Aku kira bahasa penguntit itu cuma ada dicerita yang sering aku baca, namun nyatanya itu benar-benar nyata. Di depan mata dan aku mengalaminya.
Audrey Ranjelina Aracelly
Gadis itu berjalan sendiri menyusuri setapak jalanan yang kini sepi tak berpenghuni. Tidak ada orang yang lewat di sekitarnya. Tidak ada suara suara gerombolan orang yang berbicara, hanya terdengar suara jangkrik saja saling beragumen.
Sebuah batu yang cukup besar mampu membuat dirinya terjatuh dan terduduk di atas aspal itu. Salah satu lututnya mengeluarkan darah segar. Namun, ia tidak merasakan sakit yang menyerang, yang ia rasakan hanya lah cairan yang terus mengalir.
Gadis itu berjalan menuju rumahnya berada. Namun, langkahnya terhenti pada seseorang bertopi hitam serta jaket merah maroon sedang berjalan kearahnya, berlawan arah. Tapi, gadis itu seakan tidak peduli. Ia melanjutkan jalannya menuju rumah berpagar hitam dengan banyak tanaman yang menggantung mau pun tergeletak.
"Audrey pulang, Momsky."
Gadis dengan panggilan Audrey itu masuk kedalam rumah, mencari keberadaan ibunya yang sedang memasak di dalam dapur. Ia tidak mendengar ucapan Audrey. Bahkan ia tidak sadar bahwa anaknya sudah berada di dekatnya.
"Astaga Audrey, kamu mengagetkan momsky."
"Yes mom, sorry."
Audrey memeluk tubuh ibunya dengan erat, seolah tidak membiarkan sang ibu melakukan kegiatannya.
"Dre, minggir dong. Ini momsky mau masak dulu. Kamu emangnya mau gak makan?"
"Yah jangan dong momsky. Yaudah, Audrey ke kamar dulu. Semangat masaknya momsky."
Audrey berjalan masuk kedalam kamarnya yang tak jauh dari dapur. Ia meletakkan tasnya diatas kasur, lalu berbaring diatas sana. Memejamkan perlahan matanya, meredakan rasa sakit yang menyerang di kepalanya.
Ia meraih ponselnya, membuka salah satu akun media sosialnya yang sudah lama terabaikan. Aplikasi berwarna hijau itu menampilkan 999+ chat yang belum ia baca atau bahkan tidak di buka aplikasi itu.
Pandangannya terhenti pada sebuah pesan masuk dari salah satu siswa di sekolahnya. Dibilang teman iya, dibilang bukan teman juga iya. Karena nyatanya ia hanya sekedar mengenal nama saja.
Drey, besok kita makan ya?
Audrey memilih untuk membaca saja, tanpa niat untuk membalasnya. Jahat memang, saat seseorang di sebrang sana nenunggu balasan chatnya. Namun, Audrey tidak peduli. Ia lebih memilih untuk tidur dan bertemu dengan pangerannya di alam mimpi.
Tidak lebih dari satu jam, Audrey kembali membuka matanya. Melihat ke sekitarnya, keadaan masih sama seperti sebelum ia tertidur. Audrey tadinya mengira ibunya akan datang memarahinya karena tidur masih memakai seragam sekolah.
Segeralah Audrey bergegas membersihkan dirinya, memilih pakaian santai dan duduk di meja belajarnya. Menatap sebuah buku berisi rumus rumus yang membuat kepalnya ingin sekali meledak, tapi tidak mungkin juga. Bisa bahaya.
"Fisika oh fisika, kapan sih ngertiin aku? Jangan aku terus dong yang harus mengerti kamu."
Audrey membuka lembar demi lembar dengan kesal, membacanya hanya sekilas karena memang dirinya tidak mengerti. Sebenarnya jika kalian mengerti akan konsep, itu akan terlihat mudah. Namun, Audrey hanya siswa biasa yang memprioritaskan logika.
Audrey tidak pernah belajar, apalagi untuk sekedar membaca buku pelajaran. Memang, setiap harinya ia membaca, tetapi membaca cerita romance yang ada di salah satu aplikasi miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
END OF STORY
Historia CortaKumpulan cerita pendek yang pastinya bakal nguras tenaga saat kalian membacanya, apalagi sambil berimajinasi tentang para tokoh dan situasi yang terjadi. so? ayo kita baperan dan patah hati bareng bareng, ajak temen temen kamu juga buat baca!