Epilog

7.4K 396 72
                                    

Satu menit sebelum hari kelahiranku tiba, aku masih sibuk di ranjangku dengan telepon genggamku. Maaf, sedikit lupa waktu, tak apa kan?.

"Bas, buka pintunya bas, Ada temenmu tuh, dateng"
Suara itu tak asing lagi, Bu Rahma pasti.

"Iya bu"

"Selamat ulang tahun Abbas!"
Gila! Mama, papa, Misaki, mama Misaki, papa Misaki, Bu Rahma dan semua teman Kos ku mengucapkannnya serentak. Gila! Aku sangat bahagia.

Mama dan papaku langsung memelukku. Lama aku tak bertemu mereka. Aku rindu.

"Gimana bas? Sukses ya jadi fotografernya?"

"Iya pah, syukurlah"

"Tiup lilinnya! Make a wish bas!"

Aku menutup mataku dan meniup lilin ulangtahunku. Tapi belum sekarang waktu berdoanya, nanti.

"Cup"

"Selamat ulang tahun, bas"

Misaki memcium pipiku. Ingin meledak tapi aku bukan bom, ingin terbang tapi aku bukan burung. Aku memeluknya erat. Kami makan kuenya bersama, hanya sekadar berbagi tawa, belum tahu kapan bersatu dalam cinta. Ke jenjang selanjutnya.

"Bas, Hari ini, ajak Misaki jalan jalan, Hari spesialmu kan? Harus ditemani orang spesial" mamaku bisa saja.

"Ah? I.. Iya ma"

"Yeay!"

"Ada rekomendasi tempat gak ma?"

"Tanya Misaki aja langsung"

"Coban jahe yuk Bas!"

"Boleh tuh"

"Yaudah, sukses honeymoon nya"

"Iih.. mama"

Kali ini bukan fajar yang menyambut kami, tapi kami yang menyambut fajar.

"Indah banget. Maaf senja, aku berpaling"
Mamaku terpesona. Gila! Kekuatan fajar begitu kuat.

"Yaudah, berangkat, selagi fajar masih hadir antara kalian"

Hari ini lebih romantis dari biasanya. Misaki memelukku lebih erat, tangannya terasa lebih hangat. Senyumnya terlihat lebih manis. Matanya terlihat lebih indah. Hari ulang tahun ku kali ini di hiasi kecantikan bidadari dunia.

"Misaki?"

"Iya bas?"

"Masih mencintaiku?"

"Tidak"

"Mengapa? Berpaling?"

"Tidak bisa kalau tidak cinta kamu"

Wajahku memerah. Jalanan begitu sepi. Masih pagi, semua kerbau masih tidur. Tanpa tau indahnya fajar.

"Aish! Sakit"

"Kenapa bas??"

"Minggir dulu ya, maag ku kayaknya kambuh"

"Iya, Iya"

"Bas, aku bawa obat nih! Minum!"

Serius, aku paling tak suka obat maag. Pahit. Katanya semua obat pahit. Tapi kenapa obat hatiku yang ini begitu manis? Dasar, Misaki. Tunggu? Apa mungkin berakhir pahit? Tidak tidak! Tak boleh. Kisah kita harus semanis senyumnya.

Aku hanya duduk meringkuh lemah, memegangi ulu hati yang seperti di tusuk sembilu.

"Udah, udah enakan kok, yuk lanjut. Dikit lagi sampe"

"Yuk"
.
.
"Bas, jodoh itu apa sih?"

"Haha, jodoh ya? Ya, inget sama idolaku saja sih, kata dia gini, orang bilang, jodoh takkan kemana-mana. Aku rasa mereka keliru. Jodoh akan kemana-mana terlebih dahulu sebelum akhirnya menetap. Ketika waktunya telah tiba, ketika segala rasa, sudah tidak bisa lagi dilawan. Yang bisa kita lakukan hanyalah merangkul tanpa perlu banyak kompromi"

"Gila sih, kata-katanya masuk banget"

"Banget"

Mata ini terlalu berat untuk dibuka. Tubuhku terpaku tanpa gerak, suara suara mengaung tak karuan. Perlahan mataku terbuka. Beberapa orang berjubah putih mengelilingiku. Dimana ini? Surga? Ah! Bukan! Ini rumah sakit Bas! Suara Yang tadinya mengaung perlahan jelas.

"Yang ini tidak bisa diselamatkan"

"Ambil alat kejut! Satu, dua, tiga!"

"MISAKI!"

Aku tak memperhatikan kondisi tubuhku saat ini, aku menghampiri Misaki walau semua menahanku.

"Jangan tahan aku! Tahu apa kalian tentang cinta?"

"Ki! Bangun ki!"

"Tuhan, Hari ini hari kelahiranku, dan aku belum meminta apapun darimu, engkau yang Maha pengasih lagi Maha  pemurah, Tolong jangan ambil nyawa Misaki sekarang, tuhan, tolong"

Aku menangis, semua orang hanya memandangku dengan penuh iba, entah aku akan jadi orang gila atau mati karena kehilangan cinta

"Tuhan, Hari ini hari kelahiranku, dan aku belum meminta apapun darimu, engkau yang Maha pengasih lagi Maha  pemurah, Tolong jangan ambil nyawa Misaki sekarang, tuhan, tolong" ku ulangi lagi kata-kataku, tak terjadi apa apa"

"Tuhan, Hari ini hari kelahiranku, dan aku belum meminta apapun darimu, engkau yang Maha pengasih lagi Maha  pemurah, Tolong jangan ambil nyawa Misaki sekarang, tuhan, tolong" lagi, ku ulang sekali lagi.

"Tuhan, Hari ini hari kelahiranku, dan aku belum meminta apapun darimu, engkau yang Maha pengasih lagi Maha  pemurah, Tolong jangan ambil nyawa Misaki sekarang, tuhan, tolong"

"Kalau harus salah satu diantara kami yang harus pergi, biar aku"

"Biar aku yang pergi tuhan!"

"Suster, tolong catat tanggal kematian gadis ini"

Misaki terbatuk

"Nadinya berdenyut!"

"Cepat! Pasang lagi alat penopang nya!"

Misaki membuka matanya, tersenyum padaku. Terimakasih tuhan.

"Ki, Jaga diri baik baik ya, aku cinta kamu, selamanya"

Misaki menatap mataku yang perlahan menutup, semuanya perlahan hilang, termasuk misaki.

"BAS! BANGUN BAS!"

Ku dengar suaranya menjauh.

Aku tersenyum

TAMAT


Terimakasih sudah membaca, mohon maaf atas segala salah kata, penulisan. Endingnya diluar harapan ya? Saya mohon maaf. Sekali lagi terimakasih Karena sudah membaca.

Salam hormat, arisanti awalia r
renarawraf_

Bukan Senja, tapi FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang