ia sekolah di hari biasa dan bekerja di akhir pekan. Jadi kau tak mungkin mengelilingi kota hanya dengan Gaeul. Berbahaya.

Guk! Guk!

Cekrik!

Tap tap tap

Cekrik! Cekrik!

Tap tap tap

Itu yang kau dengar saat ini. Suara Gaeul, suara kamera, dan langkahan kaki. Tampaknya langkah kaki itu mengarah padamu.

Krincing! Krincing!

Kau mendengar lonceng Gaeul semakin dekat. Apa dia berlari ke arahmu?

Kau merasa Gaeul sampai disebelahmu. Namun ia tak menyalak sama sekali. Sepertinya ia menjulurkan lidahnya.

"Gaeul? Kenapa-"

"Selamat sore, mba Gaeun."

Suara ini. Suara Myungho.

"Myungho?"

Myungho duduk disebelahmu dan mengelus Gaeul, "iya, mba. Ini saya."

Myungho tersenyum. Namun kau tak dapat melihatnya.

"Gaeul," kau dibantu Myungho mengarahkan tanganmu ke kepala Gaeul, "sana main."

Anjing itu kemudian meninggalkan kalian.

"Kamu sering kesini?" tanyamu.

"Iya. Saya suka view nya bagus. Apalagi kalo musim semi. Bunga yang mekar disini banyak. Mba sendiri? Sering kesini kan? Kenapa?"

"Aku suka musim gugur disini. Aku suka warnanya. Merah, jingga, marun, coklat. Bau kayu manis. Suara daun kering yang aku injak. Sama Gaeul yang main ditumpukan daun kering."

Kau tiba-tiba terdiam. Betapa rindunya kau dengan pemandangan taman ini. Terlebih lagi kau merindukan warna itu.

Myungho yang sadar akan perubahan ekspresimu tiba-tiba memegang tanganmu. Kau pun tersentak.

"Mba, free sampai jam berapa? Biar saya ajak pergi. Gaeul juga ikut kok."

Kau berpikir sebentar. Bagaimana jika Donggu mencarimu?

"Mba, belum izin Donggu ya? Mau saya bantu izinin?"

Kau pun memberikan ponselmu pada Myungho.

"Saya janji mba, saya akan bawa mba ke tempat yang bagus. Bukan cuman bagus dilihat, tapi hati juga bisa ngerasain bagusnya tempat itu."

>•<

Camera ; The8Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang