Hingga senja tiba, laki-laki berambut sehitam arang yang kini berbaring di ranjangnya itu masih menutup mata biru jernihnya. Kemudian, karena merasa jiwanya telah selesai berjalan-jalan dan kembali ke raga tampannya itu, mata biru hampir abu-abu itu akhirnya menampakkan keindahan wujudnya.
"Jam berapa ini?" ujarnya dengan nada serak khas suara orang bangun tidur.
Ia mencari ponselnya dan terkejut dikala melihat waktu ponselnya telah menunjukkan pukul 05.57 PM. Bahkan, Reizh belum mengganti pakaiannya sejak ia berangkat dari Ashmere ke akademi.
Ia langsung bergegas mandi dan berganti baju. Setelah sepuluh menit, ia keluar dari walk in bathroom dengan kaos putih dan celana tanggung berwarna hitam. Memakai handuk, ia mencoba mengeringkan rambut hitamnya.
Reizh berpikir, alangkah baiknya jika di akademi ini terdapat sebuah minimarket khusus, minimal menjual beberapa camilan atau kudapan ringan untuk dimakan olehnya ketika lapar di tengah malam. Sehingga ia tidak perlu repot keluar akademi dan mencari minimarket di sekitar akademi. Selain menghabiskan waktu, itu juga menghabiskan tenaga.
Akhirnya, setelah menimbang-nimbang dan memperkirakan pukul berapa ia kembali, ia memutuskan untuk membeli kudapan di minimarket terdekat yang ada di sekitaran akademi.
Pemuda dengan rambut sehitam jelaga itu mengambil jaket, ponsel dan payung lipat kecil untuk berjaga-jaga jikalau hujan datang kemudian berjalan keluar kamarnya, menuju keluar akademi untuk beberapa kudapan ringan yang dapat mengganjal perutnya.
🔥🔥🔥
Akhirnya, pemuda itu tiba di minimarket yang jaraknya sekitar 500 meter dari gerbang akademi. Begitu ia menginjakkan kaki di lantai minimarket, hujan turun dengan deras, disertai guntur dan petir. Diam-diam Reizh bersyukur Tuhan masih memberinya keselamatan sampai tujuan.
Reizh mengambil keranjang dorong berukuran medium dari tempatnya kemudian meluncur menuju rak camilan. Setelah merasa cukup, ia kembali melihat keranjang dorongnya yang penuh dengan barang. Ia membeli kripik, permen, manisan, mie instan pedas setan, susu murni, teh tarik, teh susu, teh hijau, nasi kepal, sikat gigi, pasta gigi, dan masih banyak lainnya.
Keranjang medium itu bahkan telah terisi sepenuhnya. Setelah menimbang bahwa tak ada lagi yang kurang, Reizh langsung menuju kasir yang untungnya sepi. Ia langsung membayarkan tagihan untuk belanjaannya dan berdiri di beranda minimarket. Menatap langit dengan wajah kecewa dan pasrah.
Langit masih sangat gelap. Hujan tidak ada niatan untuk berhenti. Reizh mengambil satu nasi kepal dan menghela napas. Ia akan melewatkan makan malam. Bagus, padahal menu makan malam hari ini sangat enak menurut pengakuan Zaviel. Ia ingin menerobos hujan, tapi takut payung nya akan terbang, dan itu akan sangat memalukan. Demi harga diri, makanan rela ia korbankan.
Tiba-tiba, ponsel Reizh berdering. Reizh buru-buru mengangkatnya. Tak perlu melihat siapa, dari nada deringnya saja, Reizh tahu siapa yang menelpon.
"Halo?"
"Kakak dimana sih!?"
"Minimarket. Ada apa?"
"Makan malam sudah tiba! Kakak bisa-bisa tidak akan mendapat jatah makan malam nanti. Di luar hujan deras, kan?"
"Em, iya. Tidak masalah, aku sudah beli mie instan, dan beberapa telur. Aku bisa memasak mereka jika aku lapar nanti malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sacred Imperium Legacy : Resurrection [END]
Fantasy[Pindah Ke DREAME] [Fantasy and Minor Romance] BUKU PERTAMA dari THE SACRED IMPERIUM LEGACY SERIES The Sacred Imperium adalah kekaisaran kuno yang telah runtuh ribuan abad lalu. Hanya sebagian orang yang mengingatnya. Namun, apa yang paling diingat...